Ratna Mizan

Adalah guru Bahasa Inggris sekaligus Kepala Perpustakaan di MAN Kota Blitar, Jawa Timur. Alumni Magister Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Malang tah...

Selengkapnya
Navigasi Web
Deja Vu Pramukaku

Deja Vu Pramukaku

Pagi ini, madrasahku disibukkan dengan persiapan pembukaan kegiatan Penerimaan Tamu Ambalan (PTA). Kegiatan rutin setiap tahun setelah usai masa orientasi. Di saat mengikuti kegiatan pembukaan tersebut muncul kilasan memori tentang aktivitas pramuka di masa lalu. Sejujurnya, di masa lalu aku termasuk anak yang hiperaktif. Banyak sekali kegiatan yang aku ikuti. Jangan ditanya kenapa. Karena jawabanku selalu sama, "Ya kepengen aja." Salah satu kegiatan yang aku suka saat usia sekolah dasar adalah pramuka. Sekuat apapun almarhumah ibuku mencegah, bahkan beliau sempat mendaftarkan ku pada grup seni tari, aku tetap suka dengan kegiatan membolang.

Ada saat dimana aku tetap tersenyum saat mengingatnya. Saat aku mengikuti lomba kepramukaan di Trowulan, Mojokerto. Saat itu aku masih kelas dua SD. Tidak terpikir bagaimana nantinya disana, yang jelas keinginan untuk ikut berkemah telah meluap. Dan beberapa kejadian lucu terjadilah. Kejadian pertama, saat kelompok pramuka kami melakukan kegiatan penjelajahan. Hanya satu anak yang boleh tinggal di tenda sebagai penjaga. Otomatis, harus bersedia memasak untuk anggota kelompok lainnya. Kami bertanya beberapa kali kepada teman tersebut. Dan jawabannya sama, dia siap untuk tinggal di tenda dan menyiapkan makanan. Akhirnya kami tinggalkan teman tersebut tanpa berpikir panjang. Penjelajahan yang kami lakukan betul-betul menguras tenaga, terutama bagi siswa seusia kami. Setelah lelah menjelajah kami pun kembali ke tenda. Awalnya, kami tidak berpikir apapun saat kami ingin makan. Akan tetapi keanehan muncul saat lauk mulai masuk ke mulut. Kenapa ikan bandeng goreng yang kami makan amisnya benar-benar luar biasa. Kami tanyakan kepada teman yang memasaknya. Ternyata dia hanya mencuci, memotong dan menggoreng bandeng tersebut. Tanpa menghilangkan isinya, disitulah sumber keamisan lauk kami. Teman tersebut menceritakan tanpa rasa bersalah. Tidak ada keinginan untuk mendebat, kami sudah benar-benar kelaparan. Akhirnya kami keluar tenda. Untungnya ada penjual bakso di sekitar area perkemahan. Kami semua bergegas membeli bakso, sebelum sakit perut karena kelaparan.

Sampai sekarang aku masih mengingat kejadian tersebut. Ada perbedaan antara perkemahan serta perlakuan dari pembina ataupun orang tua. Seingatku, saat kami mengikuti kegiatan kepramukaan di luar rumah. Orang tua hanya memberikan bekal sesuai instruksi, larangan untuk berkunjung benar-benar dipatuhi. Tapi kini, saat anak mengikuti kegiatan perkemahan sabtu minggu (persami), orang tua akan sibuk sendiri. Berbagai bekal seakan tidak cukup, mereka sibuk mencuri waktu mengunjungi. Bahkan akan rela mendebat pembina dan sebagainya jika ada hal-hal yang tidak terpenuhi bagi sang buah hati, seakan melupakan bahwa tujuan persami untuk belajar hidup mandiri. Ternyata, ada banyak pola pendidikan untuk anak kita tercinta yang masih perlu kita instropeksi. Adakah yang merasakan hal yang serupa? Mari kita sama merasa.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post