Bertemu Takdir
Tulisan ke-853
...
Tak terasa sudah hampir sebulan kami menikah. Aku berusaha melaksanakan tugasku seperti biasanya. Tak ada yang istimewa yang kulakukan.
Pagi yang cerah, ku buka jendela kamar tampak sinar mentari begitu ceria. Seakan berbagi kebahagiaan denganku. Ku ambil secangkir air madu dan pisang goreng untuk suamiku yang sedang duduk membaca Al Qur'an.
"Shadaqallaahul 'adziiim" mengakhiri bacaannya.
"Ini Mas diminum mumpung masih hangat." Kataku sambil duduk di dekatnya.
"Terima kasih sayang." Diminumlah air madu itu seteguk demi seteguk, kuperhatikan wajahnya yang tampak bersinar dan tenang. Kemudian menikmati pisang goreng yang kuberikan.
"Enak sekali pisang gorengnya" Katanya sambil menciumku mesrah. Membuat wajahku jadi memerah karena malu. Maklumlah aku tidak terbiasa dengan perlakuan yang demikian.
"Sayang, Kau jangan khawatir dengan rezeki kita. Meski aku belum memiliki pekerjaan yang bagus, ini ada sedikit tabungan hasil ngajar privat selama ini. Kemudian ada tabungan pemberian dari Ibuku, insyaallah cukup untuk bekal hidup kita beberapa bulan ke depan. Yang penting Kau tidak boros, dan mau hidup sederhana. Akan selalu ada rezeki untuk kita. "
"InsyaAllah Mas, saya akan berusaha untuk bisa hidup sederhana." Kataku. "Saya pernah belajar tentang memanaj keuangan, kita harus pandai memilah dan memilih antara kebutuhan dan juga keinginan. "
"Yup, kalau ingin sesuatu padahal tidak kita butuhkan, sebaiknya kita pending dulu untuk membelinya, kecuali ada uang dan bermanfaat untuk kita. Aku tak akan melarangmu "
"Terima kasih Mas."
"Oh ya, Kau sudah datang bulan untuk bulan ini?" Katanya sambil melihatku lekat seakan sedang menyelidiki.
"Belum Mas, masih minggu depan waktunya kedatangan tamu." Kataku.
"Oh, syukurlah" katanya sambil acungkan dua jempolnya.
"Kenapa Mas" kataku balik nanya.
"Artinya waktu kita bisa berdua lebih panjang lagi. Kesempatan untuk berkarya dan beribadah tentu juga lebih dari cukup."
Hhhmmm....pertanyaannya membuat sedikit sesak nafas ini. Ada sedikit takut dan belum siap untuk mendapatkan momongan. Akan tetapi dipikir-pikir, usiaku sudah cukup dewasa yntuk memiliki keturunan.
"Hayo kita shalat duha dulu, matahari sudah mulai bersinar lebih menyengat kulit." Katanya sambil menggandeng tanganku menuju ke kamar mandi.
Ada rasa bahagia dan memberi ketenangan pada diri ini. Sebelum menikah, aku hanya tunaikan shalat lima waktu saja. Namun kini, aku belajar untuk shalat malam dan juga shalat duha. Kami juga ngaji bersama di sore hari atau selepas shalat subuh.
....
Bersambung
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren menewen kisahnya Mbak. Lanjuut. Sukses selalu
Terima kasih mas Ustadz
Indahnyaaa..... Lanjut, Bunda
Terima kasih
Luar biasa Bunda
Terima kasih Bapakku apresiasinya.
Keren bunda
Terima kasih Bunda
Terima kasih Admint
Terima kasih Admint
Terima kasih Admint
Cieee...cieee...
Ehhmmm....
So sweet, Bu. Bikin baper. Salam bahagia.
Terima kasih Bunda