Rachmawati

Lahir di Medan 5 Agustus 1973, menjalani karier sebagai guru sejak tahun 1999 selepas S1 dari Universitas Bengkulu. Sekarang bertugas di SMP Negeri 22 Kota Beng...

Selengkapnya
Navigasi Web

GAGAL UJIAN

Aku menerka nerka ketika melihat lembaran SKP yang akan aku tandatangani di hadapanku. Sepertinya nilai yang tertera di sana sama sekali tidak ada peningkatan dari tahun lalu. Ada apa gerangan ini? Aku berpikir, mencoba mencari celah dari diriku, apa yang membuat nilaiku tak ada kenaikan meskipun hanya nol koma. Tapi rasanya tidak ada. Selama enam bulan aku merasa telah bekerja dengan baik meskipun mungkin belum yang terbaik. Namun, setidaknya, aku masih menjadi satu- satunya guru yang selalu hadir di sekolah selama masa pandemi ini, sesuai arahan dari Kepala Sekolah. Sebagai Wakil Kepala Bidang Kurikulum, katanya aku harus ke sekolah setiap hari. Dan aku taat! Meski aku tahu bahwa wakil kurikulum di sekolah lain tidak seperti diriku. Bahkan aku tidak perduli walau terkadang aku berada di sekolah seorang diri.

Setelah tandatangan aku masuk ke ruang guru dengan pikiran yang masih tertuju ke nilai SKP. Di ruang guru ternyata ada temanku yang diberi kepercayaan untuk memasukkan nilai para guru di aplikasi SKP tersebut. Pelan kutanyakan padanya apakah nilaiku turun? Dengan menunduk dia menjawab bahwa nilaiku tetap, tidak ada kenaikan juga tidak ada penurunan. Lalu aku tanyakan lagi kenapa bisa seperti itu, bukankah kinerja kerjaku selama ini cukup baik. Temanku hanya menjawab bahwa itu kemauan dari Kepala Sekolah.

Aku merasa ini sangat tidak layak. Pertama, karena jabatanku sebagai wakil kurikulum. Kedua, karena aku sudah mengabdikan waktuku sepenuhnya di sekolah. Masa nilaiku disamakan dengan rekan guru yang selama satu semester bisa dihitung dengan jari kehadirannya di sekokah. Bahkan mengajar pun sekehendak hatinya. Aku sangat kecewa menerima jawaban itu. Aku merasa bahwa Kepala Sekolah tidak berlaku adil. Bukankah selama ini aku yang selalu menggantikan dirinya jika dia tidak berada di sekolah, baik untuk urusan dinas maupun pribadi.

Lalu, letak salahku dimana? Lagi-lagi pertanyaan itu menyeruak lalu terhubung kesana kemari. Salah satunya, terpikir olehku apakah karena aku meminta izin ke Jawa dua hari lebih cepat dari waktu libur semester? Kalau memang begitu, kebaikan yang berbulan-bulan terhapus hanya dengan satu kali kesalahan. Kalaupun itu memang dianggap salah. Meskipun aku telah meminta izin jauh-jauh hari.

Dua malam aku tidak bisa tidur nyenyak. Rasa kesal masih menggelayut walau aku telah berusaha melapangkan hati. Namun, di malam ketiga aku tidak bisa menahan diri lagi. Selepas sholat Isya, kukirim pesan lewat WA kepada temanku, kukeluarkan kembali keberatanku atas nilai yang tercantum di SKP. Namun, hingga malam pesanku belum juga dibukanya. Aku berpikir kembali, bagaimana kalau pesanku itu akan disebarkan ke banyak orang. Bukankah itu bisa saja menjadi bahan gunjingan bagi orang yang tidak menyukaiku? Lalu, aku putuskan untuk mengahapusnya. Aku berusaha melupakan dan mengikhlaskannya.

Pukul 00.00, baru saja aku ingin memejamkan mata, tiba-tiba aku dikagetkan oleh goncangan gempa. Aku berlari ke luar rumah untuk beberapa saat. Ketika sudah terasa aman, aku masuk kembali ke dalam rumah. Kuambil gawaiku, ingin melihat isi jagad maya. Benar saja, di Facebook maupun di WA sudah bertebaran postingan tentang gempa yang baru terjadi. Tapi, Kali ini aku tidak perduli, karena mataku tertuju ke pemberitahuan WA yang masuk dari temanku yang menanyakan pesan yang sudah aku hapus. Hmm, kepalangan! Ku ulangi saja isi WA yang kuhapus itu. Akhirnya, temanku itu berkata bahwa dia akan merubah dan menambah nilaiku. Ya, harus kataku. Kukatakan padanya, bahwa aku yang akan bertanggungjawab ke pada Kepala Sekolah.

Keseesokkan harinya, saat aku membagikan SK Pembagian Tugas Guru untuk semester Genap, Kepala Sekolah mendekatiku. Sambil tersenyum dia mengatakan bahwa dia tidak sengaja tidak menaikan nilaiku, dengan alasan bahwa dirinya sedang pusing karena banyak pikiran. Aku balas dengan tersenyum juga sambil menjawab, ”Ya, tidak apa, Bu. Sudah selesai juga, kok.”

Bagiku klarifikasi Kepala Sekolah tidak terlalu penting lagi. Meski pada akhirnya nilaiku dinaikkan, namun sudah melalui keadaan yang tidak mengenakkan. Satu hal lagi, kejadian ini telah membuat aku gagal dalam ujian keikhlasan dari Allah. Wallahu’allam.

#TantanganMenulisHariKe-348

#TantanganGurusiana

#Menuju365Hari

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post