Ratna Dewi,S.Pd,M.Si

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

LIFE SKILL PROGRAM UNGGULAN MADRASAHKU . Tantangan Ke 5

Sejarah Nata de coco

Kelapa (Cocos nucifera L) di juluki sebagai pohon kehidupan. Hampir seluruh bagian tanaman ini mempunyai nilai ekonomis, mulai dari daging buah, air, tempurung, sabut, batang dan daun. Meskipun demikian belum semuanya dimanfaatkan secara optimal. Sebagai contoh, air kepala yang berasal dari industri pengolahan kopra merupakan bahan yang dibuang begitu saja, karena air kelapa sudah tua tidak manis lagi dan tidak segar seperti air kelapa muda. Air kelapa itu menumpuk dan menimbulkan bau busuk, sehingga membuat lingkungan tercemar. Air kelapa masih bisa ditingkatkan nilai ekonomisnya untuk industri Nata de coco (Saragih, 2004:1).

Nata adalah produk hasil fermentasi menggunakan Mikroba Azetobacter xylinum (Suryani, 2005:5), kata nata berasal dari bahasa Spanyol yaitu nadir yang berarti berenang. Dengan lain kata, nata ini berasal dari bahasa latin natare, artinya terapung (Saragih, 2004:2), menurut Hasbullah (2002) nata adalah selulosa yang disintesis oleh bakteri Azetobacter xylinum dari gula berbentuk agar, berwarna putih dan mengandung air sekitar 98%.

Azetobacter xylinum merupakan bakteri asam asetat yang jika ditumbuhkan pada medium yang tepat, akan menghasilkan asam cuka atau asam asetat yang membentuk lapisan putih yang terapung dipermukaan medium, lapisan itu yang dikenal dengan Nata (Saragih, 2004:4)

Fermentasi dalam memperoduksi Nata de coco termasuk fermentasi sederhana dan bisa dilakukan di rumah tangga.

Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktifitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan pangan tersebut. Hasil-hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis bahan pangan (Substrat) madam mikroba dan kondisi lingkungan disekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut (Winarno, 1982:59). Fermentasi dilakukan oleh mikoorganisme tersebut membutuhkan sumber energi untuk hidup. Sumber energi diperoleh dari substrat dimana mikoorganisme tersebut berada. Sumber energi yang paling banyak digunakan adalah glukosa (Buckle and Edward 1987,92)

Pada proses pembentukan Nata de coco digunakan starter berupa bakteri Azetobacter xylinum. Azetobacter xylinum akan membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon (C) dan nitrogen (N). bakteri akan menghasilkan enzim ekstra siluler yang dapat menyusun (mempolimerasi) zat gula menjadi ribuan rantai (homopolimer) serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh dalam air kelapa tersebut akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut Nata (Paambayun, 2002:12)

D. KLASIFIKASI NATA

a. Nata dari air kelapa (Nata de coco)

Pohon kelapa (Cocos nucifera) adalah tanaman perkebunan yang banyak tersebar di wilayah tropis. Produk utamanya adalah kopra, yang berasal dari daging buah yang dikeringkan. Pohon kelapa yang telah ditebang akan menjadi limbah yang merugikan bagi perkebunan tersebut karena akan menjadi sarang bagi perkembangbiakan kumbang badak (Oryctes rhinoceros) yang termasuk hama utama perkebunan kelapa di sekitarnya. Namun karena ketersediaan kayu yang semakin terbatas, batang kelapa mulai banyak dimanfaatkan sebagai pengganti kayu sehingga pembuangan limbah dapat dikurangi (Arancon, 1997).

Tanaman kelapa digolongkan atas 2 tipe, yaitu kelapa tipe Dalam dan tipe Genjah. Kelapa tipe Dalam umumnya memiliki batang yang tinggi sekitar 15 meter dan bagian pangkal membengkak (disebut bol), mahkota daun terbuka penuh berkisar 30 – 40 daun, panjang daun berkisar 5 – 7 meter, berbunga pertama lambat berkisar 7 – 10 tahun setelah tanam, buah masak sekitar 12 bulan setelah penyerbukan, umur tanaman dapat mencapai 80 – 90 tahun, lebih toleran terhadap macam-macam jenis tanah dan kondisi iklim, kualitas kopra dan minyak serta sabut umumnya baik, pada umumnya menyerbuk silang (Rompas, 1989).

