Radinopianto

Alam ini seolah miniatur kehidupan masa depan, yang tak cukup dengan diam atau duduk santai sambil menyeruput kopi, Hidup ini bukan mimpi. Takkan sampai jika ta...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ilusi Penari Berdarah (Episode 7. Babak Baru)
Galeri Pribadi

Ilusi Penari Berdarah (Episode 7. Babak Baru)

Ningrum menjadi penumpang paling akhir yang diturunkan. Kernet yang tadi menanyainya sudah duduk di depan di samping kiri sopir. Tak begitu jelas apa yang mereka obrolkan.

Setelah cuaca sangat menyengat teriknya, bak air bah hujan terjun bebas begitu lebat.

"Pindah depan saja, Neng." suara ngebas Pak Sopir berteriak memanggil.

Ningrum manut, sambil cegak beringsut dari sandarannya. Menyelukkan tangan di kabin lalu sigap menenteng tasnya maju, sesekali berpegangan di kiri kanan kursi sambil berjalan.

Ningrum memilih duduk persis di belakang Pak Sopir. Untuk menghindari cipratan tempiasan air, kaca spion di sebelahnya dinaikkan pak Sopir.

"Neng, itu tadi alamatnya tidak salah?" kali ini Pak Sopir yang mengulangi pertanyaan. Melihat Ningrum dari kaca spion dalam yang menempel pada plafon di atasnya.

"Iya, benar." jawab Ningrum singkat. Pandangannya tak nyaman bersemuka dengan mata Pak Sopir.

Kernet yang ikut mendengar cerita menoleh ke arah Ningrum. "Mbak, sudah sering ke sana?" hati-hati namun sedikit menyelidik.

"Kali pertama," lanjut Ningrum.

Beberapa kali kepala Pak Sopir manggut-manggut. Sesekali menepak-nepak setir dengan telapak tangan kanannya.

Sangat kentara sopir mau pun kernet, keduanya merasa heran. "Dalam rangka apa mendatangi tempat itu, Neng?"

"Kerja," sahut Ningrum sambil meletakkan tas ke lantai.

"Neng ..."

"Iya .."

"Eneng, tahu itu tempat apa?" tukas Pak Sopir, kali ini agak lembut intonasinya.

Begitu menyentuh kalimat terakhir ini, cukup membuat Ningrum tertohok, rinai di ronanya hampir saja tumpah.

"Eneng, pulang saja ya. Nanti Bapak antar. Banyak pekerjaan yang lain."

Ningrum bergeming tak menjawab, sempat dibuat melamun.

Setangguh caranya bersikap, sekuat dalihnya menyimpan rahasia, omongan Sopir kuat membawanya tersudut. Perang batin yang harus dikalahkan..

Dia sangat paham kekuatiran yang sedang dipikirkan oleh Pak Sopir, lelaki paruh baya yang usianya tak berjauhan dengan Ayahnya.

Bimbang tentu bimbang, namun lewat jalan mana saja, bahkan lewat jalan semut sekali pun dia akan tempuh. Kesempatan bekerja di sana menjadi cara paling cepat menuntaskan misinya.

******

"Ini posisinya tidak di pinggiran jalan utama, ada ojek pangkalan yang biasa mangkal di lorong masuk itu, tapi ini biarlah Eneng Bapak antar hingga pagar."

Tekanan suaranya bergetar, seperti tak rela melepas Ningrum.

"Barangkali, diperlukan," sambil menuliskan nomor Hp di belakang karcis bekas.

"Iya, Pak. Terima kasih." Ningrum menundukkan kepala. Pak Sopir memandanginya lekat-lekat. Di bawah, kernet sudah lebih dulu turun membukakan pintu menunggu.

"Terima kasih ya."

"Iya, Mbak. Sama-sama."

Tai lama sedikit memutar, Bus berbalik arah. Ningrum berlari kecil, hujan deras tak dapat dihindarinya.

******

Lelaki Muda, dengan seragam security duduk santai di posnya. Asap rokok mengepul. Ningrum mendekat.

Kemeja putih yang dipakainya basah, begitu juga celana kulot. Tak ayal, bagian atasnya terlihat membentuk tubuh. Sedikit menerawang ketika terkena air.

"Cari siapa, Mbak," tanya penjaga keamaan itu, masih dengan rokoknya beranjak berdiri menyampingi posisi Ningrum.

"Bu Arun, ada?" sambil menunjukkan potongan koran yang agak lecek.

Lelaki yang di dadanya tertulis pengenal "Handoko," langsung melirik lembaran yang diberikan Ningrum. Sorot matanya langsung memelototi tubuh Ningrum dari rambut ke kaki.

Suasana yang cukup membuat risih.

"Sudah janjikah?"

"Iya,"

sahut-menyahut obrolan itu mengalir.

"Mbak, lurus masuk. Nanti pas di dalam tanya lagi, biasanya Mama, ada di kamarnya," tangannya mengarahkan. Polos Ningrum menyimak.

"Udah, Bro, antar aja. Tar salah masuk kamar, berabe." suara lain dari belakang pos cekikikan. Handono tertawa lepas.

"Ok. Ron, siap."

******

Sepatu PDL safety Handono berderap menghentak semen, berjalan paling depan. Ningrum mengekor di belakang. Satu tangannya menyandang tas besar yang berisi bajunya.

