R.A ENDAN RATNAWATI

HJ.R.A ENDAN RATNAWATI, S.Pd, M.Si, mengajar di SMAN 1 Pasir Penyu Kecamatan Pasir Penyu, Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau. Mengajar mata pelajaran Matema...

Selengkapnya
Navigasi Web

25 HARI KUDAMPINGI DIA

25 HARI KUDAMPINGI DIA

Oleh : Hj R.A Endan Ratnawati, S.Pd

( SMAN 1 Pasir Penyu-INHU-Riau)

Hari ini aku harus minta izin untuk tidak hadir di sekolah. Ini harus aku lakukan, apapun resikonya.Hari ini aku harus ikut mengantar mamak mertuaku ke bandara Sultan Syarif Qasim (SSQ) Pekanbaru. mamak mertuaku akan kembali ke Blitar setelah selama dua bulan berada di Air Molek karena keberangkatan kami ke tanah suci. Kerinduannya dengan kampung halaman sudah tidak bisa dibendung lagi.

Kurasakan kehilangan yang luar biasa, ada sesutu yang hilang dihatiku. Andai saja mertuaku bisa bertahan lebih lama lagi berkumpul bersama kami. Andai saja mertuaku mau tinggal selamanya bersama kami. Andai saja aku masih diberi kesempatan untuk menuntun ibadah mertuaku. Andai saja ... andai saja....

“Mamak, ga betah di Molek, cuma makan tidur makan tidur”kalimat itu sering diucapkan oleh mamak mertuaku kalau rindu dengan kampungnya.

“Disini panas, gerah mamak kepingin mandi terus”mamakku berucap sambil mengipas ngipaskan tangannya, memberi isyarat bahwa dia sedang kegerahan.

“Sabar ya mak, tunggu beberapa hari lagi. Kita tunggu sampai rasa capek mamak hilang. Tunggu satu atau dua minggu kedepan”jawabku sambil menghibur mamak.

Sudah menjadi tradisi di Blitar, kalau ada warga yang baru pulang haji maka akan disambut dengan acara yang sangat melelahkan. Ada yang sampai 3 hari, bahkan selama satu minggu. Acara ini akan sangat melelahkan bagi wanita lansia seusia mamak mertuaku.

“Kasihan adikmu dirumah repot sendirian. Mengurus warung, mengurus ternak dan mengurus kolam sendiri”mamakku selalu memberi alasan.

Terbayang dibenakku, usia mamak mertuaku sudah sangat sepuh, mungkinkah aku masih punya kesempatan melihatnya dalam keadaan sehat, dalam keadaan sadar seperti dia saat ini. Bagaimana kalau ini merupakan hari terakhir aku bersamanya?. Masihkah ada kesempatan untukku melihat raut wajahnya?. Melihat senyum ketulusannya, atau mendengarkan nasehat dan petuahnya.

Kesempatan perjalanan ini aku gunakan sebaik mungkin. Sepanjang jalan kami bercerita tentang apa saja, kadang kadang kami tertawa bersama. Sekali-sekali dia juga memberiku nasehat dan petuah. Tiga jam perjalanan kami dari Air Molek ke Pekanbaru kami isi dengan penuh keakraban, seakan tak ingin waktu berlalu begitu saja.

“Terimakasih ya nak, sudah membawa mamak ke tanah suci untuk berhaji. Mamak tidak pernah membayangkan akan bisa berhaji dalam usia yang sangat sepuh”mamak mertuaku berucap menjelang kepulangannya ke kampung. Terlihat air mata haru membasahi pipi keriputnya. Ku lihat wajah mamak sangat melas, dia berusaha mengekspresikan rasa terimakasihnya.

Berulangkali kuingatkan mamak mertuaku untuk menjaga pola makan, pola istirahat dan aktifitasnya. Aku ingin mamakku tetap sehat, tetap bugar walaupun di usianya yang sudah sangat sepuh. 86 tahun, luar biasa. Mamakku masih diberi kesehatan dan kekuatan yang luar bisa.

Aku bersyukur Allah memberiku kesempatan memdampingi mamak ketanah suci. Selama 25 hari kemanapun aku bersama mamak. Masuk WC seklipun aku ikut sama mamak. Tangannya selalu dalam dekapanku kemanapun kami melangkah. Sesekali kusemprotkan air Zam Zam ke wajah mamak untuk mengurangi rasa panas yang luar biasa.

Musim haji tahun ini memang dirasa luar biasa. Cuaca kota Mekkah luar biasa panasnya. Wajah seperti berada didepan tungku pembakaran batubata. Luar biasa panasnya. Sempat mencapai suhu 54 derajat, sangat menyengat. Setiap sebentar wajah mamak kusemprot dengan air Zam Zam yang selalu ku bawa dalam botol sprey sesuai anjuran petugas haji

Sebelumnya sempat timbul keraguanku saat waktu mengambil keputusan untuk membawa mamak ke tanah suci. Sempat terjadi diskusi yang panjang antara aku dan suamiku. Siapa diantara kami yang akan mendampingi mamak. Aku atau suamiku.

