R.A ENDAN RATNAWATI

HJ.R.A ENDAN RATNAWATI, S.Pd, M.Si, mengajar di SMAN 1 Pasir Penyu Kecamatan Pasir Penyu, Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau. Mengajar mata pelajaran Matema...

Selengkapnya
Navigasi Web

DIA DATANG JUGA

DIA DATANG JUGA

Oleh : HJ. R.A Endan Ratnawati, S.Pd, M.Si

(Guru SMAN 1 Pasir Penyu)

Tahah suci Mekkah, Madinah sebentar lagi akan kutinggalkan. Wakru berlalu terasa begitu cepat. Tempat yang begitu mulia, begitu agung, begitu suci sebentar lagi akan selalu menjadi kenangan. Tanah suci tempat berkumpulnya umat sedunia dengan satu tujuan memenuhi panggilanNya, menunaikan rukun islam yang kelima.

“Terimakasi ya Allah atas kesempatan yang telah Engkau berikan untukku” betapa aku mensyukuri anugrah ini. Aku merasa sangat istimewa, karena aku dapat memenuhi panggilanNya. Panggilan yang tidak semua orang dapat memenuhinya.

Ditanah inilah dulunya Nabi Ibrahim menyeru, memanggil semua umat manusia untuk datang memenuhi panggilan sang Khalik. Panggilan Allah melalui rasulnya Ibrahim As, untuk berhaji. Kini aku beruntung dapat memenuhi panggilan itu.

Labaik Allah Hummalabaik, ya Allah aku datang memenuhi panggilanMu. Air mata mengalir deras dari sudut kedua mataku, tak mampu kuungkapkan dengan kata-kata rasa syukurku. Ya Allah aku datang memenuhi undanganMu,aku dating memenuhi panggilanMu. Kini aku jadi tamuMu, dirumah suciMu ini, maka Engkau pelihara, lindungi dan penuhilah semua pintaku.

Bukankah Engkau memerintahkan untuk memuliakan tamu? Saat ini aku menjadi tamuMu, maka muliakanlah aku. Berbagai harapan berkecamuk dalam dadaku. Air mata mengalir semakin deras, air mata bahagia karena aku sudah berada di rumah Allah. Disini akan kutumpahkan segala asa yang bergemuruh. Semoga Allah akan memenuhi semua pintaku.

Tak terasa 40 hari berlalu begitu cepat. Masa ibadah haji berakhir sudah. Aku kembali berkumpul ditengah-tengah keluarga dengan selamat. Semua teman, tetangga dan keluarga menyambut kedatanganku dengan suka cita. Betapa beruntungnya aku dikelilingi oleh orang-orang yang menyayangiku.

Aku disambut bak pejabat penting yang datang berkunjung. Tempat duduk khusus sudah tersedia untukku. Aku disambut disebuah mushola kecil yang tepat berada didepan rumahku. Mushola kecil yang selalu digunakan untuk berbagai kegiatan, tidak hanya untuk ibadah.

Mushola tempat kami sholat berjamaah, tempat pengajian, tempat acara pernikahan bahkan juga tempat kami berkumpul bercengkerama sesama warga asrama. Rumah asrama yang kecil, kadang-kadang membuat kami butuh tempat lain untuk saling bertemu, saling bersilaturrahmi. Diteras mushola kami sering gunakan untuk duduk-duduk sore, apalagi kalau udara sedang gerah, duduk diteras asrama akan terasa enak. Angin yang bertiup semilir mendatangkan rasa sejuk, rasa gerah sedikit berkurang.

Semua sudah tertata rapi, bersih. Keluarga, tetangga dan teman-temanku sudah memenuhi ruangan mushola. Terpajang sebuah spanduk di depan Mushola bertuliskan kalimat “Selamat datang ibu HJ.R.A Endan Ratnawati”ada-ada saja fikirku. Ide siapa pula ini ?Aku tidak membutuhkan semua ini. Yang aku perlukan dapat berkumpul kembali bersama orang-orang yang aku sayangi.

