Rahmaizar Aljaswan

Usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil. Tetaplah semangat.....

Selengkapnya
Navigasi Web
KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.4.a.8

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.4.a.8

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.4.

Oleh : RAHMAIZAR, S.Pd

Guru SMPN 6 Pulau Punjung, CGP Angkatan 6 Kabupaten Dharmasraya

Sebagai pendidik, kita perlu ingat kembali tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, bahwa pendidikan diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. Sekarang, berdasarkan pedoman itu, Profil Pelajar Pancasila diharapkan menjadi pegangan untuk para pendidik di ruang belajar yang lebih kecil. Profil ini tidak hanya dimiliki oleh murid berprestasi secara akademik atau murid yang menonjol dalam bakat lainnya, profil pelajar Pancasila ini diharapkan dimiliki oleh seluruh murid kita di dalam kelas.

Untuk itu agar seluruh siswa di sekolah memiliki profil pelajar pancasila, kita sebagai pendidik harus mampu menciptakan budaya positif di sekolah. Budaya positif tersebut berkaiatan dengan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi.

“Pendidikan diartikan sebagai tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak; menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat” Pendidikan hanya dapat menuntun tumbuh dan hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.

Peran guru dalam menuntun dan menumbuh kembangkan anak sesuai kodratnya dan dapat mewujudkan profil pelajar Pancasila sangat lah penting. sebagai guru penggerak harus memiliki nilai-nilai guru penggerak, yaitu Berlajar berpihak pada murid,inovatif, kolaboratif, mandiri dan Reflektif. kemudian Guru penggerak juga mempunyai peran yaitu, Menjadi Pemimpin Pembelajaran, Menggerakkan komunitas Praktisi, Menjadi /pendamping coach bagi guru lain, dan Mendorong kolaborasi antar guru. Dalam penerapannya dibutuhkan totalitas guru dalam mengkolaborasikan nilai-nilai dan peran guru penggerak dalam proses pembelajaran.

Dalam Menyusun Visi pengajaran, guru penggerak harus berfokus pada murid agar murid dapat berkembang sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Visi guru penggerak harus mampu mencerminkan nilai dan peran guru penggerak dalam ,mewujudkan profil pelajar Pancasila. Sehingga guru penggerak harus memiliki nilai dan mampu menerapkan peran sebagai guru penggrak untuk mencapai visinya

Apabila guru penggerak telah memiliki nilai dan menerapkan peran guru penggerak, maka akan mampu mewujudkan visinya. Visi tersebut akan tercapai bila terukur-konkret -sistimatis dan terencana. Maka perlu suatu rancangan yang disebut dengan inkuiri apresiatif dengan tahapan yang Bernama BagJa.

Inkuiri apresiatif adalah manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Pendekatan IA dapat dimulai dengan mengidentifikasi hal baik apa yang telah ada di sekolah. Mencari cara bagaimana hal tersebut dapat dipertahankan dan memunculkan strategi untuk mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik

IA yang berusaha fokus pada kekuatan yang dimiliki setiap anggota dan menyatukannya untuk menghasilkan kekuatan tertinggi. IA dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki organisasi, sebelum organisasi menapak pada tahap selanjutnya dalam melakukan perencanaan perubahan.

Pendidikan yang mengacu kepada Filosofi Pemikiran Ki hajar Dewantara yang dijalankan oleh seorang guru ynag memiliki nilai -nilai guru penggerak serta menjalankan perannya sebagai guru penggerak serta diterapkan dengan visi yang terjabarkan dalam strategi BAGJA akan mampu melahirkan budaya positif di sekolah.

Refleksi terhadap keseluruhan materi modul budaya positif

1. Pemahaman saya terhadap konsep-konsep yang telah dipelajari di modul budaya positif.

a. Disiplin positif.

Disiplin ini dapat diartikan sebagai bentuk kontrol diri, yaitu belajar untuk kontrol diri agar agar dapat mencapai suatu tujuan mulia. Tujuan mulia dari penerapan disiplin positif adalah agar terbentuk murid-murid yang berkarakter, berdisiplin, santun, jujur, peduli, bertanggungjawab, dan merupakan pemelajar sepajang hayat sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang diharapkan. Tak kalah pentingnya yang perlu kita ingat sebagai pendidik, bahwa kita harus menciptkan terlebih dahulu disiplin positif itu dari dalam diri kita karena kita adalan panutan dan teladan bagi anak didik kita. Kita harus memulai dari diri kita terlebih dahulu.

