Retno Kusumo Wardani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Ibu

Andai Kau Tahu

(Ibu)

Oleh : Retno Kusumo Wardani

Jam 11 malam, Rayhan belum juga pulang. Kemana anak ini? Tidak biasanya dia pulang selarut ini?

Bu Aisyah melangkah menuju pintu, melongok keluar berharap melihat Rayhan pulang, namun yang ditunggunya tidak juga datang. Kembali Bu Aisyah duduk di depan TV, memindah chanel TV sambil sesekali pandangan matanya mengarah ke pintu. Acara musik di TV sama sekali tidak dinikmatinya.

Brak!!!

Terdengar bunyi pintu dibuka dengan kasar. Bu Aisyah segera beranjak dari sofa.

“Astaghfirullah…,” Bu Aisyah ternganga tak percaya. Di depannya, Rayhan anak semata wayang yang ditunggu kepulangannya dari sore tadi berjalan terhuyung! Rayhan, anak yang selama ini dibanggakannya, anak penurut dan sholeh …?!

“Rayhan, apa-apaan kamu?!” bentak Bu Aisyah emosi. “Kamu mabok ya?”

“Aargh … apa pedulimu?” jawab Rayhan sambil mengibaskan tangan ibunya.

“Rayhan!”

“Masih ingat punya anak aku?” tanya Rayhan sinis dengan masih sempoyongan.

Seketika Bu Aisyah emosi. Sapu yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri disambar dan dipukulkan ke pantat Rayhan. Rayhan hanya menatap kosong, kemudian berjalan masuk ke kamarnya.

Bu Aisyah terduduk lemas di sofa menatap pintu kamar Rayhan.

“Kenapa kamu jadi begini, Nak?” ratapnya sedih.

Jam menunjukan pukul 6.00 pagi, Bu Aisyah yang sudah berdandan rapi masuk ke kamar Rayhan. Rayhan masih tidur pulas. Bu Aisyah mendekatinya, membelai rambutnya, kemudian mencium pipinya.

“Maafin Ibu, sayang.” bisiknya lembut.

Rayhan tak bergeming. Mungkin efek mabok semalam. Bu Aisyah tidak tega membangunkannya. Diciumnya kening Rayhan sebelum beranjak keluar kamar. Ada sesal yang merasuk ke jiwanya karena kejadian semalam.

“Maafkan Ibu,” bisiknya sekali lagi, kemudian keluar dari kamar.

Di meja makan, Bu Aisyah menyiapkan sarapan untuk Rayhan. Biasanya Rayhan suka sekali makan roti tawar dengan selai coklat. Susu UHT dituangkan di mug kesayangan Rayhan.

Mug itu bergambar foto Rayhan saat masih kecil diapit ayah ibunya. Sampai sekarang Rayhan selalu minum menggunakan mug itu. Saking sayangnya, Rayhan akan sangat marah bila melihat orang lain memakai mugnya.

Bu Aisyah memandang foto dalam mug itu lagi. Kebahagiaan dalam mug itu sekarang tinggal kenangan. Keluarga kecilnya tak lagi utuh. Ayah Rayhan tak ada lagi di antara mereka. Laki-laki itu telah pergi dari kehidupan Bu Aisyah dan Rayhan karena memilih bersama keluarga barunya.

Dan kini, Bu Aisyah harus berjuang sendiri untuk mendidik dan membiayai Rayhan. Beruntung, berbekal keterampilan menjahit dan mendesain baju, akhirnya Bu Aisyah bisa diterima bekerja di salah satu butik ternama. Karena tempatnya lumayan jauh dari rumah, Bu Aisyah harus berangkat pagi-pagi sekali. Itulah kenapa sekarang Bu Aisyah tidak pernah lagi bisa sarapan bersama Rayhan. Namun, Bu Aisyah selalu tetap berusaha menyiapkan sarapan untuk Rayhan, seperti pagi ini.

Tidak jarang saat malam Bu Aisyah baru pulang larut, saat Rayhan sudah tertidur. Ini semua Bu Aisyah lakukan untuk Rayhan, karena mantan suaminya sama sekali tidak pernah memberinya nafkah sejak putusan cerai dijatuhkan.

Jam 06.00 pagi, bergegas Bu Aisyah siap-siap berangkat kerja. Dipandanginya pintu kamar Rayhan. Masih sepi, mungkin belum bangun. Bu Aisyah meletakan uang di meja makan dekat sarapan yang disiapkan untuk Rayhan. Itu adalah uang saku Rayhan hari ini. Dari dulu Bu Aisyah selalu memberi Rayhan uang saku harian, tujuannya agar bisa mengontrol pengeluaran Rayhan.

Jam 15.00. Hari ini Bu Aisyah pulang lebih awal. Pekerjaannya di butik tidak terlalu banyak. Sambil menunggu Rayhan, Bu Aisyah merapikan kamar tidur Rayhan. Sesuatu yang beberapa bulan ini tidak pernah dilakukannya.

Kamar tidur ini mirip kapal pecah, karena sudah seminggu ini bibi tak bisa masuk ke kamar. Entah kenapa akhir-akhir ini Rayhan selalu mengunci kamarnya. Padahal dulu tak pernah hal ini dilakukan. Bu Aisyah punya kunci serepnya, jadi dia bisa masuk. Nanti pasti Rayhan senang karena kamarnya telah rapi. Dulu biasanya Rayhan paling senang merapikan kamarnya dibantu Bu Aisyah.

Saat merapikan buku-buku, tiba-tiba mata Bu Aisyah tertuju pada surat bercap sekolah Rayhan. Dengan rasa penasaran, Bu Aisyah membaca surat itu...

