RAHMA YULIS

Mencintai Allah adalah rasa yang paling sempurna...

Selengkapnya
Navigasi Web
Karyamu Ku Rindu

Karyamu Ku Rindu

 

#Tantangan Gurusiana

# Hari ke-15

Waktu itu sudah menjadi pertemuan terakhir kita di kelas. Sedikit cerita yang memberikan motivasi agar harus selalu berusaha dan berkarya meski di daerah terpencil dan tidak punya sarana lebih. Ketika program pemerintah untuk melaksanakan "Belajar dari Rumah", setiap guru harus memberikan penugasan agar siswa bisa belajar di rumah. Setiap siswaku mendapatkan tugas menarik untuk membuat tempat cuci tangan dari tempat bekas, baik itu galon bekas, tempat cat bekas dan benda lain yang bisa digunakan untuk membuat tempat cuci tangan. 

 “Nak, ketika kita menghadapi masa pandemi covid-19 ini, kita harus rajin menjaga kebersihan diri kita salah satunya mencuci tangan.”, saya memberi pengantar kepada siswa.

“Buk covid -19 tu nama lain corona yang pernah kita bahas waktu itu, kan Bu?” Tanya siswaku penasaran.  

“Iya, Nak” sambil mengacungkan jempol, “sekarang, karena kita dianjurkan oleh pemerintah untuk belajar di rumah, ibu akan memberikan tugas menarik”, lanjut saya.

“Apa tu Bu?”, tanya siswaku. 

“Coba perhatikan benda apa yang terletak di meja ibu!” sambil menunjuk galon yang memiliki keran di atas meja. 

“Kita bikin tempat minum, Bu?” jawab salah seorang siswa. 

“Bukan, aku melihat di televisi kalau orang menggunakannya di depan rumah untuk cuci tangan”, sela temannya. 

“Jawaban anak ibu keduanya betul, galon itu biasanya digunakan orang untuk tempat minum dan sebagian digunakan tempat cuci tangan karena lebih mudah dan praktis”, saya menegaskan perbedaan jawaban mereka.

“Jadi tugas kami apa, Bu?” Tanya siswaku yang lain. 

“Tugas untuk beberapa minggu ke depan adalah anak ibu akan membuat tempat cuci tangan. Tempat cuci tangan dibuat dari galon bekas, tempat cat bekas maupun benda lain yang bisa digunakan seperti yang ibu bawa tersebut.”, ucapku menjelaskan, “tempat cuci tangan ini dapat anak-anak ibu gunakan di rumah, agar anak ibu dan keluarga bisa menjaga kebersihan tangan.  Tempat cuci tanganya juga bisa di gunakan untuk kita letakkan di depan kelas nanti, ya!.”, ucapku menjelaskan tujuan tugas tersebut.

“Tapi, Bu, kami tidak punya galon di sini, kami minum pakai cerek. Jadi tidak ada galon bekas” jawab  siswaku. 

“Jadi tidak ada satupun anak ibu menggunakan galon?, minumnya airnya direbus, ya?”, tanya saya penuh selidik

 "Iya, Bu, orang tua kami merebus air menggunakan kayu kemudian memasukkan ke dalam cerek” jawab siswaku. 

Aku tidak begitu kaget dengan situasi itu. Karena sekolah tersebut benar-benar berada di atas bukit sehingga disebut "Sekolah di Atas Awan". Wajar saja masih ada yang menggunakan kayu bakar untuk memasak. 

“Oo tidak apa-apa itu, ibu dulu juga minum air rebusan dari kayu bakar, rasanya lebih nikmat. Ya, kan?” tanyaku memastikan mereka agar lebih punya percaya diri. 

“Betul bu.", jawab siswaku.

"Baik lah jika tidak ada galon, anak-anak ibu bisa mencari benda lain berbentuk tabung atau berbentuk kubus yang bisa digunakan untuk membuat tempat cuci tangan.”, saya memberi solusi kepada mereka.

“Alhamdulillah, Ibu baik.”, rayu mereka sambil menggoda. 

Terkadang siswaku terasa seperti teman bagiku karena badan mereka hampir sama besar dengan badanku dan tidak jarang kami saling bercanda. Namun mereka tetap hormat dan selalu berprilaku baik kepadaku. Terkadang terasa seperti orang tua ketika mereka mengeluhkan seribu masalahnya padaku. "Oohh I Miss U anakku!,", aku membatin sambil tersenyum manis.

“Bu!”, anakku kembali mengacungkan tanganya ingin bertanya. 

“Iya, nak, ada apa?”, tanyaku kembali. 

“Kalau kran seperti itu aku tidak punya, Bu, kalau mau dibeli jauh pasar dari sini, Bu.", anakku memprotes lagi.

"Sama, Bu aku juga tidak ada.", jawab siswaku serempak.

“Hhmm bagaimana, ya?”, aku pun berpura-pura berpikir sambil melihat wajah anakku semua. Wajah mereka penuh rasa cemas karena krannya tidak bisa didapat, “begini saja, ibu tahu di sini tidak ada kran air seperti tu. Kita ganti saja dengan selang air. Yang nantinya bisa ditutup lubangnya dengan benda apapun sesuai dengan kreasi anak ibu” jelasku menghilangkan rasa cemas mereka. 

“Ooh baik, Bu, kami mengerti.”, jawab siswaku yang sudah memiliki jalan pikir yang bagus. 

Mereka adalah siswa kelas VI yang tahun ini akan melangkahkan kaki dari sekolah. Mereka adalah insan-insan hebat di tengah keterbatasan. Semangat yang bergelora seperti mentari yang selau menyinari lebih dekat dari sekolah tersebut.  

“Baiklah, tugasnya sudah paham, kan?” tanyaku. 

“Sudah, Bu” jawab siswaku. 

**

Beberapa hari kemudian aku mendapat chat dari anakku yang sudah menggunakan Hp bersama kakaknya. Ia mengirimkan gambar bahwa pekerjaannya selesai. Dan sudah digunakan untuk tempat cuci tangan. Wah begitu senang melihat, ia bisa berkarya meski bahannya seadanya saja dan hasilnya menakjubkan.

"Sukses selalu ya, Nak!. Tetap semangat untuk berkarya.", gumamku dengan hati yang sangat senang sekali. Artinya programku berhasil. Mereka telah mengeluarkan bakat dan keterampilan. Belajar untuk diri sendiri. 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Pembelajaran bermakna.

19 May
Balas

Alhamdulillah Bu, anak-anak senang bisa menghasilkan produk sederhana

19 May

Semangat

20 May
Balas

Insyaallah uni

20 May

Semangat terus ya

19 May
Balas

Baik pak.

19 May

Semakin Rindu anak-anak

19 May
Balas

Iya bunda, semoga covid cepat berlalu Bu.

20 May



search

New Post