Retno Indrarsih

Retno Indrarsih Soerono, guru di SMP Harapan baru kota Bekasi, hobi membaca dan menulis, beberapa karya telah diterbitkan dalam bentuk antologi bersama....

Selengkapnya
Navigasi Web
WIJI THUKUL ,Kekuatan Sebuah PuisiTagurharike-4

WIJI THUKUL ,Kekuatan Sebuah PuisiTagurharike-4

SEBUAH PUISI

Mengenang WIJI THUKUL

 

Wiji Thukul, bernama asli Widji Widodo dilahirkan di Solo 26 Agustus 1963. Dia lahir dari keluarga penarik becak. Berhenti sekolah untuk bekerja agar adik-adiknya bisa melanjutkan sekolah. Ia sendiri menggelandang, mendirikan grup teater, mengamen puisi ke kampung dan kota-kota, lalu ia menjadi aktifis pembela buruh. Namanya ada di barisan demonstran Kedungombo, Sritex, dan sejumlah demonstrasi  besar di Solo. Setelah masuk Partai Rakyat Demokratik (PRD), ia hijrah ke Jakarta menjelang reformasi 1998. Ia hilang tak tentu rimba. Tapi puisinya abadi dan menjadi teriakan wajib para demonstran , “Hanya ada satu kata: Lawan!”

 

PERINGATAN

 

Jika rakyat pergi 

Ketika penguasa pidato 

Kita harus hati-hati 

Barangkali mereka putus asa

 

Kalau rakyat bersembunyi 

Dan berbisik-bisik 

Ketika membicarakan masalahnya sendiri 

Penguasa harus waspada dan belajar mendengar

 

Bila rakyat berani mengeluh 

Itu artinya sudah gawat 

Dan bila omongan penguasa 

Tidak boleh dibantah Kebenaran pasti terancam

 

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang 

Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan 

Dituduh subversif dan mengganggu keamanan Maka hanya ada satu kata: lawan!.

 

(Wiji Thukul, 1986)

 

SAJAK SUARA 

 

sesungguhnya suara itu tak bisa diredam

mulut bisa dibungkam

namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang

dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku

 

suara-suara itu tak bisa dipenjarakan

di sana bersemayam kemerdekaan

apabila engkau memaksa diam

aku siapkan untukmu : pemberontakan!

 

sesungguhnya suara itu bukan perampok

yang merayakan hartamu

ia ingin bicara

mengapa kaukokang senjata

dan gemetar ketika suara-suara itu

menuntut keadilan?

 

sesungguhnya suara itu akan menjadi kata

ia yang mengajari aku untuk bertanya

dan pada akhirnya tidak bisa tidak

engkau harus menjawabnya

apabila engkau tetap bertahan

aku akan memburumu seperti kutukan

 

Sumber :- Majalah Tempo, Edisi 13-19 Mei 2013

               - Google

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

wuih terima kasih infonya Bunda...

12 Jul
Balas

Mantap. Terimakasih infonya bun

09 Jul
Balas

Sama-sama Bu Hajah @Nurmani

09 Jul

Siip..kita warisi jiwa perangnya terhadap ketidakadilan. Sukses Bunda...

09 Jul
Balas

Tidak semua orang ingin berada di zona aman, harus ada yang berani mendobrak walau mungkin nyawa taruhannya, terima kasih, Pak @Agus Salim

09 Jul

Mksih infonya Bu..luar biasa

09 Jul
Balas

Sama-sama terima kasih

09 Jul

Itulah kekuatan penulis,,,jasad boleh pergi, tapi nama besar dan karya akan tetap hidup selamanya....semoga Alloh menempatkan Widji bersama pahlawan pahlawan pembela keadilan lainnya.

09 Jul
Balas

Aamiin..., Sampai dengan sekarsng keluarganya masih belum tahu di mana ia dimakamkan, atsu masih hidupkah? Jika ada ketidak adilan, satu kata "lawan!"

09 Jul



search

New Post