"Ya Allah ..." kaget Bu Aisyah membacanya. Surat panggilan dari guru BK Rayhan. Tertulis bahwa point pelanggaran Rayhan telah mencapai 50 point!

Jam 10.00. Hari ini Bu Aisyah sengaja ijin dari kantor untuk ke sekolah Rayhan menemui guru BK. Dari guru BK, Bu Aisyah baru tahu kalau hampir setiap hari Rayhan datang terlambat, memakai seragam tidak lengkap, jadi biang onar di kelas dan lainnya.

"Ya Allah, kenapa Rayhan berubah sedrastis ini?"

Bahkan saat Rayhan dipanggil untuk menemui guru BK dan ibunya, tak ada sedikitpun raut wajah penyesalan yang bisa di baca Bu Aisyah.

"Rayhan, sudah sejauh inikah perubahanmua, Nak?"

Jam 09.00 malam. Bu Aisyah masuk ke kamar Rayhan. Dilihatnya Rayhan sedang tiduran. Matanya sembab seperti habis menangis.

"Kamu menangis, Ray?" tanya Bu Aisyah.

Rayhan hanya memandang sekilas kemudian membalikan badannya.

"Rayhan, kamu kenapa? Kenapa kamu berubah, Nak?"

Tak ada jawaban.

"Rayhan, Ibu sedih melihat kamu jadi begini," lanjut Bu Aisyah. "Kamu nggak mikir masa depanmu? Kalau kamu begini terus, mau jadi apa kamu nanti?"

"Apa Ibu dan Ayan masih peduli sama Rayhan?" tanya Rayhan sinis.

"Ibu peduli, Nak. Sangat peduli," tandas Bu Aisyah. "Kamu anak Ibu, Ibu ingin kamu bahagia."

"Kalau ingin melihat Ray bahagia, kenapa Ibu dan Ayah harus berpisah? Ray hanya bisa bahagia kalau kita seperti dulu lagi!" jawab Rayhan sambil terisak.

"Ray, kamu nggak tahu ..."

"Ibu yang nggak tahu apa yang Rayhan rasakan!" sambar Rayhan sambil menarik selimut menutup tubuhnya.

Bu Aisyah hanya bisa terdiam. Kamu nggak tahu Ray, dan Ibu belum ingin memberi tahumu sekarang. Ibu hanya ingin kamu bahagia, Ibu ingin kamu tetap bangga pada ayahmu, seperti selama ini. Ayah yang di matamu hebat, karena dia jago basket seperti hobymu, karena bersamanya kamu bisa ngobrol tentang IT dari A- sampai Z-,...

Ibu ingin kamu menjaga kenangan itu, Nak. Tanpa harus dikotori kenyataan bahwa dibalik kehebatan ayahmu yang kamu banggakan, dia juga punya kehebatan lain. Hebat karena ternyata selama empat tahun bisa menyembunyikan pernikahannya dengan perempuan lain, bahkan sampai mempunyai dua orang anak! Ibu tidak ingin kamu tahu yang ini. Biarlah yang ini Ibu simpan rapat-rapat. Biarlah kamu melihat ayahmu tetap sebagai orang yang hebat, agar kamu juga termotivasi jadi orang hebat.

Siang itu di ruang kepala sekolah. Bu Aisyah memandang Rayhan. Air matanya mengalir tak terbendung. Rayhan tertunduk sambil terisak.

"Maafin Rayhan, Bu," kata Rayhan ditengah isak tangisnya.

Bu Aisyah mengangguk, lalu memeluk Rayhan. Berdua mereka tenggelam dalam isak tangisnya.

Di tangan Bu Aisyah, tergenggam sepucuk surat dari sekolah. Surat pemecatan Rayhan dari sekolah, karena Rayhan tertangkap basah membawa narkoba dalam razia sekolah.

Sore hari, di depan api yang menyala, Rayhan membuang sisa-sisa morfin. Bu Aisyah berdiri di samping Rayhan.

"Belum terlambat, Ray, kamu pasti bisa bangkit. Ibu percaya itu!" bisik Bu Aisyah ke telinga Rayhan yang berdiri terpaku menatap perapian. Digenggamnya tangan Rayhan kuat-kuat.

"Kita pasti bisa melewatinya, Ray. Kita berdua!" kata Bu Aisyah lagi. Sebuah kata yang sebenarnya ditujukan untuk dirinya sendiri.

Di depan mereka api berkobar membakar sisa morfin. Dan mudah-mudahan juga melumatkan semua hal buruk yang menimpa Rayhan. Membakar habis kemarahan Rayhan pada ibunya.

Hidup tak selamanya berjalan sesuai mau kita. Kitalah yang harus berjalan untuk tetap hidup. Kadang jalan kita bengkok dan tersesat, tapi cinta akan mengembalikan ke jalan yang lurus.

"Ray, bagi Ibu bahagia bukan hanya ketika melihatmu berhasil, tapi melihatmua kembali ke jalan yang benar setelah sekian lama tersesat pun membuat Ibu bahagia." kata Bu Aisyah sebelum mengajak Rayhan masuk.

Ide cerita : Virda Farkhatul F dari film pendek "Mengertilah"

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

cerpen yang bagus

16 Sep
Balas

Terima kasih, masih harus belajar lg Bu...

22 Sep

Sudah bagus, Bu Wardani. Ayo nulis lagi!

17 Sep
Balas

Siap pak. Sedang belajar menulis artikel pak

22 Sep



search

New Post