Pesantren Simbol Kekuatan di Ranah Minang
Pesantren disebut-sebut mampu menjadi pendidikan alternatif serta harapan kemajuan sistem pendidikan nasional di Indonesia. Peran pesantren tidak hanya sebagai jembatan penghubung dalam kegiatan belajar mengajar saja, akan tetapi pesantren diharapkan mampu memperbaiki degradasi moral pemuda bangsa yang saat ini semakin terkikis oleh globalisasi dan kemajuan teknologi.
Sejarah telah membuktikan bahwa Pesantren ikut memberikan andil yang besar untuk kemajuan bangsa ini sebelum merdeka ataupun sesudah kemerdekaan, bahkan hingga hari ini pesantren tetap eksis dalam memberikan kontribusinya untuk bangsa yang lebih baik.
Pertumbuhan pesantren terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun sebagai jawaban bahwa pesantren semakin dimanati oleh masyarakat sebagai institusi pendidikan yang memadukan dua kurikulum sekaligus (dunia dan akhirat).
Dikutip dari data ‘Provinsi Sumatra Barat Dalam Angka 2022’ yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pesantren tahun 2021 di Sumbar sebanyak 330 pesantren. Sementara tahun 2020 tercatat sebanyak 214 pondok pesantren.
Menurut data BPS tersebut, jenis pesantren di Sumbar adalah Salafiyah dan Khalafiyah. Tahun 2021, tercatat sebanyak 56 Pondok Pesantren Salafiyah dan 274 Pondok Pesantren Khalafiyah. Dari data ini dapat kita lihat bahwa pesantren akan terus tumbuh dan berkembang di Sumbar.
Dan yang lebih hebatnya lagi adalah bahwa tidak ada Kota/Kab di Sumbar yang tidak memiliki memiliki pondok pesantren kecuali mentawai, hal ini tentu berbanding lurus dengan falsafah adat di Minangkabau, "adat mamakai, syarak mangato" Yang sejalan nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara.
Keberadaan Pesantren di ranah minang dapat kita katakan sebagai wujud masyarakat yang agamais atau sebagai simbol kekuatan orang minang dalam menjaga dan melestarikan budaya Minangkabau. Konsep "adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah telah mendarah daging dalam masyarakat Minangkabau.
Pesantren berperan besar dalam melestarikan konsep adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Namun sedikit yang agak mengkhawatirkan kita saat ini, seiring dengan tumbuh kembangnya pesantren, tidak berbanding dengan pelestarian adat-istiadat yang berlaku di Minang, banyak diantara pesantren yang sudah mulai meninggalkan budaya tradisionalnya dan lebih mengembangkan sistem pendidikan modern.
Lunturnya budaya-budaya tradisional di pesantren, diakibatkan pesantren tidak mau dikatakan sebagai pesantren yang ketinggalan zaman. Hal ini dapat kita lihat bahwa rata-rata keberadaan pesantren di sumbar memiliki lebih dari 2 kurikulum, hanya beberapa pesantren saja yang fokus dengan kitab-kitab tradisionalnya.
Pesantren hari ini, telah banyak dipengaruhi oleh sistem pendidikan luar dan tentu saja membuka peluang masuknya budaya-budaya luar kedalam pesantren. Alasannya sederhana "mengambil yang bermanfaatnya tanpa meninggalkan budaya pesantren". Faktanya hari ini jauh dari itu? Target pembelajaran di pesantren bukan semata-mata Tafaqquh fiddin.
Pesantren mana hari ini yang lulusannya seperti lulusan pesantren zaman dulu yang menguasai ilmu-ilmu kitab klasik dengan mendalam? Kebanggaan pesantren saat ini kalau lulusannya jadi TNI, Hakim, polisi dll, ungkapan yang sering kita dengar "ternyata lulusan pondok bisa juga jadi Abdi negara". Belajarnya apa, jadinya apa? Ya begitulah trem pendidikan hari ini.
