Rifki Ferdiansyah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

#FlashNote Hari Guru dan Kontroversi Sekitarnya

Kemaren Hari Guru, hari dimana PGRI yang dulu menjadi satu-satunya wadah profesi guru lahir. Banyak tulisan yang berseliweran di timeline saya dengan tema hari guru ini.

Namun, bagi saya, hal-hal menarik pada HGN kali ini bukan lagi euforia HGN itu sendiri. Tetapi pernak pernik ide dan wacana tentang guru diseputaran HGN. Bila diurut, maka akan seperti ini:

Pertama, jadi menteri pendidikan kita saat ini adalah pemuda millenial berlatar belakang pendidikan bisnis di universitas kelas dunia dan latar belakang profesinya adalah penggelut dunia start up. Banyak pro kontra. Wajar saja sih, bahkan siapa pun menteri nya pro kontra tetap akan menjadi bumbu. Hei, ini kan politik.

Namun, secara pribadi, satu hal yang membuat saya merasa lucu adalah diskusi saya dengan salah seorang dosen di pascasarjana pendidikan. Kepada saya, dia melontarkan pandangan; salah satu yang membuat runyam dunia pendidikan ini adalah pengambil kebijakannya bukan berlatar belakang pendidikan. Pada saat itu saya bantah, lho bukannya pak menteri sekarang orang yang bergelut di bidang pendidikan? Dosen merupakan latar belakang profesi pak menteri saat itu.

Bukan dosen ilmu pendidikan, jawab dosen saya. Beliau dosen teknik. Paradigma ilmu teknik dengan ilmu pendidikan tidak bisa disamakan. Ilmu teknik menghadapi benda yang akan selalu sama. Cara merakit komputer di Jakarta akan sama caranya dengan merakit di Padang. Tetapi tidak begitu dengan ilmu pendidikan. Mengajar anak di Jakarta tidak bisa disamakan caranya dengan mengajar anak di Padang.

Kalau secara teknik melihat siswa itu sama saja; jadi dengan buku panduan akan menghasilkan lulusan yang sama juga. Bertolak belakang dengan pendidikan yang melihat setiap manusia itu beda sehingga butuh perlakukan berbeda-beda pula.

Kira-kira seperti itu ujaran dari pak dosen saya ketika itu....dan sekarang kembali pak menteri pendidikan bukan berlatar belakang ilmu pendidikan; bahkan tidak berprofesi dalam dunia pendidikan.

Kedua, munculnya wacana pelajaran bahasa Inggris diajarkan dan dikhatamkan di SD saja. Sebagai guru yang mengampu mapel bahasa Inggris, di beberapa kegiatan, saya ditanya oleh teman guru dari mapel lain tentang wacana ini. Dari sekadar menggoda untuk segera bersiap pindah ke SD, hingga bertanya serius mengenai pendapat saya.

Untuk yang serius tanya pendapat, saya menyampaikan bahwa saya menolak hal tersebut. Sejauh keilmuan yang saya pahami, pengajaran bahasa asing di usia dini punya efek positif dan negatif. Positifnya, anak-anak SD yang usia 7 - 12 tahun itu berada di masa emas dalam akusisi bahasa. Sehingga, secara teorinya, belajar bahasa pada masa itu akan sangat efektif.

Tetapi, negatifnya, dengan mempelajari bahasa asing pada usia tersebut bisa membuat psikologis anak terganggu. Dia bisa bingung bahasa apa yang mesti pakainya; bahasa ibu, bahasa kedua, atau bahasa asing. Bahasa ibu adalah bahasa daerah, seperti minang, jawa, sunda, dll. Sementara, bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua untuk kita.

Jadi secara alamiahnya, kita telah mencoba untuk mengakuisisi dua bahasa. Bahasa ibu kita akuisisi dengan interasi di rumah, sedang bahasa kedua bahasa Indonesia dipelajari di sekolah kadang juga di rumah.

Nah, menuntut anak usia SD menguasai bahasa kedua (Indonesia) dan bahasa asing (Inggris) bukan merupakan hal yang baik. Sepanjang yang pernah saya dengar, ada beberapa bahasa daerah yang 'mati'. Hal tersebut dikarenakan generasi daerah tersebut tidak bisa lagi menggunakan bahasa asli daerah mereka. Beberapa pendapat dalam linguistik menjelaskan bahwa fenomena mengajari anak di usia emas dengan bahasa kedua atau asing menjadi salah satu penyebabnya.

Jadi bagi saya, bukan masalah turun ke SD nya, tetapi bagaimana dengan teori-teori linguistik yang menjelaskan efek negatif dari pengajaran bahasa asing di usia emas itu yang harus didiskusikan.

Selamat Hari Guru

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post