Rahma Yulia Isnaini

Bangga sebagai Ibu rumah tangga dengan dua putri dan satu putra. Bertahun-tahun ijazahnya disimpan karena fokus dengan putra putrinya. Ketika putra putri sudah ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sambal Klothok

Sambal Klothok

Sejak pagi sudah beraktivitas. Dimulai dari bangun tidur, shalat tahajud, tilawah, nyicil menyiapkan bumbu-bumbu untuk masak, shalat shubuh di masjid. Selesai shalat shubuh mulai masak yang sesungguhnya. Tidak banyak yang dimasak, yang penting ada sarapan. Menggoreng telur ala omlet, jamur krispi, dan sambal klothok. Agak maksa menunya, ngepaskan bahan yang ada di kulkas. Ada sedikit sisa masakan kemarin sore, daging saus lada hitam. Cukup untuk sarapan berlima. Selama ini berprinsip, yang penting masakan hangat, makan bersama, sudah sangat nikmat.

Yang laku duluan malah sambel klothok. Ternyata enak sekali. Padahal cuma bawang merah, bawang putih, lombok rawit, lombok merah, tomat, lombok ijo agak banyak. Semua diiris. Semua bumbu digangsa, ditambah klothok yang dipotong jadi 4, minus kepala. Dalam proses memasak, klothok akan hancur, menyatu dengan bahan-bahan. Selama proses ini, duri-duri klothok bisa diambil. Tidak perlu garam karena klothok sudah asin.

Semua makan dengan lahap. Sambel klothok semangkok habis tak bersisa. Suami yang alergi ikan asin dan teman-temannya (pindang, teri, udang, alergi ringan), menyiapkan air kelapa untuk penawar. Tidak bisa menolak sambel klothok, meski alergi tetap makan.

Klothok adalah lauk nostalgia. Masa kecil sering makan lauk klothok. Tidak digoreng, cukup dibakar untuk menghemat minyak. Dibakarnya pakai api dari tungku kayu bakar. Nasi hangat lauk klothok dan sambal sudah sangat nikmat. Yang sering makan nasi jagung, sayur lodeh terong, lauk klothok. Saking seringnya nasi jagung, pernah ada masa di awal menikah suami tidak mau makan nasi jagung, sudah mblenger (jenuh) katanya, saking seringnya. Sekarang setelah tambah tua, jadi suka lagi. Enak.

Ternyata klothok mengandung kalsium tinggi. Bidan desa sering menyarankan ibu hamil untuk mengkonsumsi klothok sebagai asupan kalsium. Tidak heran anak desa cenderung tangguh, kuat, tulangnya keras. Mungkin terbiasa lauk klothok dan banyak gerak tentunya.

Tapi kata suami dan anak-anak, jangan sering-sering masak klothok. Kalau dijadikan lauk utama merasa seperti 'kekurangan' seperti dulu waktu masih kecil. Kalau untuk selingan saja tidak apa. Lagian klothok yang sudah pindah tempat di kota, riskan ada bahan pengawet. Wah, kalau ini kita tidak tahu, rasa-rasanya semua bahan makanan cenderung ada pengawetnya. Semoga selalu sehat, ikhtiar dengan makan makanan yang halal dan thayyib.*

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post