Lelahnya penerbangan panjang selama 9 jam, ditambah perjalanan darat 4 jam, seakan sirna manakala aku bertemu dengan semua yang kucintai. Ada ayah, ibu, adik-adik, tetangga dan teman-teman semua, yang sudah sabar menunggu kedatanganku.

Ucapan selamat kudapatkan dari mereka semua. Aku pulang dalam keadaan sehat. Barangkali ini yang membuat semua orang begitu menunggu kedatanganku. Semua memelukku terharu, bahagia, sebab sebelumnya mereka sempat cemas, berdoa bersama, karena mendengar ditanah suci aku dalam keadaan sakit.

Semua larut dalam kebahagiaan, terlihat wajah bahagia ayah, ibu, adik terutama suamiku tercinta. Betapa cemasnya mereka, ketika dapat kabar bahwa aku dalam keadaan sakit. Betapa cemasnya mereka saat itu. Aku berangkat ketanah suci seorang diri, suamiku tidak ikut serta. Ada rasa penyesalan, mengapa kemaren tidak berangkat berdua? Ada rasa bersalah diwajah suamiku. Dia tak ada disampingku, saat ku butuhkan.

Sepuluh hari setibanya aku di tanah air, kurasakan ada yang berbeda denganku. Aku merasakan ada sesuatu yang tak lazim. Seharusnya tamu rutinku sudah datang, tapi ini sudah terlambat 7 hari, kok belum datang juga. Tak pernah hal seperti ini terjadi. Aku mulai cemas, ada apa ini?

Aku belum berani bercerita pada suamiku, karena dia sedang sibuk melengkapi dokumen yang diperlukan untuk mengikuti test Calon Perwira (Capa). Yang menjadi kekhawatiranku, kalau sempat aku hamil, sementara suamiku akan mengikuti pendidikan selama 9 bulan, bagaimana dengan aku? Jangan-jangan akan timbul fitnah nantinya. Apa kata orang nanti, suami tak ada, eh..eh.. malah istrinya hamil. Aku tak bisa membayangkan apa dan bagaimana aku harus menghadapi semua ini.

Sampai hari ke-10 tamuku juga tak kunjung datang. Sambil membantu menyiapkan segala kebutuhan untuk mengikuti test capa, kuberanikan diri bercerita pada suamiku. Harus kusampaikan apa yang aku alami, karena dua hari lagi suamiku akan memulai testnya. Test dilakukan diibu kota provinsi, yang ditempuh sekitar 3 jam perjalanan darat dari tempat kami.

“Mas, rasanya kok ada yang tak biasa ya?kataku memulai pembicaraan.

“Tak biasa apanya?tanya suamiku penasaran. Tanpa memandangku, dia tetap sibuk dengan segala pernik-pernik yang dia perlukan untuk mengikuti test

“Itu lho, aku sudah telat 10 hari”kataku pelan-pelan. Sejenak suamiku menghentikan kegiatannya. Ada sedikit keraguan diwajahnya.

“Karena capek barangkali”jawab suamiku, sambil kembali melanjutkan kerjanya. Satu persatu pakaian yang akan dibawa dimasukkan kedalam koper.

“Bisa juga sih. Tapi biasanya aku juga banyak kegiatan, tapi belum pernah seperti ini”aku mencoba meyakinkan suamiku lagi.

“Jangan-jangan…”suamiku tak melanjutkan ucapannya. Aku faham maksudnya.

“Jangan-jangan aku hamil, Mas”kulanjutkan kalimat suamiku yang menggantung itu.

“Inikan belum pernah terjadi”aku berusaha meyakinkan suamiku akan apa yang kurasakan. Memang aku merasakan keanehan itu. Keanehan yang sebelumnya tak pernah kualami.

Tanpa sepengetahuan suamiku, kuberanikan diri untuk melakukan test kehamilan dengan menggunakan Testpect. Tapi hasilnya masih negative. Mungkin masih baru jadi belum kelihatan fikirku. Kan baru 10 hari masih bisa dicoba lain waktu. Berbagai rasa berkecamuk dihatiku. Ada rasa takut, rasa cemas dan juga ada harapan disana.

