Raodah.M.Nuh

Seoarang guru TK di TKN Pembina di Lombok Tengah, berkenalan dengan Media Guru bulan April 2017 lalu, perkenalan yang menghadirkan sejuta rasa, rasa semanis mad...

Selengkapnya
Navigasi Web
Memupuk Sikap Menerima dan Menghargai Kebinekaan Pada Anak PAUD Melalui Kegiatan Main

Memupuk Sikap Menerima dan Menghargai Kebinekaan Pada Anak PAUD Melalui Kegiatan Main

Tugas 1 Pembekalan Fasilitator Baik

Oleh: Raodah

“Pakai jilbab, pakai jilbab, pakai jilbab, tidak pakai jilbab … buang!”

Begitu saya mendengar dialog tersebut, saya langsung terperangah dan menghentikan aktifitas. Saya perhatikan lagi sekelompok anak Perempuan yang sedang asyik bermain di teras sekolah. Sekelompok anak usia 5 sampai 6 tahunan itu kembali duduk melingkar. Kali ini yang menjadi fokus mainnya adalah warna sepatu.

“Sepatu merah, Sepatu merah, Sepatu merah, Sepatu biru … buang!”

Setelahnya baru saya faham betul aturan permainan yang sedang mereka lakoni. Ternyata kata kuncinya adalah “sama” dan “tidak sama”. Jika ada satu yang tidak sama dari yang lainnya maka akan di”buang”, artinya dia harus keluar lingkaran. Sama dan tidak sama itu tergantung dari fokus permainan, bisa pakaian, bisa aksesoris yang dipakai, bisa juga jenis kelamin atau apapun.

Dari permainan anak PAUD diatas, membuat saya berpikir tentang pembentukan karakter pada anak usia dini. Mungkin saja orang akan menganggap hal itu sepele, hanya sebuah permainan anak. Namun bukankah anak usia dini memang belajar dengan cara bermain? Seperti yang dipaparkan oleh Muhammad Fadillah dalam bukunya Bermain dan Permainan, bahwa bermain adalah kebutuhan alamiah anak usia dini, selain sebagai aktifitas bersenang-senang, bermain juga untuk belajar. Dengan kata lain, dengan bermain anak mengalami proses pembelajaran.

Dari sebuah aktifitas bermain, mereka mendapat pengalaman, penambahan wawasan dan pengetahuan. Lalu bagaimana jadinya jika permainan-permainan yang mereka lakoni justru dari sana mereka mendapatkan wawasan yang salah. Seperti permainan diatas misalnya, bisa jadi membentuk pola pikir mereka bahwa “yang beda harus dibuang”. Dari sinilah kita sebagai guru dan juga orang tua dari anak-anak usia dini, seyogyanya selalu ikut terlibat dalam aktifitas bermain anak. Pemilihan jenis permainan, lalu saat mereka lakoni kegiatan bermain tersebut, adalah proses pembelajaran yang tidak bisa kita abaikan. Memberikan kebebasan yang terkontrol, yakni membiarkan anak memilih permainan (kalau dalam pembelajaran PAUD biasa disebut kegiatan main), tapi tetap berada dalam pengawasan orang tua atau guru. Kira-kira seperti itulah yang dimaksudkan oleh Ki Hadjar Dewantara pada tulisannya tentang konsep-konsep Pendidikan (modul 1.1 pada Pendidikan Guru Penggerak).

Kembali ke permainan yang khususnya untuk menanamkan pemahaman tentang kebhinekaan, di bangku PAUD, guru perlu menciptakan permainan-permainan untuk menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan anak, dengan menyisipkan konsep kebhinekaan di sana. Berdasarkan pengalaman menjadi pendidik di TK, bermain peran atau sosiodrama cukup efektif untuk menanamkan nilai-nilai kebajikan kepada anak usia PAUD. Bermain sosiodrama dengan skenario dari guru, adalah praktik yang biasa kami lakukan. Tekniknya seperti ini, sebelum mulai bermain sosiodrama atau main peran tersebut, guru menyuguhkan cerita, baik dengan bercerita langsung atau menyuguhkan video atau juga bisa dengan membacakan cerita yang ada di buku. Setelah selesai, barulah guru mengajak anak untuk bermain peran dengan mengambil tema yang sama dengan cerita yang baru saja didengar atau ditonton. Lalu anak akan mengekspresikan kemampuan aktingnya dengan terinspirasi dari cerita atau kisah yang ia dengar atau tonton sebelumnya.

Demikian juga jika permainan bermain peran atau sosiodrama ini, akan dijadikan strategi belajar oleh guru dalam memberikan pemahaman kepada anak PAUD bahwa bhineka itu biasa dan harus disikapi dengan baik, maka sebelum bermain peran, guru suguhkan dulu cerita atau kisah anak-anak yang sudah mampu bersikap baik dalam memaknai Bhineka Tunggal Ika. Karena bukankah anak-anak sangat mudah meniru? Jadi, jika ingin anak-anak berperilaku baik, maka perlihatkan dan perdengarkan hal-hal yang baik untuk mereka tiru.

Sekali lagi, mungkin itu terlihat sepele. Seperti saat ada permainan yang perlahan menanamkan pemahaman kepada anak bahwa berbeda itu hal biasa dan bukan masalah serta harus disikapi dengan baik. Contohnya perbedaan warna Sepatu, perbedaan jenis rambut, perbedaan model pakaian dan lain sebagainya. Dengan memahami dan menerima perbedaan pada hal-hal kecil itu di usia dini, kelak saat dewasa, mereka akan mudah menerima kebhinekaan dalam hal-hal besar seperti kebhinekaan agama, suku, bahasa dan lainnya, semoga Allah mudahkan usaha guru dan orang tua dalam menanamkan nilai-nilai yang baik kepada anak-anak.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap

30 Mar
Balas

Terimakasih pak Sandi

30 Mar



search

New Post