Rahma Yulia Isnaini

Bangga sebagai Ibu rumah tangga dengan dua putri dan satu putra. Bertahun-tahun ijazahnya disimpan karena fokus dengan putra putrinya. Ketika putra putri sudah ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Takut Dihukum

Takut Dihukum

Namaku Ahmad. Umurku 12 tahun, kelas 6. Rumahku di desa kecil di sebuah kaki gunung. Suasana asri desa jauh dari hiruk pikuk kota. Di desa kecil kami ada 2 masjid yang saling berdekatan. Orang bilang masjid NU dan masjid Muhammadiyah. Semua mempunyai jamaah sesuai kemantapan hati masing-masing. Aku dan teman-teman tidak ambil pusing. Kami sholat di kedua masjid itu, mana yang sekiranya menguntungkan, maksudnya kalau di masjid NU ada acara tahlilan, berarti ada makanannya, kami sholat di masjid NU. Sedangkan di bulan Ramadhan, waktunya buka puasa kami sholat di masjid Muhammadiyah, karena menu buka puasanya enak-enak.

Bapak dan Mamak tidak mempermasalahkan kami sholat di masjid mana. Bagi bapak yang penting kami mengikuti kegiatan sholat dengan tertib dan tidak rame. Mengapa oleh bapak bagian ini dianggap penting? Jangan heran, meski kami sudah besar terkadang kami masih sering guyon waktunya sholat. Ada saja yang menjadi alasan kami rame. Kami baru datang ke masjid saat iqamat sudah dikumandangkan. Orang-orang sudah mulai sholat, kami baru wudlu. Dan kami berebut paling belakang. Bayangkan betapa riuhnya, dan betapa terganggunya bapak-bapak dan ibu-ibu yang sedang sholat. Bapak dan ibu jamaah tidak ada yang bisa menegur kami, karena biasanya kami akan segera menyelesaikan sholat dan langsung kabur. Bahkan ketika kami masbuq pun, masih bisa terkejar selesai sholat dan kabur. Kalau sudah begini Bapak akan menghukum aku dengan mengisi bak mandi sampai penuh. Padahal bak mandi kami di desa super besar, bisa untuk berenang. Dan tidak ada pompa air. Jadi mengambil air secara manual memakai 'senggot'. Bambu panjang untuk mengambil air. Tidak peduli malam hari, jika aku ketahuan rame pas jamaah Isya', Bapak akan menghukum aku malam itu juga. Dingin sekali bukan?

Aku kapok rame saat sholat. Jadi aku berusaha sholat dengan tertib. Tapi teman-temanku tampaknya tidak ikhlas jika aku tertib. Mereka rame di sebelahku. Bahkan gepuk-gepukan di kanan kiriku. Aku menahan diri supaya tidak terganggu. Aku takut hukuman bapak. Tidak kurang akal, waktu duduk tahiyat awal, teman sebelahku membaca doa cukup keras.

"Attahiyyaa tul mubaarakatush sholawaatuwatthayyibaat.

Assalaamu'alaika ayyuhannabiyyu… biyyu…biyyu… biyuh-biyuh…."

qiqiqiqi… teman-temanku tertawa tertahan. Aku juga ingin tertawa, tapi aku bertahan. Aku mengalihkan pikiranku pada sholat. Sulit bukan? Sudah, yang penting bisa menyelesaikan sholat dengan baik, abaikan kekhusukan.

Teman-teman tidak kurang akal. Entah apa yang akan mereka lakukan. Aku merasa ada teman yang berseliweran di belakangku. Aku tidak peduli. Ketika bangun dari sujud di rakaat akhir, aku tidak bisa duduk. Grusah grusuh mau duduk tidak bisa. Teman-teman tertawa tertahan. Astaghfirullah…. Ternyata mereka meletakkan sapu di atas kakiku saat aku sujud. Duh…gimana ini, nanggung sudah rakaat akhir..

Bapak, gimana aku…

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Hahaha... kisaah siapa ini Bu? Bahasanya bagus, meski masih 12 tahun.

04 Dec
Balas

Kisah-kisah yang tergabung dalam imaginasi, Pak... Hehe... Salam literasi.

04 Dec

Maaf, sekedar info, ini bukan pentigraf, karena lebih dari tiga paragraf. Pentigraf itu akronim dari Cerpen Tiga Paragraf. Begitu, Bu.

04 Dec
Balas

Nah, itulah, Pak. Mengetiknya dalam 3 paragraf, krn maksudnya memang pentigraf. Ternyata begitu di upload jadinya banyak paragraf... Gimana hayoo....

04 Dec

Nah, itulah, Pak. Mengetiknya dalam 3 paragraf, krn maksudnya memang pentigraf. Ternyata begitu di upload jadinya banyak paragraf... Gimana hayoo....

04 Dec

Owalah... mungkin salah tekan enter, harusnya kalau nggak ganti paragraf tidak usah dienter. Mungkin lhoo...

05 Dec

Baiklah, akan lebih hati2. Trm ksih diingatkan, Bpk....

06 Dec

Mantap ulasannya keren

04 Dec
Balas

Trm kasih, Bunda. Salam literasi.

04 Dec
Balas



search

New Post