Karena aku tidak terlalu memperhatikan petunjuk dalam kemasan testpect yang kubeli, jadi aku tidak tahu bagaimana prosedur pemakaiannya. Setelah dicelupkan beberapa saat didalam urine pagi, langsung ku lihat, ternyata garis merahnya cuma satu. Aku kecewa, aku sedih sekali. Dengan perasaan tak menentu kubuang alat itu kedalam tong sampah.

Kembali, aku harus menelan kekecewaan, bersabar, barangkali belum waktunya. Sambil mengenakan mukena, kubangunkan suamiku untuk segera sholat Subuh.

“Mas, Mas, bangun, garis merahnya cuma satu Mas”kataku sedih.

“Sudah jam berapa ini?tanya suamiku lagi.

“Bangunlah, ayo sholat Subuh, orang sudah adzan”kataku

“Garis merahnya masih satu”suaraku lirih, penuh kesedihan.

“Barangkali akibat lelah ”jawab suamiku singkat seraya bergegas menuju kamar mandi, untuk berudhu. Kami hanya saling berdiam diri, masing-masing dengan fikiran dan perasaan sendiri. Kata-kata yang terucap akan semakin menambah kesedihan.

Sambil mendirikan sholat subuh air mataku mengalir deras. Aku berusaha agar tetap bisa khusuk. Hatiku berkecamuk, terasa perih, sedih sekali. Aku merasa sudah berusaha berdoa ditempat-tempat yang istimewa di Baitullah, tak ada tempat yang terlewatkan. Aku tak perduli dengan kesehatanku, setiap langkahku kuiringi dengan harapan agar kami diberi seorang buah hati.

“Ya Allah, berilah aku seorang anak yang sholeh, ya Allah tunjukkanlah kuasaMu. Tunjukkan kebesaranMu padaku. Beri aku anak yang sholeh”itulah untaian kalimat yang selalu terucap disetiap doa-doaku. Terasa kalimat yang sedikit menantang, kalimat seorang hamba yang penuh harapan, hamba yang hampir putus asa.

“Ya Allah, apakah memang aku tidak ditakdirkan untuk menjadi seorang ibu?. Betapa inginnya aku memberikan seorang anak bagi suamiku. Aku ingin mempersembahkan seorang cucu untuk ayah ibu kami. Aku menangis sejadi-jadinya. Kerongkonganku seperti tercekat,seperti ada bongkahan yang mengganjal disana, nafasku tersengal menahan kesedihan yang teramat sangat. Semua perjuangan dan doa yang telah dijalani seakan datang satu-persatu, semua silih berganti terbayang diingatanku.

“Sudahlah jangan menangis, kita sudah berusaha, sudah berdoa, kalau Allah belum mengijinkan, mau bagaimana lagi”suamiku mencoba membujukku. Dia mencoba menenangkan hatiku. Aku tak kuasa menahan kesedihanku. Sebentar lagi, aku akan ditinggal pendidikan oleh suamiku. Itu artinya peluangku untuk mendapatkan momongan semakin tipis.

Rumah pasti akan terasa sunyi sekali, aku akan kesepian, suamiku akan pergi dalam kurun waktu yang lama. Sejenak aku duduk termenung diatas sejadah hitamku, aku menangis sepuasnya, tak perduli apakah suara tangisku didengar suamiku atau tidak. Setidaknya ada air mata pembasuh kesedihan, ada air mata pembasuh hati. Aku menangis sepuasnya, dengan menangis sedikit kurasakan lega didada. Begitu berat beban yang menghimpitku.

Udara subuh masuk dicelah-celah jendela kaca kamarku, terasa sejuk, segar sekali, tapi tak mampu menyegarkan hatiku yang sedih. Udara subuh yang masih bersih tak mampu membasuh hatiku yang berkabut. Sekelilingku masih sepi, penghuni asrama mungkin masih terlelap. Masih nyaman dibawah selimutnya yang hangat.

Ku angkat tubuhku dari sejadah hitam tempatku bersujud dan berdoa. Aku harus bangkit , aku harus tegar, aku harus terima kenyatan ini. Berpasrah dan berserah diri, itu lebih baik. Aku tak boleh berkeluh kesah, aku tak boleh menyerah. Masih ada waktu, masih ada harapan. Biarlah semua berjalan atas kehendakNya.