b. Motivasi Prilaku Manusia

Disiplin positif terkadang tercipta karena adanya motivasi atau alasan seseorang untuk melakukannya. Motivasi ini bisa bersifat internal maupun bersifat ekstrernal. Motivasi ini ada tiga yaitu, 1) motivasi untuk menghindari ketidaknyaman atau hukuman. 2) Motivasi untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain dan 3) Motivasi untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Motivasi yang ke tiga merupakan motivasi yang bisa untuk menanamkan nilai displin positif kepada murid karena motivasi yang muncul dari dalam diri murid (motivasi instrinsik) sehingga berdampak jangka panjang dan tidak terpengaruh dengan adanya hukuman atau hadiah. Sebagai guru, tugas kitalah untuk menanamkan displin positif kepada siswa dengan memberi contoh tauladan yang baik.

Di sekolah, peraturan yang dibuat selalu ada yang melanggar. Tindakan dalam bentuk pelanggaran umumnya berbentuk hukuman atau konsekwensi. Hukuman bersifat terencana atau tiba-tiba. Murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan tidak dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah dari pihak guru sementara murid hanya menerima tanpa ada kesepakatan. Atau pengarahan dari guru sebelum atau sesudahnya. Hukuman bisa berupa fisik atau psikis sehingga anak tersakiti oleh perbuatan atau kata-kata.

Sementara disiplin dalam bentuk konsekuensi sudah terencana atau disepakati. Sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Umumnya dibuat oleh guru dan murid sudah mengetahui sebelumnya. Tetapi murid tetap dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek

Selain itu, ada program disiplin positif yang dinamakan Restitusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka bisa Kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat.restitusi merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, konsekwensi biasanya diberikan berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur.

Ciri-ciri restitusi adalah : 1) restitusi bukan menembus kesalahan, namun untuk berlajar dari kesalahan, 2) Restitusi memperbaiki hubungan, 3) Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan, 4) Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri, 5) Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan, 6) Restitusi diri adalah yang paling baik, 7) Restitusi focus pada karakter bukan tindakan, 9) Restitusi focus pada solusi, 9) Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah kepada kelompoknya.

Menurut Kohn tindakan memberikan penghargaan hampir sama nilainya dengan menghukum seseorang. Baik penghargaan maupun hukuman, adalah cara-cara mengontrol prilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang sesungguhnya.

c. Posisi Kontrol Restitusi

Program disiplin positif yang berpusat, memerdekakan, dan memandirikan murid. disebut dengan lima posisi kontrol, yaitu: Penghukum, Pembuat rasa bersalah, Teman, Pemantau dan Meneger. Posisi yang paling baik adalah posisi Manager. Posisi di mana guru berbuat sesuatu Bersama murid. Mempersilakan murid mempertangungjawabkan prilakukan, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri.

d. Kebutuhan dasar manusia.

Kebutuhan dasar manusia ada lima, yaitu: kebutuhan untuk bertahan hidup, kebutuhan rasa kasih sayang dan rasa diterima, kebutuhan kebebasa, kebutuhan kesenangan, dan kebutuhan penguasaan. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar,mereka. Tugas kita sebagai guru di dalam kelas harus bisa memenuhi 5 kebutuhan dasar ini agar siswa bisa belajar dengan baik dan dengan rasa senang.

e. Keyakinan sekolah/kelas

Keyakinan merupakan suatu nilai-nilai keselamatan atau kesehatan, yaitu nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Nilai-nilai kebajikan yang menekankan pada keyakinan seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Pembentukan keyakinan sekolah/kelas dengan cara mengubah kalimat-kalimat dalam bentuk negative menjadi positif. Contoh : jangan berlari di kelas atau koridor ( kalimat negative)

f. Segitiga restitusi.

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka bisa Kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat.restitusi merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, konsekwensi biasanya diberikan berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur.

Segitiga restitusi merupakan tiga langkah yang digunakan untuk melakukan restitusi. Proses tiga tahapan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip utama dari teori kontrol yaitu: 1) Menstabilkan identitas (stabilize the identy) teori kontrolnya : kita semua akan melakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan. 2) Validasi tindakan yang salah (validate the misbehaviour) teori kontrolnya semua perilaku memiliki alasan. 3) Menanyakan keyakinan ( Seek the belief) teori kontrolnya: kita semua memiliki motivasi internal.

