Rijan Sania Saputra, ST

RIJAN SANIA SAPUTRA, ST. Penulis adalah seorang pendidik di SMK AL-MUHADJIRIN Kota Bekasi. Sekertaris jendral di Komunitas Guru Penulis Bekasi Raya (KGPBR) Kot...

Selengkapnya
Navigasi Web

DI CEGAT KUNTIL ANAK

DICEGAT KUNTILANAK

1985

Rijan Sania S/KDS

Kisah ini terjadi sudah lama sekali. Jaman dimana saya masih duduk di Sekolah Dasar, kelas 6 tepatnya. Tahun 1985, tiga puluh empat tahun yang lalu.

Jaman dahulu, jaman dimana hiburan masih susah untuk dinikmati sangat berbeda dengan saat ini. Sekarang ini di segala tempat bisa jadi hiburan, mau dengar music bersama-sama tinggal jalan ke mall. Ingin main game tinggal cari di Hand Phone. Beda dengan tiga puluh empat tahun yang lalu dimana listrik masih susah didapat. Memasak masih menggunakan kayu bakar dan menyetrika baju masih menggunakan setrika ayam-ayaman dengan pemanas arang kayunya. Hiburan gratis susah didapatkan, makanya setiap ada yang hajatan yang pertama ditanyakan adalah hiburannya apa?

Jaman dahulu hiburannya bisa macam-macam, ada lenong, topeng betawi, jaipongan, kliningan, wayang kulit, wayang golek, cokek, orkes dangdut, sampai yang paling favorit yaitu layar tancap. Hiburan-hiburan ini ada ketika ditanggap( Diminta tampil) oleh yang punya hajat. Baik hajatan menikahkan ataupun mengkhitankan anaknya. Bisaanya bulan-bulan yang dipilih untuk penyelenggaraan hajatan adalah dibulan haji atau bulan dzulhijjah, jadi tidak setiap bulan ada yang hajatan. Otomatis tidak setiap bulan ada hiburan gratis. Pengecualian untuk pertunjukan layar tancap. Layar tancap ini ada bukan hanya pada saat ada yang hajatan kadang ketika ada promosi penjualan obat-obatan ataupun penjualan rokok kretek layar tancap jadi media paling ampuh untuk mengumpulkan massa.

Kalau ada hiburan layar tancap ditempat hajatan, bisaanya sore hari ba’da Ashar kita melakukan survey ke lokasi. Melihat seberapa jauh tempatnya dan apa judul film yang akan diputar. Bisaanya ada lima buah film yang akan diputar. Pemutaran film selesai menjelang shubuh. Hasil survey menentukan waktu pulang, pulang masih sore, dini hari atau sampai pulang pagi kalau filmnya masih baru dan belum pernah ditonton. Sore itu survey layar tancap di daerah ganda agung. Daerah perbatasan kota Bekasi dan kabupaten Bekasi yaitu antara kelurahan Bekasi jaya kecamatan Bekasi timur dan Karang Satria di Tambun Utara. Berboncengan sepeda melihat lokasi dan judul film yang akan diputar. Menyusuri jalan sepanjang jalan KH.Agus Salim, melewati sekolah MTS Negeri kota Bekasi, SMAN 1 Kota Bekasi, Balai Latihan Kerja/BLK dan perumahan Patal Bekasi hingga sampailah di lokasi layar tancap, di daerah ganda agung yang sekarang jadi kavling karang jaya.

Malam setelah sholat isya’ kami bersiap untuk menonton layar tancap. Sebelum berangkat tidak lupa minta izin orangtua terutama ibu saya.

“Enyak, saya mao nonton layar tancap di daerah ganda agung.” Izin saya.

“Lah, kan besok ujian, kaga belajar?’’tanya ibu saya, dengan nada melarang, ibu saya melanjutkan “Lebih baik gak usah nonton dah, besok sekolah ngantuk lagi!’’

“Sebentar doang nyak, paling nonton 2 film, abis itu pulang.” Jawab saya meyakinkan ibu.

