Cinta Bapak Melalui Surat Al-Kahfi
#118MenulisGurusiana
Cinta Bapak Melalui Surat Al-Kahfi
Teringat saat masih duduk di bangku SD. Bapak selalu hadir seperti pahlawan, membantuku menyelesaikan PR sekolah. Mendampingi belajar ditemani lampu remang-remang. Karena waktu itu, listrik masih nyalur ke tetangga. Jadi harus hemat listrik. Bapak tamatan sekolah dasar, tapi ilmunya seperti orang terpelajar.
Banyak hal yang saya kagumi dari bapak. Sejak masih kecil, saya belajar arti 'berani' dari beliau. Pernah saat duduk di kelas 5 SD, saya bertugas sebagai pemimpin upacara bendera setiap hari Senin. Waktu itu tahun 1998, belum pernah ada perempuan yang menjadi pemimpin upacara di sekolahku. Bapak meyakinkan agar tidak takut. Berani mencoba hal baru.
Bapak terbiasa berbicara di depan khalayak ramai. Memberikan sambutan dalam acara pernikahan, lamaran, hajatan, atau apapun. Belajar banyak juga dari beliau, agar sedikit-sedikit berani berbicara di depan. Ya ... bapak memang paket komplit bagiku.
Beliau pekerja keras dan pantang menyerah. Mengerjakan tugas dengan cepat dan tepat. Jika musim padi, pagi buruh di sawah ndhawud (mencabuti padi dari semaian untuk ditanam), lanjut bercocok tanam palawija, hari-hari tertentu masih ngajar di madrasah sore. Mencari rumput untuk kambing, berkegiatan di masyarakat. Sebagai laki-laki tidak segan mengerjakan tugas rumah tangga. Membantu ibu mencuci baju, memasak, dan lain-lain. Saya kadang berpikir, kok bisa ya?
Di tengah keterbatasan ekonomi waktu itu, akhirnya saya bisa melanjutkan sekolah di MAN dan bisa merasakan bangku kuliyah. "Ora usah isin, Ndhuk! Yen awake dhewe nglakoni barang becik", begitulah kata bapak. (Tidak perlu malu, Nak! Selama kita melakukan hal-hal yang baik). Akhirnya, saya bisa melalui masa sekolah sambil jualan dan kuliyah sambil kerja. Sampai sekarang pun masih menikmati ngajar di sekolah dan berjualan. Kenapa tidak, selama itu halal.
Hal yang paling membekas sebagai bukti cinta bapak agar anak-anaknya senantiasa menuntut ilmu. Ilmu tidak hanya di bangku sekolah. Ilmu apapun yang berguna untuk sekarang dan kehidupan kekal nanti.
Beliau menunjukkan betapa ilmu Alloh sangat luas tak terbatas. Hal ini dijelaskan dalam Q.S Al-Kahfi ayat 109.
قُل لَّوْ كَانَ ٱلْبَحْرُ مِدَادًا لِّكَلِمَٰتِ رَبِّى لَنَفِدَ ٱلْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَٰتُ رَبِّى وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِۦ مَدَدًا
Qul lau kanal bahru midadal li kalimati robbi la nafidal bahru qobla an tanfada kalimatu robbi wa law ji’na bi mitslihi madada
Artinya:
“Katakanlah, Kalau sekiranya laut menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku maka sungguh habislah laut itu sebelum habis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu pula." (Surat Al-Kahfi Ayat 109).
"Hafalkan Ndhuk ayat kuwi! Supoyo olehe anggonmu golek ngelmu paringan lancar, lan gampang" kata Bapak. (Hafalkan, Nak ayat tersebut! Agar menuntut ilmumu diberi lancar dan kemudahan). Setelah hafal, diucapkan setiap selesai solat dan sebagai pembuka belajar. Kurang lebih begitulah pesan bapak. Sangat merasakan dari kekuatan Q.S Al-Kahfi ayat 109. Tentunya diiringi belajar dan berdoa. Paling tidak waktu di bangku Aliyah, membuat bapak selalu tersenyum bangga. Beliau selalu semangat mengayuh sepeda tuanya jika ada undangan wali murid untuk mengambil rapor. Apalagi namaku disebut deretan depan. Ah ... bapak, semoga saya tidak mengecewakan perjuangamu.
Bapakku pribadi yang kuat. Kuat fisik dan mental. Pernah beberapa tahun lalu beliau jatuh dari pohon asam setinggi enam meter. Dalam kesakitannya beliau mampu bertahan. Masih terbersit senyum walaupun tubuhnya merasakan sakit. Alhamdulillah tiga bulan pengobatan alternatif akhirnya sembuh.
Di usia senjanya, bapak masih semangat empat lima. Mencurahkan kasih dan sayang untuk keluarganya. Memberikan segenap cinta untuk anak cucunya. Yang membuat saya sering meneteskan air mata, kesetiaan bapak dalam mendampingi dan merawat ibu yang hanya duduk di kursi roda.
Semoga bapak selalu dalam lindungan Alloh SWT. Diberikan kesehatan dan umur panjang yang berkah. Aamiin.
Trenggalek, 9 Februari 2021
Penulis bernama Riayatul Ma'rifah mengabdi di MTs Negeri 4 Tulungagung. Alamat emailnya **(censored)**. Penulis dapat dihubungi di nomor whatshap **(censored)**.

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Semoga kita bisa jd anak sholehah buat ayah2 kita. Aamiin...
Aamiin ya Alloh
Saya juga heran. Orang zaman dulu walau pendidikan tidak tinggi, namun memiliki pengetahuan dan sikap yang adiluhung. Keren artikelnya, Bu. Semoga lolos.
Terima kasih, Bu
Mantap ceritanya tentang sosok ayah, membuat saya jadi terharu, bangga punya ayah
Terima kasih, Bu. Kita semua bangga pada sosok bernama ayah.
Masha Allah teladan hidup dari sosok Ayah hebat. Semoga ayah dikaruniakan kesehatan umur 6ang yang barokah. Aamiin3x yaa robbal aalamiin
Aamiin, terima kasih Bu.
Semoga lolos lagi di antologi bu ini Kak Arik. Aku wis ra po po gak lolos di tantangan Gusiana bulan ini. Yang Penting ada yang dari Tulungagung yang lolos bulan ini.
Aamiin, terima kasih suport dan doanya, Pak.
Masha Allah, pengorbanan Bapak yang luar biasa. Teladannya menjadi pedoman untuk putera-puterinya. Semoga Bapak selalu sehat, Bu Arik. Tulisan yang sangat menginspirasi. Semoga lolos lagi di antologi bulan ini. Sukses selalu un tuk Bu Arik.
Terima kasih, Bu.
Tulisan yang luar biasa bunda. Sukses slalu
Terima kasih, Bu