Pada akhirnya nanti kita tidak perlu heran bahwa pesantren-pesantren yang ada akan berubah menjadi Madrasah atau tetap nama pesantren tapi sistem pendidikannya Madrasah. Pesantren tidak lagi memiliki legalitas sebagai pencetak kader-kader ulama yang tafaqquh fiddin.
Agar pesantren dapat menjalankan fungsinya sebagai institusi pendidikan yang otonom dalam mencetak ulama, maka langkah awal yang dapat kita berikan atau lebih tepatnya menginginkan ulang yaitu "kembali kepada tujuan awal pesantren itu didirikan oleh pendirinya".
Pesantren tidak akan akan apatis apalagi menutup diri dengan perubahan dan kemajuan dunia pendidikan, sebab pesantren dengan berbagai disiplin ilmu agama yang diajarkannya merupakan simbol kemajuan ilmu itu sendiri. Kurikulum merdeka yang baru seumur jagung, yang digadang-gadang sebagai kurikulum terbaik saat ini, dan dalam prakteknya pesantren telah terlebih dahulu melakukannya.
Tak ada masalahnya lulusan pesantren menjadi pengusaha, dokter, hakim, mentri, dosen dan lain sebagainya, selama masih memegang teguh prinsip awal tujuan pesantren didirikan, yaitu tafaqquh fiddin. Jika sudah bergeser dari konsep ini, maka pesantren tidak lagi memiliki ciri khas sebagai lembaga pengkaderan ulama.
Oleh sebab itu pesantren-pesantren yang ada di ranah minang harus kembali kita jadikan sebagai simbol kekuatan keagamaan. Orang sudah banyak yang menjadi dokter, pengusaha, dosen, tapi sangat sedikit orang yang menjadi da'i, ulama yang betul-betul mengerti dan faham tentang agama. Tugas berat ini tentu tidak mungkin diserahkan pada lembaga pendidikan yang belajar agamanya 2 jam seminggu.
Maka jawaban untuk itu adalah pesantren. Karena di pesantren kita belajar kitab-kitab klasik yang di karang oleh ulama-ulama terdahulu untuk memperdalam agama (tafaqquh fiddin), di samping banyak tugas rumah yang mesti diselesaikan oleh pesantren, pemerintah dalam hal ini kemenag, jangan samakan beban pembelajaran Madrasah dengan pondok, yang di dalam pondok ada pembelajaran Madrasahnya.
Dari fakta yang terjadi dilapangan setelah kita melakukan analisa dibeberapa pondok pesantren. Untuk mencapai tujuan kurikulum Madrasah, kurikulum pondok sering terbaikan, bahkan dibeberapa pondok pesantren kurikulum pondoknya tidak teradministrasi sebagaimana rapinya kurikulum Madrasah.
Oleh sebab itu, kehadiran kementrian terkait sangat kita harapkan kehadirannya untuk memberikan solusi terbaik bagaimana seharusnya kelanjutan pendidikan pondok pesantren agar dari rahim pondok pesantren lahir kader-kader ulama yang dapat membimbing umat.
Bagi pimpinan pondok pesantren Syekh, Buya, Ustadz di minang tidak ada salah kita belajar bagaimana sistem pendidikan yang dibangun pondok pesantren yang ada di Jawa, dengan melakukan study banding. Lalu mengambil apa yang sesuai untuk kita terapkan di pondok pesantren kita.
Masyarakat, alumni dan orang tua santri sebagai basis utama pondok sejatinya diikutsertakan dalam berbagai kegiatan pondok, dimintai saran serta masukan mereka untuk kemajuan pondok agar menjadi lebih baik. Ketiga unsur ini tidak dapat dipisahkan dari struktur pengembangan pondok pesantren.
Dengan mensingkronkan ketiga unsur ini ditambah dengan dukungan pemerintah kota/kab untuk pesantren, insya Allah pesantren di Minangkabau akan kembali menjadi simbol kekuatan dan melahirkan ulama-ulama yang tafaqquh fiddin. Wallahu 'alam.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap ulasannya
Terima kasih ibu telah mampir