Rini Rosaria

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Ambo Juga Ingin Bahagia Walaupun Tak Bersama Mereka (23)

Ambo Juga Ingin Bahagia Walaupun Tak Bersama Mereka (23)

“Assalamualaikuu…..mm”, Fahri kembali lagi ke rumah uninya. “Waalaikumsalaa…mm, kenapa engkau balek lagi Fahri?” Tanya uni kepada adiknya. “Tadi di jalan ada polis yang tengah razia uni, ambo takut karena visa ambo kan cuma visa melancong bukan permit untuk bekerja karena itulah ambo tak jadi kerja hari ni”, begitulah penjelasan Fahri kepada uninya dengan logat melayu yang mulai dikuasainya. “Kalau macam tu lebih baik engkau urus permit agar aman engkau bekerja, tapi engkau mesti yakin akan senang di sini dalam jangka waktu yang lama kerana biaya mengurus permit tu bukan sedikit”, begitu uni mengarahkan adik kesayangannya itu. “Biar ambo fikir-fikir dulu uni”, jawab Fahri yang masih bimbang dengan saran uninya. Malam itu mata Fahri tak mau terpejam, fikirannya mengembara ke kampung halamannya, rindu juga dia kepada mak, bapak, dan Siti adiknya. Walaupun sudah terbiasa berpisah sewaktu kuliah namun kali ini berbeda, kerinduannya kepada keluarga dan kampung halamannya begitu mendalam, padahal baru tiga minggu ia berada di Malaysia. Tak salah pepatah orang mengatakan, “hujan emas di negeri orang hujan batu di negeri sendiri, lebih baik di negeri sendiri”. Di tengah-tengah kerinduannya itu berkelebat dua perempuan di benaknya, “sedang apa mereka? sudahkah mereka melupakan ambo?” tanya Fahri di dalam hati. “ Ya Allah tolonglah hamba, hapuskan rasa cinta ini, hamba pun ingin bahagia walaupun tak bersama mereka. Lebih baik ambo tetap di sini melanjutkan pekerjaan, gaji bulan ini bisa ambo pakai untuk biaya mengurus permit kalau kurang uni mungkin bisa meminjamkan kekurangannya itu, bulan-bulan berikutnya akan ambo cicil dengan gaji ambo. Biarlah dengan berjalannya waktu ambo akan belajar melupakan mereka.

Sewaktu makan siang di kantor, “maaf uda Fahri, boleh saya duduk dekat sini?” tanya Filza. “Bolehlah, silahkan”, ucap Fahri setelah mendapatkan tanda persetujuan dari teman di sebelahnya. Filza berusaha menyelesaikan makan siangnya dengan cepat agar dia mempunyai kesempatan untuk berbicara dengan Fahri. “Kenapa uda Fahri tak masuk kerja kemarin? dah risau sahabat saya, dia kira uda sakit atau balek kampung”, tanya Filza mengagetkan Fahri hingga terbatuk-batuk dan dengan sigap sahabatnya menyodorkan air minum di gelas. “Saya sehat, cuma letih je nak istirahat sehari di rumah”, Fahri tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya karena khawatir jika orang lain tahu kalau dia bekerja ilegal sebab belum memiliki permit sebagai izin bekerja. Jika ada orang yang tidak suka kepadanya bisa saja orang tersebut melaporkan dirinya. “Syukurlah Uda Fahri baik-baik saja, uda ini ada surat untuk uda”, Filza mengulurkan sepucuk surat lalu pamit. Tak sabar Fahri menunggu jam pulang, kerana penasaran dengan isi surat yang diterimanya. Sesampai di rumah, langsung saja dia masuk kamar dan membuka surat tersebut, “.…… Belajarlah untuk ikhlas melepas mereka, namun jika uda tak sanggup maka berusahalah untuk mendapatkan salah seorangnya. Walaupun Uda mengatakan bahwa Uda sendiri tak mampu membedakan kepada siapa perasaan uda yang lebih berat, saya yakin di hati uda ada jawabannya…..” begitulah bunyi surat itu. “Memang pandailah perempuan ni menyembunyikan perasaan, kalau Syalwa tak nak dengan ambo kenapa dia menyuruh ambo belajar untuk ikhlas melepaskan mereka. Baiklah Syalwa ambo akan belajar melupakan mereka sekaligus belajar untuk menerimamu”, ucap Fahri mantap.

Beberapa bulanpun berlalu, Fahri dan Syalwa semakin yakin untuk membina rumah tangga. Fahri mengabari keluarganya di kampung dan juga mengirim foto calon istrinya. mak dan bapaknya menyetujui karena mereka yakin dengan pilihan anaknya, apalagi wajah perempuan di foto itu menggambarkan karakter yang baik pula. Namun keluarganya tidak bisa menghadiri hari bahagia itu, mereka cuma berharap kalau Fahri ada kesempatan dan ada rezeki nanti agar mengunjungi mereka di kampung kelak. Proses taaruf sudah dilakukan oleh keluarga uninya. Keluarga Syalwa menerima Fahri dengan senang hati. Walaupun orang tua Fahri tidak bisa menghadiri namun mereka bisa memaklumi. Sehari sebelum acara pernikahan dan kenduri, sudah terlihat kesibukkan di rumah uninya, banyak juga perantau Minang yang berdatangan untuk membantu memasak dan sebagainya, mereka memasak rendang, gulai daging dan juga pangek cubadak sambal khas kampung Fahri. Terbawa juga suasana di kampung oleh ikatan keluarga Minang di sina. Tak terasa sudah setahun Fahri berumah tangga, tiba-tiba istrinya merasakan sakit yang teramat sangat di perutnya, lalu Fahri membawa istrinya berobat ke Hospital Selayang.

uda: saudara laki-laki/panggilan untuk laki-laki yang lebih tua

uni: saudara perempuan/panggilan untuk perempuan yang lebih tua

ambo: saya

rendang: sambal khas Minangkabau, sumbar

pangek cubadak: sambal khas Kec. Situjuah Limo Nagari, Kab. Lima Puluh Kota, Sumbar

foto:**(censored)**

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post