Saat akan membuang sampah, entah mengapa kembali rasa ingin tahu mengusik fikiranku. Aku penasaran, mana tahu hasil test tadi salah? Mana tahu aku salah lihat, tadikan lampu WC agak remang-remang?aku masih berharap ada suatu keajaiban.

Dengan penuh keraguan, kuambil lagi testpect yang sudah membaur dengan sampah-sampah rumah lainnya. Ada rasa takut untuk melihatnya. Tadi garis merahnya memang cuma satu, apa mungkin bisa berubah menjadi dua? Dengan perasaan ragu, perlahan-lahan kulihat lagi hasilnya. Dan ternyata hasilnya berubah, memang berubah. Garis merahnya berubah menjadi dua sekarang.

Kugosok-gosok kedua mataku, aku takut salah lihat. Ternyata garisnya memang dua, ya dua tak salah lagi. Bergegas kuhidupkan semua lampu agar aku bisa melihat lebih jelas lagi.

“Alhamdulillah, ya Allah, Engkau kabulkan doaku”aku berteriak sambil bersujud syukur. Maha besar Allah yang telah menerima pinta hambaNya. Air mata haru, bahagia mengalir dari kedua mataku. Air mata bahagia di subuh yang dingin.

Aku bergegas menuju kamar kami, kugoyang-goyangkan tubuh suamiku agar dia bangun. Aku sudah tak sabar menyampaikan kabar bahagia ini. Sudah menjadi kebiasaan suamiku selesai sholat Subuh, tidurnya dilanjutkan lagi.

“Mas bangun, bangunlah, lihat ni, garisnya ada dua”kataku sambil berusaha membangunkan suamiku.

“Bukalah mata tu lebar-lebar, lihat ni hasilnya”sambil kusodorkan testpect kearahnya. Aku sudah tak sabar melihat reaksi suamiku.

Suamiku bangun sambil mengucek-ngucek matanya. Ada rasa tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tidak ada kata yang lebih tepat untuk diucapkan, selain ucapan syukur kami atas semua karuniaNya. Sebentar lagi akan ada suara tangis, suara tawa canda dalam rumah. Sebentar lagi penantian panjang kami, berakhir sudah.

“Jangan cerita dulu sama siapa-siapa, ini baru kita yang periksa sendiri. Supaya lebih akurat nanti malam kita ke dokter kandungan ya”kataku lagi.

“Hasilnyakan sudah jelas”kata suamiku, seolah dia takut kalau nanti hasil pemeriksaan dokter berbeda dengan yang kami lakukan.

Malam harinya setelah sholat Isya kami jumpai dokter spesialis kandungan yang ada di kota kami. Dari hasil USG belum terlihat jelas hasilnya, mungkin karena baru terlambat 10 hari.

“Hasilnya belum terlihat Bu” kata dokter Bagus kepada kami setelah melakukan USG. Dokter Bagus adalah dokter spesialis yang buka praktek di kota kami.

“Tapi dok, kami sudah melakukan test urin tadi pagi”kataku meyakinkan dokter Bagus

“Saya belum pernah terlambat, Dok”kataku pula.

“Apa yang tampak dari hasil test yang ibu lakukan?tanya dokter Bagus penuh selidik. Aku certakan apa yang tadi aku lakukan.

“Memang dari hasil yang ibu katakana itu, akurasi kehamilan ibu sudah 95%benar, tapi dari hasil USG belum tampak jelas. Dokter Bagus memberi penjelasan medisnya. Atau jangan-jangan ada sesuatu yang tak beres, sehingga dia tidak berani memastikan kehamilanku.

“Ini saya beri resep obat, silakan ibu beli diapotik. Biasanya setelah makan obat ini, kalau ibu tidak hamil, maka keesokan harinya menstruasi ibu akan datang”dokter Bagus kembali menjelaskan.

