Rachmani Dewi Sulistyawati

Terus melangkah, jangan menyerah apalagi berbalik arah...

Selengkapnya
Navigasi Web
Gusarku
Kegiatan Idul Qurban 2019

Gusarku

Gusarku..

Rencana mau bercengkrama di dapur bersama sayur mentah yang sudah dibeli, mendadak tertunda.

Jari jemari ini gak tahan untuk merangkai kalimat mengurai isi hati.

Bermulai dari membaca curhatan yang dalam dari hati seorang emak sekaligus guru..

Kerepotannya mendampingi dua ratusan siswanya melakukan PJJ dan kesedihannya lantaran ia harus meninggalkan anak-anaknya di rumah karena harus ke sekolah.

Anak-anak yang seharusnya ia dampingi di rumah untuk melakukan tugas PJJ dari sekolahnya masing-masing.

Sabar ya bu guru, semoga lekas ada jalan keluarnya.

Ada pula seorang siswa yang kekurangan uang saat harus mencetak berbagai tugas daring yang diterimanya.

Duh..semoga kelak engkau jadi orang yang sukses ya nak..

Saya kok jadi makin prihatin karena pemaknaan belajar semakin menyempit, justru di masa seharusnya aktifitas belajar punya banyak tampilan.

Kok saya amati untuk PJJ fokusnya lebih banyak ranah kognitif ya?

Afektif dan psikomotornya bagaimana?

Bukankah pusat belajar anak usia SD adalah perasaannya?

Mengutip pendapat pakar parenting Ibu Elly Risman, pusat belajar anak adalah perasaannya. Pinter mah ada waktunya...

Begitu kira-kira. Semoga tidak salah

Jadi saya kira seharusnya masa PJJ ini pengembangan kurikulum selain transfer pengetahuan melalui internet, seharusnya dapat membangun perasaan "aku mampu dan aku suka proses belajar" melalui aktifitas di rumah sehari-hari.

Karena anak-anak yang terstimulasi kecerdasan emosinya akan mampu belajar dengan cara yang luar biasa cepat dan hasilnya menetap.

Perasaan mampu bisa ditumbuhkan melalui penanaman kebiasaan di rumah dengan kegiatan sehari-hari sesuai usianya.

Kemudian guru dan orang tua mengapresiasi hasilnya, dengan kalimat yang positif.

Sehingga anak tahu ia telah bertambah kemampuannya dan punya konsep diri yang lebih baik

Prosesnya bisa dimulai dari belajar melayani diri, keluarga dan lingkungan terdekatnya.

Jadi jangan sampai anak merasa sudah belajar karena sudah menyelesaikan tugas daring yang diterimanya dari sekolah, namun ia gagal mengenali perasaannya sendiri, dan kurang memiliki kepekaan saar berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

Atau minimal anak mampu dan terbiasa menunjukan afeksi dengan ungkapan terima kasih, tolong, maaf dan permisi...

Sudah dulu deh curhatnya, sepertinya harus segera lanjut di dapur

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post