Retno Indrarsih

Retno Indrarsih Soerono, guru di SMP Harapan baru kota Bekasi, hobi membaca dan menulis, beberapa karya telah diterbitkan dalam bentuk antologi bersama....

Selengkapnya
Navigasi Web
Chairil Anwar di Mata Seorang Awam Tagurharike-9

Chairil Anwar di Mata Seorang Awam Tagurharike-9

Perkenalan saya dengan Chairil Anwar dan karyanya bermula ketika saya duduk di kelas empat SD, sekitar tahun 1978. Saat itu saya membaca sebuah cerpen anak di majalah Si Kuncung tentang lomba membaca puisi, di situ diceritakan si tokoh mengikuti lomba membaca puisi dengan judul “Aku” karya Chairil Anwar, saya yang waktu itu mulai suka membaca puisi merasa takjub dengan puisi tersebut yang teksnya turut disertakan dalam cerita. Sejak itu saya penasaran tentang Chairil Anwar dan berusaha mencari karya-karya Chairil yang lainnya. Sampai suatu ketika saya melihat album foto milik kakak pembina Pramuka, ada foto si Kakak sedang berada di sebuah makam pahlawan dan di tembok makam itu terdapat cuplikan puisi Krawang Bekasi, saya semakin penasaran, Retno kecil begitu terpesona dengan kata-kata yang dirangkai oleh Chairil Anwar.

Di SMP saya semakin jatuh cinta dengan Chairil Anwar, hampir di setiap kegiatan pentas seni di sekolah maupun di Pramuka, saya selalu tampil dengan karya –karya Chairil Anwar seperti Krawang Bekasi, Doa dan Diponegoro. Saat itu saya mulai bercita-cita menjadi penyair, walau takdir berkata lain. Lho....saya malah cerita tentang diri saya sendiri, maaf ya teman ini bagian dari narsisnya saya. Di sini saya ingin sedikit mengulas karya Chairil Anwar, tentunya dari kaca mata saya yang awam dengan dunia sastra.

Mengenal Chairil Anwar

Chairil Anwar lahir di Medan 26 Juli tahun 1922 dan meninggal di Jakarta 28 April 1949, pada usia 27 tahun. Chairil yang berpendidikan MULO tetapi tidak tamat, pernah menjadi redaktur “Gelanggang” (ruang kebudayaan Siasat, 1948-1949) dan Redaktur Gema Suasana (1949).

Beberapa Kumpulan sajaknya antara lain Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949), dan Tiga Menguak Takdir (bersama Rivai Apin dan Asrul Sani, 1950). Sajak-sajaknya yang lain adalah sajak terjemahan dan beberapa prosa yang dihimpun oleh HB Yasin dalam buku Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45 (1956). Selain menulis sajak Chairil pun menerjemahkan. Di antara terjemahannya : Pulanglah Ia si Anak Hilang (karya Andre Gide, 1948) dan Kena Gempur (karya John Steinbeck, 1951).

Sajak-sajak Chairil Anwar banyak diterjemahkan dalam Bahasa Inggris dan bahasa Jerman. Chairil di anggap sebagai pelopor “Angkatan 45” dalam sastra Indonesia.

Karya Chairil Anwar di Mata Saya

Membaca sajak-sajak Chairil Anwar, selalu menimbulkan decak kagum , kata-kata yang menurut saya sangat indah dan menimbulkan kesan yang dalam, kalau anak sekarang mengatakan,”dalem ... ” mari kita simak cuplikan dari puisi Krawang Bekasi berikut,

....................................

Kami cuma tulang-tulang berserakan

Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan

atau tidak untuk apa-apa,

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata

Kaulah sekarang yang berkata

.................................

Ini adalah bagian yang paling menarik dari puisi Krawang Bekasi menurut saya, kekuatan pada diksinya memberikan kesan yang mendalam, saya selalu merinding setiap kali membaca bagian ini, nada dan rasa dari puisi ini terlihat jelas, memudahkan pembaca untuk memahami isi , menentukan intonasi dan ekspresi yang tepat.

Kita simak puisinya yang lain

DOA

kepada pemeluk teguh

Tuhanku

Dalam termenung

Aku masih menyebut nama-Mu

Biar susah sungguh

Mengingat Kau penuh seluruh

Caya-Mu panas suci

Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

Aku hilang bentuk

Remuk

Tuhanku

Aku mengembara di negeri asing

Tuhanku

Di Pintu-Mu aku mengetuk

Pencarian Chairil pada Tuhannya, kepasrahan sangat terasa, keindahan puisi ini didukung dengan unsur rima yang menonjol. Pilihan kata yang tepat, keefektifan kalimat di setiap lariknya tidak mengurangi makna tetapi justru menimbulkan kesan khusyuk.

Chairil Anwar dan karyanya tak akan lapuk di makan waktu, sampai sekarang 71 tahun setelah kematiannya karyanya masih disukai, masih dibicarakan, dan masih menjadi puisi wajib pada beberapa lomba. Kekuatan pada diksi dan kebebasan Chairil dalam mengekspresikan perasaannya membuat karyanya mudah dipahami dan disukai pembaca pada zamannya pun masa-masa setelahnya. Chairil Anwar memang tidak berumur panjang, penyakit yang dideritanya membuatnya meninggal di usia muda 27 tahun, tapi karya yang ditinggalkan luar biasa, dan namanya akan terus dikenang dalam sejarah sastra Indonesia, seperti apa yang dikatakannya dalam Puisi Diponegoro,

...............................

Sekali berarti

Sudah itu mati

.................................

Sumber : Anwar, Chairil. 2011. Aku Ini Binatang Jalang. Jakarta : Kompas Graha Media

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terima kasih semoga bermanfaat

14 Jul
Balas

Opininya mengena, membuat saya makin terpesona akan karya Chairil Anwar.

14 Jul
Balas

Terima kasih, semoga bermanfaat

14 Jul

Opininya mengena, membuat saya makin terpesona akan karya Chairil Anwar.

14 Jul
Balas

Saya yg hanya tau tentang puisinya Chairil Anwar yg berjudul "aku". Dengan adanya tulisan ini. Menjadi lebih tau. Bahwa ada tulisan tulisan Chairil Anwar memang patut diapresiasi.

14 Jul
Balas

Terima kasih semoga bermanfaat

14 Jul

Si Binatang Jalang....yg pergi pada usia muda. Namun citranya melekat pada jiwa jiwa muda.

15 Jul
Balas

Yang bikin saya terpana adalah diksinys yang tak lekang dimakan zaman

15 Jul



search

New Post