“Tapi ukuran rahim ibu, memang berbeda dengan ukuran rahim normal”. Begitulah dokter Bagus menjelaskan keadaan ku.

Sehari, dua hari berlalu setelah minum obat yang dianjurkan dokter Bagus kemaren, aku baik-baik saja. Setiap kali selesai minum obat timbul keraguan dihatiku. Jangan-jangan akibat minum obat ini pula, malah…aku tak berani melanjutkan dugaanku.

“Sudah dimakan obatnya Dek?suamiku tak pernah lupa mengingatkan aku, begitu tiba saatnya aku harus makan obat menjelang tidur malam.

“Bagaimana Dek? Masih aman?itu kalimat yang kuterima setiap paginya saat terbangun dari tidur.

Aku harus yakin bahwa aku hamil, aku harus yakin. Tak boleh ragu, aku tak boleh depresi, aku tak boleh stress, aku harus rileks, lebih tenang. Kalau aku stress karena banyak berfikir, akan mendatangkan akibat buruk pada kehamilanku. Tenang…tenang…jangan stress, aku menguatkan diri.

“Selamat ya Pak? Selamat Bu”dokter Bagus mengulurkan tangannya memberi ucapan selamat kepada kami berdua. Saat jadwal kami harus kembali konsultasi lagi, setelah obat yang harus kuminum habis semua.

“Jadi, saya memang hamil dokter?tanyaku tak percaya.

“Sekarang hasilnya sudah kelihatan Bu”dokter Bagus menjawab sambil mengarahkan layar monitor USG kepada kami. Aku tak sepenuhnya mengerti istilah-istilah kedokteran yang disampaikan, bagiku yang terpenting, sekarang aku hamil.

“Kemaren terlalu dini, kalau saya menyampaikan kemungkinan ini kepada ibu. Apalagi riwayat perjuangan bapak dan ibu begitu berat. Saya takut membuat bapak dan ibu kecewa, kalau terjadi kegagalan”ternyata dokter Bagus tak ingin kami kecewa. Dia terlalu berhati-hati, dalam menyampaikan hasil diagnosanya.

“Mulai hari ini, kurangi aktifitas ibu yang melelahkan. Ibu harus lebih banyak beristirahat. Jaga pola makan ibu. Hindari stress, ibu harus selalu gembira”nasehat dokter Bagus padaku. Masih banyak lagi nasehat yang disampaikannya untuk kami.

Ternyata aku memang hamil, dokter memastikan itu beberapa jam sebelum keberangkatan suamiku untuk mengikuti test. Dunia terasa begitu lapang, tubuhku terasa begitu ringan. Serasa beban berat lepas dari tubuhku, semua terasa ringan. Aku seperti baru terbebas dari himpitan beban yang teramat berat, berat sekali. Demi menjaga calon buah hati kami, suamiku merelakan keinginannya untuk jadi perwira. Masih ada tahun-tahun lain lagi.

“Ya Allah ternyata Engkau mendengar doa-doa yang kami panjatkan. Ternyata Engkau mendengar ratapan hati kami. Ternyata Engkau tak pernah meninggalkaka kami. Ternyata Allah menguji hambaNya sebatas kemampuan yang dimiliki hambaNya. Ketika hambaNya sudah tak mampu , ketika hambanya sudah menyerah, ketika hambanya sudah tak berdaya, maka cobaan itu akan berakhir. Saat bahagia itupun tiba.

Penantian panjang 14 tahun berakhir sudah, Allah menunjukkan kuasaNya, ya Dia yang maha kuasa atas segala yang dikehendakiNya. Aku hamil disaat usiaku 41 tahun, usia rawan bagi seorang wanita. Telah Dia tunjukkan kuasaNya untukku, tidak ada yang mustahil kala Allah berkehendak. Kunfayakun, maka jadilah, seperti apa yang dia kehendaki. Buah kesabaran adalah kenikmatan tiada tara. Akan indah pada waktunya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa bu, selamat datang di tanah Air semoga hajinya Mabrur

19 Nov
Balas

Aamiin, terima kasih pak. cerita masa lalu pak, perjuangan hidup

19 Nov
Balas



search

New Post