Dari konsep yang sudah dijabarkan tersebut, yang paling menarik bagi saya dan diluar dugaan adalah masalah pemberian penghargaan . Memberikan penghargaan hampir sama nilainya dengan menghukum seseorang. Padahal tujuan kita memberikan pengharagaan untuk memotivasi siswa agar lebih semangat mancapai target yang diberikan. Selain itu yang diluar dugaan adalah 5 posisi kontrol. Ternyata selama ini kita sering berada di posisi penghukum dan juga posisi pembuat rasa bersalah. Menurut kita itulah tindakan yang tepat agar murid berubah. Ternyata itu tidak benar.

2. Perubahan yang terjadi pada cara berpikir saya dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun di sekolah adalah

Dari materi yang sudah saya pelajari dan telaah, saya pribadi bepikir bahwa untuk menciptakan budaya positif di kelas maupun disekolah harus melibatkan siswa dalam merencanaan hingga melaksanakan budaya positif dengan harapan mewujudkan kelas atau sekolah yang nyaman aman positif berdasarkan keyakinan kelas atau sekolah yang kita yakini bersama. Selain itu, saya lebih mampu menahan emosi saya ketika menghadapi siswa yang melakukan indisipiliner.

3. Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?

Pengalaman yang saya alami dalam penerapan konsep modul budaya postif ini yaitu pada saat saya mempunyai keinginan untuk menyelesaikan permasalahan pelanggaran yang telah dilakukan oleh peserta didik yaitu saya meletakkan posisi saya sebagai manajer terkadang sikap saya berbenturan dengan budaya sekolah yang terbiasa menghukum siswa sebagai langkah ampuh selama ini untuk membentuk disiplin peserta didik . dan apa yang saya lakukan di anggap suatu hal mustahil untuk diterapkan di sekolah. Karena diancam dengan hukuman, murid tidak berubah apalagi tidak diberi hukuman samasekali. Maka dari itu, saya memerlukan pendekatan khusus dalam mensosialisasikan hal ini kepada teman sejawat.

4. Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?

Perasaan saya lebih tertantang untuk mengimplementasikan posisi guru sebagai menejer dan menerangkan segitiga restitusi dalam meyelesaikan beberapa kasus indisiplioner peserta didik. Karena dengan menempatkan kepada peserta didik untuk melatih mempertanggungjawabkan perilaku dan mendukung menemukan solusi atas permasalahannya.

5. Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?

Menurut saya yang sudah baik adalah saya sudah mencoba menerapkan konsep tersebut sehubungan dengan siswa yang melakukan indisipliner. Saya sudah mulai menyelesaikan masalah dengan menerapkan segitiga restusi. Namun yang perlu saya perbaiki adalah, saya akan menyusun kesepakan kelas bersama murid saya sehingga lebih memudahkan saya dalam menerapkan segitiga restitusi ini.

Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya?

Selama ini posisi kontrol yang sering saya terapkan adalah sebagai penghukum dan pembuat rasa bersalah. menurut perasaan saya saat itu, posisi itulah yang cocok dilakukan agar murid jerah dan tidak mengulangi lagi perbuatannya. Saya melakukan terkadang dengan emosi yang meledak ledak. Sehingga saya merasa sangat jauh dengan murid saya. Namun setelah mempelajari modul ini, saya memakai posisi sebagai meneger. Persaan saya setalah melakukannya, saya seperti orang yang sangat bijaksana dan perhatian kepada murid saya. Perbedaan yang saya rasakan ketika menerapkan posisi sebagai penghukum, murid saya semakin jauh dengan saya, mungkin mereka menganggap saya musuh sehingga ada rasa dendam. Saya semakin sulit untuk mengendalikannya. Setelah menerapkan posisi sebagai meneger, saya merasa lebih dekat dengan murid saya, dan saya lebih mudah mengendalikannya.

7. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?

Pernah, tapi saya melakukan tidak secara keseluruhan, yang sering saya lakukan adalah validitas tindakan yang salah. Saya bertanya kepada murid apa yang dia lakukan dan bertanya tahukah murid apa yang dilakukan itu salah. Kalau sudah tahu berarti murid harus dihukum dan diberi sangsi sesuai dengan peraturan sekolah.

8. Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?

Hal yang menurut saya sangat penting untuk memujudkan budaya positif di lingkungan kelas atau sekolah yaitu bagaimana cara menjalin Kerjasama dengan orang tua murid agar bisa membersamai murid di rumah untuk menumbuhkan budaya postif di dalam diri murid. Karena tanpa bantuan keluarga, apapun yang dilakukan di sekolah hanya berlaku untuk di sekolah saja. Sehingga sulit membentuk profil pelajar Pancasila dalam diri murid. Dan sulit menciptakan budaya positif di sekolah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post