Beberapa lelaki di bale-bale depan menyapa. Di antaranya seperti menemukan mainan baru, menyeringai gembira. Handono hanya senyam-senyum.

"Wah. Barang baru nih, Han."

"Boleh juga tuh......"

"Masih ranum......"

timpal-menimpal body shaming yang tak ditimpali oleh security itu.

"Sini, Abang yang bawa." lelaki yang bertubuh gempal agak brewokan tiba-tiba mendekat. Ningrum mundur ketakutan. Handono menenangkan

"Jangan ah,.....Ini tamu Mama," terang Handono menghalangi.

Semua orang dan tamu di sini memanggil Bu Arun, Mama.

Senyum nakal tersungging, "Tar bilang sama Mama, itu bagian gue ya."

"Yang betah ya, Neng." kelakar lelaki itu.

*****

"Mama, kamarnya paling belakang, sekarang sudah jarang ke sini, lebih banyak asistennya yang menggantikan." Handono mengajak Ningrum ngobrol. Mungkin maksudnya supaya Ningrum tidak terbawa suasana dan terlalu tegang.

"Biasa mas-mas tadi, tidak usah dipikirkan."

"Kalau sudah membuat janji, Mama pasti ada." lanjutnya.

"Iya, Mas."

Beriringan keduanya melangkah sampai kemudian berhenti di hadapan Pintu berwarna kecoklatan.

"Siapa?"

Pintu kamar diketuk, suara halus perempuan menyahut sambil menarik daun pintu.

"Handono dan tamu mama."

Perempuan berwajah cantik dengan hidung mancung muncul, sesaat setelah pintu terkuak. Goresan alisnya agak melengkung. Parfumnya menusuk hidung.

"Monggo, masuk."

"Makasih ya Han,"ujar Mama ke Handono yang kemudian bersegera ke pos.

"Mari Mbak," Handono ngomong sendiri, sedikit membungkuk lalu pergi.

******

Lenggokan tubuhnya masih sangat luwes, Bu Arun mengajak Ningrum duduk. Kukunya yang panjang penuh dengan kutek warna merah maroon.

"Tadi dinakali ya sama Om-om di depan?"renyah suara Bu Arun,dengan logat jawa kental. Senyumnya mengembang, "Biasa....mereka suka gitu, baik kok...bonusnya besar."

Degh....bonus? Ningrum membatin. Pikirannya tidak tenang, bertatap langsung dengan Bu Arun membuat Ningrum agak kikuk.

"Bu...."

"Aku bekerja seperti iklan Ibu di koran kan?"tanya Ningrum.

Bu Arun mengangguk, sesekali tertawa kecil. "Iya.....,"

"Kamu takut??"

Bersambung......

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Haduh, Ningrum. Jangan terjebak dong. Ceritanya makin seru, Pak

25 Jan
Balas

Siap bunda..dilanjut

25 Jan

Ceritanya keren mas.Pakde belum bisa menulis cerita bersambung. Baru belajar cerpen. Terima kasih telah setia mengunjungi sriyonospd.gurusiana.id untuk SKSS dan berbagi kebaikan. Selamat malam selamat beristirahat.

25 Jan
Balas

Siap pakde...terima kasih hadirnya...

25 Jan

Kalau Ningrum pulang, ceritanya jadi berubah ya Mas Radinopianto? Hehehe. Lanjut saja hahaha

26 Jan
Balas

Iya betul mas..hehe

30 Jan

Bikin penasaran ceritanya. Ditunggu kelanjutannya, Pak Radinopianto. Salam sukses selalu.

25 Jan
Balas

Lanjut bu...mksh hadirnya

25 Jan

Ceritanya asyik, semakin ditunggu...

25 Jan
Balas

Terima kasih, lanjut

25 Jan

Duh Ningrum, akankah dia terjebak?

26 Jan
Balas

Duuuh.....plg saja ningrum

25 Jan
Balas

Dilanjut bu..mksh hadirnya

25 Jan

Waduh masuk sarang singa nih Ningrum next bang

25 Jan
Balas

Pemirsah muali gelisah sepertinya, meresahkan ceritanya...hahaha..lanjut mbak

25 Jan

Iya takutSemoga Ningrum bekerja sesuai harapannyaLanjut pak

25 Jan
Balas

Semoga...kita lanjut..hehe

25 Jan

Luar biasa, lama juga tidak membaca tulisa Pak Radinopianto.

25 Jan
Balas

Terima kasih pak..salam

25 Jan

Aku yang takut...Ningrum siapa apain... lanjut...

25 Jan
Balas

Siap bunda...dilanjut...hehe

25 Jan

Aduh, serem tempatnya. Semoga pekerjaan yang ditawarkan tidak seperti yang terbayang... Lanjut, Bapak. Salam sukses.

25 Jan
Balas

Siap....lanjut bu..terima kasih apresiasinya

25 Jan

Takuuuut hehehhe...

25 Jan
Balas

Dilanjut biar gak takut..hehe

25 Jan

Siap menunggu lanjutannya pak, alur yang menantang. kereen....

26 Jan
Balas

Tahan napas bacanya. Semoga Ningrum tak terjerumus. Makin menarik dan bikin penasaran ceritanya.

25 Jan
Balas

Semoga tidak terjadi apa apa, dilanjut bun..hehe

25 Jan



search

New Post