Ilusi Penari Berdarah (Episode 5. Kepergian Ningrum)
Pak Waryo membisu lemas. Tangannya terkepal membulat, rokok kretek yang baru setengah batang dihisap di sela jemari telunjuk dan tengah, ditaruhnya begitu saja di asbak.
Getaran tangannya cukup keras menyentuh asbak, sedikit mengguncang kopi hangat di atas meja, menjadikannya tertumpah.
Seiring bergeraknya tubuh itu berdiri, kursi plastik yang didudukinya berderit terdorong ke belakang.
Melangkah cepat menuju sumber pekikan dari dalam kamar Ningrum yang merewak ke teras depan.
Beragam mimik kemarahan, rona kekecewaan dan raut sedih berbaur menjadi satu kesatuan ekspresi kandas yang begitu abstrak.
Di depannya Bu Masitoh tak kalah kalap dengan air muka bermuram durja, terpekur duduk di lantai merana. Mendung di pelupuk matanya meleleh deras sambil memeluk cucunya.
Tangisnya pecah di hadapan Pak Waryo. Abinaya terlihat memainkan jemarinya.
"Ada apa, Bu?" Pak Waryo sedikit berjongkok, merapat di sebelah isterinya.
Bu Masitoh tak menggubris. Menunduk sambil sesekali mterdengar dengusan. "Ningrum, Pak," lirih sekali keluar dari bibirnya.
Romannya mengirim pesan mendesak suaminya untuk mencari keberadaan Ningrum. Tarikan nafas panjang Pak Waryo menggambarkan kekesalan.
Tak banyak berpikir dan menghabiskan waktu, sekelebat badan Pak Waryo ke garasi samping mengeluarkan sepeda motornya.
Memakai jaket yang digantungnya di ruang belakang, lalu menderu dengan knalpot yang berasap.
Meninggalkan Bu Masitoh dalam pandangan kosongnya.
******
Sungguh sangat tak adil jika harus memilih. Sepihak menyalahkan Ningrum bukanlah sikap bijak yang jusrru akan memperkeruh kondisi.
Tak segetir dirinya menanggung perih.
Tak semudah dia berdamai dengan keadaan. Tak sekuat dia bertahan dalam hitungan tahun yang tentu tak mudah.
Tunduk mepertaruhkan jiwa dengan semua garis tangan berliku yang tak diirindukan.
Harga dirinya terinjak paling bawah hingga tak berkutik. Kehormatannya nyaris tak bernilai. Maruah yang tercabik dengan lumuran noda-noda darah yang mendidihkan aortanya mengalir deras membuatnya menyelimuti segunung rasa kotor akan dirinya.
Terasa tak bertuan kesuciannya.
Jika dapat diukur dalamnya rasa yang diemban, selaksa samudera kemarahan yang tak beralamat sedang merajai hatinya.
Ah...tak tahu apa yang dipikirkan oleh Ningrum.
Membandingkan dua kontruksi kejiwaan yang apple to apple berimbang ini menjadi kondisi dilematis yang membuat siapa pun akan sulit bersikap.
Sementara empati akan Abinaya yang masih sangat belia, bertekuk lutut kalah kecundang dengan apa yang lebih hebat dirasakannya.
Pikiran sehat yang kemudian mengadu dalam ketidakberdayaan. Sungguh sangat disayangkan, jika jalan yang dipilihnya adalah jalan yang tak harusnya dipilih.
Mengalah memang tak juga bernilai kalah, namun apa salahnya mengalah Ningrum....
*****
Di Terminal, deru sepeda motor Pak Waryo berhenti di kerumunan orang banyak.
Bak ditelan bumi, pencarian yang dilakukannya tak membuahkan hasil.
Ningrum membenamkan wajahnya di balik tas besar yang dipangkunya, seiring bus yang ditumpanginya melaju.
Masih sempat dilihatnya sosok Ayahnya, Pak Waryo tertegun berdiri. Kilatan mata sayu namun harus menghadapi jalan yang tak berpihak.
Lirik mesin waktu, lagu Budi Doremi yang terdengar dari tape recorder bus yang ditumpanginya menyentuh bagian hatinya yang sedang terusik
"Kalah.....kuakui aku kalah.....,"
Rambut panjang Ningrum yang tergerai dipermainkan angin, menutupi keletihan dari menyembilunya kalbu....
Bersambung....
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Jadi makin penasaran para penggemar bang.. Lanjuuut. Sukses selalu
Siap, dilanjut.....mksh byk apresiasinya
Kisah yang menarik, Pak.
Terima kasih apresiasinya, Bu.
Keren banget, lanjutkan mas.Per 1 Januari menulis puisi beling tentang kejadian hari itu.Terima kasih telah setia mengunjungi sriyonospd.gurusiana.id untuk SKSS dan berbagi kebaikan.
Siap pakde, terima kasih.
Akan kemanakah si Ningrum? Bagaimana kelanjutan kisahnya? Baarakallaahu
Siap....lanjut ya mas...aamiin
Sesak dan hanyut dalam kisahnya. Keren pak.
Terima kasih bu apresiasinya
Cerpen yg keren ditunggu lanjutannya. Salam literasi dan sehat selalu.
Terima kasih apresiasinya bu...aamiin
Mau ke mana ya? Sedih banget ceritanya.
Siap bu...dilanjut ya
Saya nikmati setiap diksinya bang
Terima kasih bu
Ikut sesak membacanya bang, karena larut dalam ceritanya next Bang
Iya mbak..siap dilanjut
Dalam banget lagi DoremiSesuai yg sedang dirasakann Ningrum saat ini.Seolah saya satu bus dgn NingrumLanjut. Ditunggu pak
Terima kasih bu apresiasinya...lanjut
Duuhh...Ningrum, kasihan kelg mu.
Iya oma....mksh hadirnya
Mencoba menyibak ketertinggalan. Hingga kisahnya mulai nyambung. ...keren Sukses selalu
Siap bunda...terima kasih.
Mau kemana kau Ningrum... Lanjut, Bapak. Salam sukses.
Siap bu...lanjut, mksh hadirnya
Kisah yang sangat indah dan menarik
Terima kasih bu apresiasinya
Alhamdulillah baik bang..iya lama juga ga SKSS. Salam literasi
Alhamdulillah. Salam
Kisah Ningrum yang memilukan. Lanjut ceritanya Pak..
Siap bu...dilanjut....mksh apresiasinya