Semula direncanakan suamiku yang akan jadi pendamping mamak, dengan pertimbangan dari segi fisik tentu suamiku lebih kuat dibanding aku. Kalau seandainya mamak butuh didorong kursi roda, bisa didorong sendiri tidak perlu menggunakan jasa petugas yang tentunya harus dibayar.

Kendala yang lain, suamiku tidak mungkin bisa sholat berdampingan di mesjid bersama mamak, baik di Masjidil Haram apa lagi di mesjid Nabawi yang memang sudah terpisah antara saf laki laki dan saf wanita. Jangan jangan mamak malah jadi hajjah “Kamariah” dan suamiku jadi haji “Kamarudin”istilahku untuk hajjah atau haji yang hanya tinggal dikamar saja.

Belum lagi kalau mamak harus ke WC, siapa yang akan membantu mamak menjaga Ihramnya terutama di Arafah atau di Mina. Dan masih banyak hal yang kami diskusikan sampai kehal hal yang sepele.

Disisi lain mamak tidak bersedia berangkat berdua saja denganku. Kata mamak tubuhku kecil, aku tidak kuat jadi kalau ada apa apa dengan mamak bagaimana kami mengatasi?. Benar juga alasannya. Kurasa bukan itu saja yang jadi alasan mamak. Bisa jadi karena dia merasa sungkan pergi dengan aku menantunya. Mamak merasa dia akan menjadi bebanku. Aku tahu kegalauan dihati mamak walaupun tanpa dia ucapkan. Mamak sungkan karena aku menantunya.

Akhirnya di putuskan aku dan suamiku berdua yang mendampingi mamak. Kami berangkat bertiga. 25 hari waktu dan kebersamaan kami yang akan selalu dalam ingatan. Setiap hari dan waktu yang kami lalui, akan selalu membekas dalam ingatan. Kemana aku pergi, keadaan fisik mamaklah yang kuutamakan. Aku dan suamiku bergantian menaga mamak diwaktu malam kalau salah satu dari kami akan melakukan ibadah sunah kemesjid.

Setiap kegiatan ibadah yang kami lakukan, kutuntun mamak untuk melakukannya. Apa yang harus mamak lakukan selama ditanah suci tidak luput dari pengamatanku. Maklum mamakku tidak ikut serta dalam kegiatan manasik, karena mamak bermukim di kota Blitar, sementara mamak didaftarkan dari Riau. Hal inilah yang membuatku super perhatian untuk membimbing mamak selama ibadah ditanah suci.

Alhamdulillah Allah memberikan mamak kesehatan yang luar biasa. Aku tidak mengira kalau mamak bisa sekuat ini. Semua kegiatan ibadah dapat dia lakukan dengan baik tanpa bantuan kursi roda. Luar biasa, wanita seusia mamak masih bisa Tawaf, Sa’i melontar Jamarat tanpa kursi roda.

“Mamak, jangan lupa doakan kami ya?kataku mengingatkan mamak.

“Doakan kami semua agar selalu sehat, diberi kemurahan rejeki”kataku lagi.

“Doakan anak-anakku menjadi anak yang soleh dan soleha, anak yang pintar, anak yang sehat”kataku lebih lanjut.

“Selalu, selalu mamak doakan kalian. Tak perlu kalian minta mamak pasti melakukannya”jawab mamak dengan suara bergetar menahan haru. Aku tahu doa seorang ibu yang tulus untuk anak-anaknya pastilah akan diperkenankanNya. Doa ibu kepada anaknya, sama seperti doa seorang Rasul kepada umatnya. Ridho Allah terletak pada ridho orang tua, terutama ibu.

“Mamak jangan berhenti berdoa ya?ini kesempatan langka, belum tentu kita bisa kembali lagi kemari. Ini saja kita menunggu 5 tahun”lanjutku. Aku selalu mengingatkan mamak agar jangan berhenti untuk berdoa. Aku sempat harap-harap cemas menunggu keberangkatan haji ini, mengingat usia dan kesehatan mamak. Itu sebabnya kami memutuskan untuk mengikuti haji khusus. Semua demi mamak yang sangat kami sayangi.

“Mohon ampun yang banyak ya Mak?perbanyak istigfar ya Mak?aku tak bosan-bosankan mengingatkan mamak. Asal kulihat mamak berdiam diri, kembali kuingatkan dia. Kadang terlihat dia termenung, seperti melamun, entah apa yang ada dalam fikirannya. Kadang dia terlihat kelelahan juga.

“Coba mamak berhaji, sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu, mamak tentu tidak akan merepotkan kalian”ucap mamak. Terasa ada suara penyesalan.

“Sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu, tentu kami belum sanggup membawa mamak berhaji”selorohku sambil tersenyum.

“Maafkan mamak sudah menyusahkan kalian”suara mamak membuat aku terharu. Kupeluk mamak dengan segenap sayangku.

“Kami yang seharusnya minta maaf kepada mamak, karena kami belum bisa membahagiakan mamak”bisikku dalam dekapan mamak.

“Terimakasih ya nak, kalian sudah mengajak mamak kesini”mamak berucap denga suara bergetar. Berlang-ulang mamak mengatakan terimakasih. Air mata haru mengalir disudut mata tuanya.

“Mamak jangan berterimakasih seperti itu, apa yang kami lakukan tidak sebanding dengan apa yang sudah mamak berikan kepada kami”kataku haru. Kuusap air mata mamak dengan lembut. Teriring do’a dihatiku”Ya Allah beri kami kesempatan untuk membahagiakan mamak. Beri kami kesempatan untuk berbakti kepadanya. Dengan apa akan kami balas semua pengorbanannya.

Aku bersyukur dapat mendampingi mamak untuk berhaji. Aku ikhlas, suamiku menghajikan orang tuanya. Dan aku ikhas untuk menuntunnya. Aku bahagia bisa membuat suamiku menjadi anak yang berbakti kepada ibunya. Anak lelaki selamanya menjadi milik ibunya, selamanya. Aku sadari betul itu.

Kupandangi wajah keriput yang kini ada didepanku. Wajah teduh yang selalu menghadirkan rasa damai, rasa sejuk, rasa damai di hati. Wajah yang selalu tersenyum manis, tulus untuk semua anak cucunya.

“Nanti kalau sampai dikampung, mamak jangan terlalu sibuk ya?kataku mengingatkan mamak. Sudah jadi kebiasaan mamak mertuaku yang tak pernah mau diam. Banyak aktifitas yang dia lakukan untuk mengisi waktunya. Mulai dari jalan pagi, ngasi makan ikan di kolam kami, kadang-kadang kesawah juga.

“Mamak tak boleh terlalu lelah, jaga kesehatan mamak”kataku lebih lanjut.

“Mamak kalau disuruh duduk manis saja, tak tahan. Badan mamak jadi terasa sakit-sakit semua”jawab mamak.

“Satu hari rasanya lama sekali. Kalau pagi mamak hanya ditemani oleh Bude saja dirumah. Kalian baru pulang sore hari, mamak tak ada kawan. Bude sibuk dengan urusan rumah”mamak meneruskan kalimatnya.

“Ingat usia mamak, mamak harus lebih banyak beristirahat”kembali aku mengingatkan mamak, sambil kuusap-usap tangan mamak. Tangan yang sudah tidak kencang lagi, kulitnya yang sudah keriput. Tangan inilah yang dulu menimang suamiku. Tangan ini yang dulu menuntun suamiku. Tangan ini juga yang dulu dengan sabar menyuapkan makan suamiku.

Sesekali kucium tangan mamak. Wanita sederhana yang telah berhasil membimbing suamiku menjadi seperti saat ini. Wanita polos yang telah berhasil mengantarkan kesuksesan bagi anak-anaknya. Wanita luar biasa yang tak akan pernah tergantikan oleh apapun.

Sesekali mamak bercerita masa kecil suamiku. Bagaimana kebiasaan suamiku dulu. Kata mamak, suamiku dulu suka usil, sering nakal juga. Aku senyum-senyum mendengar cerita mamak. Namanya juga anak laki-laki, pastilah ada nakal-nakalnya.

“Jaga , Nia dan Zikry baik-baik ya? yang sabar menghadapi mereka”mamak mengingatkanku, untuk menjaga dan merawat cucu-cucunya dengan baik. Aku menganggukkan kepala saja. Memang kadang-kadang aku suka cerewet juga menghadapi kedua buah hatiku. Aku mengurus dua orang anak saja sering kewalahan, apalagi kalau seperti mamak. Mengurus 6 orang anak, yang umurnya relatif tidak terlalu jauh bedanya. Pasti repot sekali.

Kutatap wajah mamak, seakan tak ingin berpaling darinya. Kupeluk erat mamak seakan tak rela untuk berpisah. Kupandangi kepergian mamak untuk pulang kembali kekampung halamannya. Ada rasa yang hilang direlung hatiku yang paling dalam.

Terimakasih ya Allah, Engkau telah memberi kesempatan kepadaku untuk berhaji bersa mamak. Ya Allah lindungi dan kasihanilah mamakku. Walau dia mertuaku, tapi dia juga sama seperti ibuku. Aku sayang dia, aku cinta dia, dia pintuku menuju syurgaMu. 25 hari yang akan selalu menjadi kenangan indah antara aku dan mamak

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post