Ilusi Penari Berdarah (Episode 11. Cerita Ningrum 2)
Meliuki hembusan angin dari jendela yang terbuka, dedaunan berpasrah diri menari.
Di pelupuk lentiknya Else, cukup lama Ningrum melabuhkan netra.
Lelahnya menanggung beban sendiri, penatnya menahan semua yang menjadi ilusi, lalu tiap waktu hanya berputar-putar tak lari dari himpitan, sungguh menjadikannya merasa runtuh tak berdaya dan untuk semuanya itu hampir saja tumpah-ruah di hadapan Else.
Bertumbuh perang batin yang meletup-letup. Andai saja tak ingat apa yang menjadi misi, teramat ingin dirinya membuka mulut. Sempat berpikir, saatnya berbagi ruang, namun lahar panas terlanjur menjadi bara api yang membakarnya.
Ningrum tak mau menggilas hasratnya, dia masih perlu waktu menelannya sendiri tanpa perlu melibatkan siapa pun, di bilik terdalam hingga akhir waktu yang ditunggunya itu tiba, untuk menaklukkan apa yang telah terhujam.
Kait mengait dengan takdir, patah hati menjadi pemicu yang telah melebamkan egonya.
Sambil berhadapan, kedua tangan Ningrum dipegang Else, lalu menghentakkannya di seprei dipan, tubuhnya berguncang, keduanya saling tatap tak berkedip.
"Mbak....., sayu matamu berbicara, ekspresimu berbincang tentang rasa, melontarkan bayangan kelabu. Jika Mbak percaya, berceritalah," pancing Else.
"Yang datang ke sini silih berganti, orang akan datang lalu pergi semaunya, menjadi lika-liku dari berbagai peliknya problematika."
"Dulu,kehidupanku juga berkeping, masa depan rusak porak-poranda,hingga kemudian aku sadar tak ada gunanya berkeluh-kesah," lanjut Else.
"Tiap orang punya masalah, tinggal bagaimana kita memaknainya," Netra Else berkaca-kaca.
Meski matanya membulat, untuk ukuran sosok yang baru saja dikenal, dan bahkan belum tahu latarnya, logika Ningrum masih bermain. Ningrum tak berujar, hanya diam mencermati kata demi kata yang meluncur dari bibir Else.
"Eh alah, aku kok malah curhat,"
Else salah tingkah sendiri dan mengakhiri cerita.
"Gimana, udah agak mendingan?"
Ningrum menyahut, "Kepala masih agak berat, Mbak."
Else melepas pegangan tangan, memegang kepalanya lalu menurunkan di dadanya. "Sakitmu bukan di sini, Mbak, tapi di sini."
Ningrum menunduk, tak kuat berlama-lama.
Else beranjak. "Nanti kalau sudah enakan, kabari ya. Catat nomor handphoneku. Belum punya kan?"
Ningrum mengambil android, lalu menuliskan angka-angka yang disebut Else.
"Yok....ah, udah siang. Aku mau membantu Bu Arun pagi ini." Ningrum melambaikan tangan, berdiri agak lesu, menutupkan pintu.
High hill Else makin tak terdengar menjauh.
******
Sore hari, sebelum pindah kamar, melalui pesan singkat yang dikirim Else, bertemlat di panggung belakang seperti awal perjumpaan dengan Bu Arub, Ningrum mulai mengajar tari untuk binaannya.
Beberapa anak berbaris dengan selendang warna-warni yang diikat di pinggang. Ningrum berdiri paling depan menghadap ke arah gadis-gadis belia itu.
"Adik-adik...ikuti saya. Pasang kakinya biar cantik."
Sangat luwes Ningrum merapatkan tumit kedua telapak kaki, sementara bagian depan terlihat membuka, membentuk sudut.
"Kita mulai dengan gerakan Nggroda....bisaaaa?" suara Ningrum sedikit meninggi.
"Ayo.....kita coba ya," Ningrum mendekati barisan paling depan..
"Satuuuu....duaaaaa....tigaaaaa."
" Tahaaaaan....jaga keseimbangan..."
Kita ulangi sampai posisinya benar.
"Oke....selanjutnya dorong telapak kaki kanan ke depan dan yang kiri letakkan di belakang, seperti ini...rapat ya..."
Ningrum mengubah posisi kakinya membentuk tanjak Kanan.
Ulangi....lagi....lagi....teriaknya.
*****
Di kejauhan, tak diketahui Ningrum sambil mengepul asap rokok, dua pasang mata lelaki terus menatap tak berkedip....
Bersambung
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap surantap abangku.. Jadi penasaran. Siapakah lelaki itu...? Lanjuuut. Sukses selalu
Siap..terima kasih...next
Waduh, ada yang mengintai. Mantap ceritanya, Pak.makin seru
Siap dilanjut bu
Luar biasa mantap mas. Selamat malam selamat beristirahat. Terima kasih telah setia mengunjungi sriyonospd.gurusiana.id untuk SKSS dan berbagi kebaikan.
Terima kasih pakde
Luar biasa Gus. Sangat inspiratif
Terima kasih
Mata elang siap menerkam ya Mas
Next ya mas...hehe
Siapakah lelaki itu, semakin asyik dan rumirlt untuk menebak. Mantap pak.
Dilanjut ya bu..
Makin penasaran dgn ceritanya
Lanjut bu..hehe
Rupanya ada lelaki hidung belang sedang mengamati Ningrum, hati hati rum hehehe
Iya mbak...hehehe
Wiss gawat...OOO siapa mereka....
Smga kedua pasang mata lelaki itu tak maksud jahat pd Ningrum.
Semoga oma...hanya penulis yang tahu itu siapa...hahahaha
Keren kusahnya.Ditunggu kelanjutannya. Salam sukses.
Terima kasih bu...salam
Cerita yang menarik, dengan bumbu narasi yang apik. Keren, sukses Pak Radinopianto
Terima kasih pak
Saya suka alur cerita ini. ...dikemas diksi cantik ...keren tingkat tinggi. Sukses selalu Bang
Kita lanjut bunda..terima kasih
Nah... siapa lagi lelaki itu? Lanjut, Bapak. Semakin suka kisahnya. Salam sukses.
Terima kasih nu apresiasinya
Makin rumit namun menarik. Ditunggu lanjutannya Pak
Siap bu