Tiba-tiba saja menjadi baper. Teringat masa-masa kuliah yang prihatin dalam urusan makan. Makanan semewah itu...ah, aku terbiasa hanya dengan sebungkus nasi dalam 24 jam...

Ide menulis bisa berasal dari mana saja. Dengan melihat suatu objek saja, sesuatu yang terlintas dipikiran kita, bisa kita jadikan sebagai ide tulisan. Om jay -sapaan untuk Bapak Wijaya Kusumah,M.Pd- guru kami di kelas belajar menulis via grup WA, mengirimkan sebuah foto paket makan siang yang menggugah selera. Nasi, yang menjadi menu wajib prosesi makan orang Indonesia, ditemani oseng tempe yang penuh protein, sayur yang kaya serat, dan daging ayam nan lezat yang menambah kemewahan menu tersebut. Ditambah dengan sambal, penambah cita rasa khas Indonesia.

Tahun 2000, aku mulai kuliah di kampus kebanggaanku, Universitas Airlangga, Surabaya. Bapakku yang saat itu bekerja sebagai tenaga pemeliharaan jaringan listrik bergaji 290 ribu perbulan. Sedangkan ibuku, guru honorer di TK desa yang belum tentu mendapatkan penghasilan.

Setiap bulan, orangtuaku memberi jatah uang bulanan untukku 200 ribu rupiah. Prosentase yang cukup besar bagi kondisi kauangan kami saat itu. Namun sebenarnya, akupun bingung untuk mengaturnya agar cukup hingga akhir bulan.

Tinggal di kota besar Surabaya, aku harus membayar 75 ribu rupiah perbulan untuk kamar kos yang kata teman-temanku lebih mirip seperti pagupon (rumah burung dara) karena kecil, terbuat dari triplek dan seng, dengan posisi diatas kamar-kamar yang lain yang lebih layak (baca: lebih mahal).

Tersisa uang 125 ribu rupiah, aku harus bisa mengatur untuk keperluan fotokopi, rental komputer dan print , biaya transportasi, biaya makan, termasuk untuk keperluan membeli sabun mandi, kaos kaki, sekedar bedak dan perlengkapan khas wanitalainnya, dan anggaran untuk telepon koin.

Harga nasi bungkus waktu itu adalah 1500 rupiah. Jika aku makan 3x sehari, anggaran makan sebesar 3 x 30 hari x Rp. 1500,00 = Rp. 135.000,00. Jelas tidak akan cukup uangku. Berbekal keyakinan yang mantap, aku memutuskan sebuah kebijakan untuk diriku sendiri: MAKAN CUKUP 1 BUNGKUS SEHARI. Sehingga anggaran makanku cukup 30 hari x Rp. 1500,00= Rp. 45.000,00. Sisa uang yang 80 ribu rupiah bisa digunakan untuk keperluan yang lainnya.

Ya, makan sebungkus nasi dalam satu hari, menjadi kebiasaanku. Tentu saja aku tetaplah sehat dan bahagia, ha..ha... karena Rizki dariNya tidak semata-mata berdasarkan hitungan kalkulator manusia. Kadang menjadi panitia kegiatan dan aku mendapat jatah makan siang nasi bungkus gratis. Kadang memasak sendiri, sebutir telur di tambah 3 sendok tepung terigu bisa menjadi lauk untuk sehari. Pernah menikmati makan siang mewah setelah rapat dengan pihak rektorat , sewaktu menjadi Sekretaris KPUM Pemilu Raya Universitas. Pernah pula menikmati makanan berkelas di hotel bintang 3 di kota Malang, sewaktu mengikuti Latihan keterampilan Manajemen mahasiswa (LKMM) tingkat menengah dan tingkat lanjut.

Ah, berbicara soal makanan. Makanan yang sedikit sudah cukup untuk menegakkan tulang belakang kita, makanan yang berlebihan ternyata justru membawa banyak dampak yang kurang baik bagi kesehatan. Semoga kita bijak memilih makanan yang masuk ke dalam tubuh kita. Sesekali bolehlah kita menikmati makanan lezat yang menggugah selera. Namun, memakan makanan sehat dan tidak berlebihan, tentu lebih utama.

Wonogiri, 3 November 2017