#tantangan gurusiana hari keduabelas

Baru saja aku membeli soto di gang depan. Menyeberangi jalan desa yang penuh lalu lalang kendaraan. Cukup lama. Sebab agak padat kalau selepas Magrib begini. Banyak yang pulang kerja, belanja atau sekadar keluar rumah mencari menu makan malam bersama keluarga.

Sambil menanti soto dipanaskan, aku menatap ke jalan. Di depan sana ada salon kecantikan. Ada yang tengah _nyalon_ potong rambut. Tetiba saja terlintas shirat di pikiranku.

Ya, shirat. Titian serambut dibelah tujuh. Rambut kita saja sudah sedemikian kecil dan tipis. Bayangkan bagaimana jika dibelah tujuh? Bagaimana cara kita bisa melewatinya dengan selamat?

Sementara di bawah sana api neraka bagai garputala menyambar mangsanya?

Allahu Rabbi.

Bergetar hatiku.

Membasah mataku.

Terbayang kembali putaran film perjalananku yang tak bersih. Penuh trik dan tipu daya, dusta, kelicikan, sandiwara, caci maki, sumpah serapah bahkan dendam membara di dada.

Bagaimana dengan mata hamba?

Bagaimana dengan tangan dan kaki hamba?

Bagaimana dengan otak, hati hamba?

Saat lidah terkunci,

Kita bisa apa?

Astagfirullah.

Mohon kiranya Engkau berkenan mengampuni hamba.

Jika selama ini hamba berbuat zalim kepada tubuh hamba sendiri.

Tidak melaksanakan hak istirahat kepada tubuh hamba.

Memaksa otak terus berpikir di zaman sulit ini.

Memaksa mata menatap layar kotak demi sesuap nasi.

Ampunilah hamba, yaa Rahmaan.

Ampunilah hamba.

Basah hatiku.

Basah mataku.

Allahu Rabbi.

Semoga masih ada waktu esok hari bagi hamba bangun, dan memperbaiki diri.

Aamiin.

****

Ungaran, 25 Januari 2021