Ranny Ristianingsih

Ranny Ristianingsih. Lahir di Cianjur, pada tanggal 3 Agustus 1992. Ranny lulus program Sarjana di Universitas Suryakancana Cianjur program studi Pendidikan Bah...

Selengkapnya
Navigasi Web
Cinta Tanpa Logika Episode 3

Cinta Tanpa Logika Episode 3

Cinta Tanpa Logika

Oleh: Ranny Ristianingsih

Episode 3/4

Aku menutup telepon. Lalu bergegas pergi ke kantor polisi. Udara subuh yang dingin tak terasa karena jantungku kini memompa darah dengan cepat hingga tubuhku terasa begitu panas.

***

“Kami melakukan olah TKP dan uji forensik terhadap bukti yang kami dapat. Kami menemukan rekaman kamera dashboard yang memperlihatkan seseorang mencurigakan masuk ke dalam mobil korban saat sedang terparkir. Kami juga menemukan sidik jari selain korban di tempat-tempat yang mencurigakan di dalam mobil. Selain itu, yang paling mencurigakan adalah penyebab kecelakaan ini yaitu rem mobil blong karena sudah dirusak secara sengaja.” Jelas petugas polisi panjang lebar.

Mendengar penjelasan itu, kakiku lemas. Mulutku ternganga. Bagaimana mungkin ada seseorang yang mencoba mencelakai adikku? Aku tak bisa memikirkan siapa musuh adikku yang tega berbuat seperti ini.

“Begini, kami akan menunjukkan sebuah foto yang kami ambil dari rekaman kamera dashboard. Beri tahu kami jika Anda mengenal orang ini.” Pinta petugas polisi itu.

Aku kaget luar biasa ketika yang polisi perlihatkan adalah foto Hendrik! Ya! Itu Hendrik yang mengendap-endap masuk ke dalam mobil Radit! Entah kali ke berapa, hatiku dilanda rasa sakit yang luar biasa. Cobaan ini begitu bertubi-tubi menimpaku. Polisi segera menenangkanku. Aku kemudian menceritakan siapa Hendrik dan apa masalah di antara aku, Radit, dan Hendrik. Polisi mencatat segala keteranganku. Beberapa petugas lalu bersiap mengatur strategi. Dua di antarannya langsung bergegas mengejar Hendrik yang dikhawatirkan akan segera menghilang. Yang lebih menghancurkan hatiku adalah penjelasan petugas polisi bahwa Hendrik adalah mantan narapidana kasus narkoba. Ia baru keluar dari penjara sekitar dua tahun yang lalu.

Oh, Tuhan. Mengapa ini semua terjadi? Tiba-tiba aku mengutuk diriku sendiri. Mengapa aku begitu ceroboh. Begitu bodoh. Tertipu oleh cinta. Sampai-sampai, kebenaran yang Radit ungkapkan tidak kudengar. Aku malah membuat adikku jatuh ke jurang petaka. Jika Radit tidak selamat, aku akan menanggung nestapa sepanjang sisa usia. Lagi-lagi aku hanya bisa menjatuhkan air mata.

Sekitar lima jam aku berada di kantor polisi untuk memberi kesaksian. Hendrik belum juga dapat ditemukan. Ponselku berdering, menampilkan nomor rumah sakit. Jantungku berdebar kencang. Saat kuangkat, seorang perawat menjelaskan operasi Radit sudah selesai. Aku diminta untuk ke rumah sakit.

Jantungku berpacu seiring langkah kakiku menuju ruang ICU. Sesampainya di sana, ternyata aku hanya boleh melihat Radit dari luar ruangan. Ruangan itu hanya dibatasi oleh kaca yang sangat besar. Hatiku teriris melihat Radit yang terbujur di atas ranjang. Wajah tampannya bengkak dan menghitam. Selang pernafasan tersambung melalui hidung dan mulutnya. Dadanya terkoneksi dengan monitor melalui kabel-kabel, membuat hatiku terlika. Hanya suara pada monitor itulah yang menandakan bahwa Radit masih hidup dan bertahan.

Sesosok pria berjubah putih menghampiriku.

“Anda wali pasien?” tanyanya.

“Ya, saya kakaknya, Dok. Bagaimana keadaan adik saya?”

“Sejauh ini, dia beruntung bisa melewati masa kritis di meja operasi. Luka yang paling parah adalah di kepalanya. Kepalanya mengalami benturan yang sangat keras, hingga mengalami pendarahan hebat. Kami berusaha semampu yang kami bisa. Tapi, untuk hasilnya, kita harus melihat kondisi setelah ia sadar.”

“Kapan ia akan sadar, Dok?”

“Sayang sekali, kami tidak bisa memberikan kepastian. Luka yang dialami pasien sangat parah. Kita perlu banyak berdoa.”

Jawaban dokter itu membuatku kehilangan akal. Aku menangis sejadi-jadinya hingga tersungkur ke lantai. Rasanya, sakit hati ini lebih menyiksa dibanding saat kehilangan Mama dan Papa dulu. Betapa tidak, jika kini Radit ikut tiada, aku akan menjadi sebatang kara di dunia. Seorang perawat meraihku membantuku berdiri.

Tiba-tiba, suara dari monitor Radit berbunyi nyaring. Para perawat serta dokter yang tadi menjelaskan kepadaku tentang kondisi Radit menjadi panik. ......................

#Ya ampun, Radit kenapa ya??? Yang penasaran angkat tangan, donk! Tunggu cerita selanjutnya besok, ya... jangan lupa kritik dan sarannya..... terima kasih.... \(‘o’)/#

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post