‘’Terserah elu dah, enya udah ngelarang, kalo besok sekolah gak bisa dibangunin awas ya!’’Hardik ibu. Saya tahu besok bukan hari libur, dan saya sedang ujian untuk kelulusan sekolah tapi perasaan untuk menonton layar tancap membuat semua ketakutan akan tidak lulus hilang begitu saja. Akhirnya berangkat juga kami menonton layar tancap. Mengendarai sepeda berboncengan. Saya dibonceng duduk di depan, sementara teman saya mengayuh sepeda.

Bulan bersinar terang hampir purnama. Suasana malam yang temaram memperjelas rindang pepohonan di pinggir jalan. Jalan Agus Salim saat itu belum banyak yang menggunakan listrik untuk penerangan. Penerangan jalan dari lampu yang tiangnya berjejer setiap seratus meter. Sepanjang jalan rumah-rumah belum banyak, hanya ada pohon beringin dan tanaman palawija. Di seberang depan Madrasah Tsanawiyah Negeri dahulu ada pohon kecapi besar, di bawah pohon ada cekungan besar yang berisi air untuk memandikan kerbau. Bergeser sedikit, di seberang depan SMA Negeri 1 ada kebun jambu biji. Perkebunan besar itu milik mantan Bupati Bekasi, Bapak H.Abdul Fatah. Setelah itu melewati perkebunan palawija. Tanah pertanian yang berisi pepohonan kacang panjang, mentimun dan kacang tanah ini sekarang berdiri BLK (Balai Latihan Kerja) sementara di seberang depannya pohon-pohon bambu berderet dan berjuntai melengkung ke pinggir kali Bekasi. Suasana sunyi sepanjang perjalanan menambah kesan magis suasana malam itu.

Tak terasa sampailah di lokasi layar tancap. Film pertama sudah setengah jam diputar. Film yang sudah berkali-kali kami tonton disetiap pertunjukan layar tancap. Setelah film pertama selesai, film kedua kembali di putar. Sebuah film horror ‘’Beranak dalam kubur”. Baru setengah jalan film diputar, tiba-tiba teman saya minta pulang.

‘’Pulang yu ah, ngantuk!’’

‘’Ayoo!’’ jawab saya.

Kembali kami menyusuri jalan sunyi di tengah malam buta. Suasana dingin yang menusuk tulang dan sinar bulan yang temaram menambah rasa dan suasana semakin mencekam. Tiba-tiba, sepuluh meter di depan kami ada seseorang yang kami yakini baru pulang dari nonton layar tancap, orang tersebut berjalan membelakangi kami. Suasana gelap membuat kami tidak bisa melihat dengan jelas. Hanya lokasinya yang kami ketahui yang sekarang menjadi Balai Latihan Kerja (BLK).

‘’Sepedanya agak ke tengah, di depan ada orang, ntar nabrak lagi.”perintah saya.

“Kan tangan luh yang pegang setang sepeda, elu yang belokin ke tengah!”jawab teman saya.

Aneh, sepeda bukan ke tengah malah meluncur mendekati sosok tersebut yang semakin terlihat jelas, berambut panjang memakai gaun pengantin panjang warna putih dan menggendong bayi, hanya wajah yang tidak terlihat jelas. Sepeda berhasil kami belokkan walau hampir menabrak sosok tersebut.

“Astaghfirulloh, ternyata sosok tersebut bukan manusia.” Gumam saya dalam hati.

Sambil terengah-engah karena mengayuh sepeda dengan kecepatan tinggi, teman saya bertanya dengan rasa penasaran, “Apaan tadi, Jan?”

“Tau dah, besok siang ajah ceritanya.” Jawab saya.

Jam dinding berdentang satu kali, jarum pendek pada jam tersebut menempel diangka satu dan jarum panjangnya diangka duabelas. Sudah jam satu dinihari. Sementara mata ini masih belum bias diajak terpejam. Membayangkan rasa bersalah akibat tidak menurut kata orang tua. Andai tidak memaksakan diri untuk pergi nonton layar tancap, mungkin tidak akan ada kejadian yang menyeramkan seperti ini.

Rasa cape dan lelah, berbalut rasa takut malam itu membuat mata ini terpejam. Terlelap dan tidur pulas. Dalam rangkaian do’a tidur malam itu saya selipkan janji untuk akan selalu menuruti apa yang dikatakan orangtua.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post