Klasifikasi tanaman kelapa

Kingdom

Plantae

Sub Kingdom

Tracheobionta

Super Divisi

Spermatophyta

Divisi

Magnoliophyta

Kelas

Liliopsida

Sub kelas

Arecidae

Ordo

Arecales

Famili

Arecaceae

Genus

Cocos

Spesies

Cocos nucifera

(Sumber : Fredi Kurniawan,2015)

Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan adalah :

· Hot Plate (boleh diganti dengan kompor)

· Saringan

· Gelas ukur

· Wadah plastik kecil

· Batang pengaduk

· Tali rapia

· Kertas lakmus

Bahan-bahan yang digunakan pertama:

· Air Kelapa 1 (satu) liter/ 1000 ml

· ZA 4 gram/1 sendok makan

· Asam Asetat 5 ml

· Gula 10 gram/ 1 sendok makan

· Startur nata Azetobakter xylinum 100-120 ml

( Sumber : Helfi Albirida, 2006)

Bahan-bahan yang digunakan kedua:

· Air Kelapa 1 (satu) liter/ 1000 ml

· Tauge 200 ml

· Asam Asetat 10 ml

· Gula 1 sendok makan

· Startar nata Azetobakter xylinum 100-120 ml

Prosedur Kerja

Saring kelapa dengan penyaring kemudian rebus di atas kompor. Setelah hampir mendidih masukan gula pasir 10 g/l, ZA 4 g/l asam asetat glasial 5 ml/selanjutnya didihkan. Setelah mendidih, masukkan dalam wadah plastik ukuran 21 x 16 cm sebanyak 500 ml. tutup dengan kertas koran dan diikat dengan tali rafia lalu dinginkan. Setelah benar-benar dingin masukkan Azetobacter xylinum sebanyak 50-60 ml. tempatkan di tempat yang aman dan jangan tergoyang. Setelah 7-10 air kelapa telah berubah menjadi Nata de coco.

Buang lapisan atas dan bawah Nata de coco, selanjutnya dipotong kecil-kecil berbentuk kubus. Potongan nata tersebut dicuci beberapa kali dan direndam dalam air selam 1-2 malam (untuk menghilangkan bau asam, ar rendaman diganti setiap hari). Pada hari berikutnya nata direbus dengan air mendidih dan tiriskan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Biologi LIPI, kandungan gizi nata de coco per 100 gram nata mengandung 80% air, 20 gram karbohidrat, 146 kal kalori,20 gram lemak, 12 mg kalsium, 2 mg fosfoT dan 0,5 mg ferrum (besi). Sedangkan kandungan gizi 100 gram nata de coco yang dikonsumsi dengan sirup adalah 67 7% air, 12 mg kalsium, 0,2% lemak, 2 rng fosfor Gurnlah yang sarna untuk vitamin B1 dan protein), 5 rng zat besi dan 0,01 flg (mikrogram) riboflavin.

Kandungan nutrisi dalam nata de coco tidak terialu tinggi, terutama kalori. Maka, nata de coco baik untuk dikonsumsi oleh orang yang menjalani diet rendah kalori. Apalagi, nata de coco kaya akan serat yang bermanfaat untuk melancarkan pencemaan. Jika mengalami sembelit atau konstipasi, dapat mengkonsumsi nata de coco.

Menurut hasil penelitian dari Kurdanti dkk. (2015) menyatakan bahwa remaja usia 10-18 tahun di Indonesia mengalami obesitas. Faktor-faktor penyebab obesitas karena aktivitas fisik yang kurang, memiliki orang tua dengan status obesitas, tidak sarapan dan sering mengonsumsi fast food yang kurang kandungan gizinya. Nata de coco menjadi salah satu pilihan makanan pendamping yang kaya akan serat sehingga dapat dikonsumsi untuk mengurangi obesitas. Nata de coco juga memainkan peran yang penting dalam mengatur sistem imun, sehingga dapat mencegah konstipasi, hemoroid, menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler, diabetes dan obesitas (Palmer dkk., 2008). Mesomya dkk. (2006) juga menyatakan bahwa makanan seperti jangung manis, buncis dan Nata de coco dapat menurunkan serum total triglyceride (TG) dan total cholesterol (TC) pada pasien penderita hyperlipidemic.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat berdampak pula pada prospek Nata de coco. Nata de coco yang biasanya hanya digunakan sebagai makanan pelengkap seperti sajian makanan minuman, sekarang mengalami pergeseran manfaat yang sangat prospek untuk dikembangkan. Pambayun (2002) menyatakan bahwa nata dapat dimanfaatkan sebagai upaya diversifikasi pangan dan pembuatan chip elektronik. Penggunaan nata sebagai chip lebih ramah lingkungan sehingga aman untuk kesehatan serta tidak mencemari lingkungan.

Prospek nata lainnya diketahui bahwa nata dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kertas yang ramah lingkungan (Sijabat, 2017). Hasil penelitian Syamsu, dkk. (2012), menyebutkan bahwa dengan pengembangan produksi selulosa mikrobial seluas 100 ha dapat mengganti pohon Acacia sebanyak 1.973.116 tegakan per tahun atau setara dengan lahan hutan seluas 1.183,63 ha/ tahun.

Penelitian lanjutan dilakukan oleh Syamsu (2014) diperoleh hasil bahwa nata dapat dimanfaatkan sebagai biofilm dan bioplastic. Trend di masa depan, konsep go green akan terus berkembang, oleh karena itu bioplastic akan menggeser plastik-plastik non biodegedrable (tidak dapat diurai).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa pembuatan nata sangat prospek untuk dikembangkan baik untuk skala konsumsi atau produk lainnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Tauge diblender saring kemudian ambil airnya lalu dimasak sama bahan yg lain

03 Apr
Balas

Taugenya diapakan bu?

03 Apr
Balas



search

New Post