Rini Rosaria

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
PERGI TAKKAN PERNAH KEMBALI (29)

PERGI TAKKAN PERNAH KEMBALI (29)

Sesampai di rumah setelah kembali membesuk Hanim, Fahri terlihat banyak bermenung, begitu juga dengan Syalwa. Mereka terbelenggu dengan pemikiran masing-masing. “Ada apa dengan uda dan uni? kenapa berdiam durja saja?” tanya Siti adik Fahri yang melihat keanehan pada uda dan uni iparnya itu. “Tak ada apa-apa, kami tadi menengok Hanim. Kasihan dia tak berdaya sudah lama menanggung penyakit yang dideritanya”, Syalwa menceritakan apa yang baru saja dilihat dan dirasakannya. “Iya uni Siti pun tidak tega melihat uni Hanim, sudah lama dia sakit, namun tanda-tanda akan sembuh tidak terlihat oleh Siti. Malahan setiap hari bertambah parah penyakitnya itu. Mungkin hidupnya tidak akan lama. Kasihan juga kita jika uni Hanim terlalu lama menderita. Tetapi Siti melihat uni Hanim sangat sabar dengan penyakitnya itu, begitu juga dengan keluarganya apalagi uni Hanum yang begitu sabar dan telaten dalam merawat kembarannya. Sungguh luar biasa keluarga itu bisa tabah dengan cobaan yang diujikan Allah kepada mereka. Semoga Allah segera memberikan jalan yang terbaik untuk keluarga itu.

Pagi yang cerah di kampung Fahri, tak secerah nasib yang dialami oleh sebuah keluarga. Serine dari masjid berbunyi panjang tiga kali, orang-orang mulai menghentikan aktivitas dan berjalan keluar rumah untuk mendengarkan pengumuman duka itu. Sudah menjadi kebiasaan di kampung itu jika ada salah seorang yang meninggal diantara mereka maka akan diumumkan di masjid dengan terlebih dahulu membunyikan sirine panjang tiga kali. Kalau serine berbunyi di luar jam waktu sholat masuk maka orang sudah bisa menebak bahwa ada pula orang yang meninggal di nagari itu. Setelah sirine berbunyi tiga kali lalu terdengar orang membaca, “ Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun, telah berpulang ke rahmatullah salah seorang dari anak kemenakan kita yang bernama Hanim Binti Wazar, suku Piliang, kemenakan Dt. Indo Marajo pada pukul 05.00 subuh tadi. Marilah kita menyelenggarakan jenzah bersama-sama”, begitulah pengumuman itu terdengar. Alangkah terkejutnya Syalwa mendengar pengumuman itu, walaupun dia tidak begitu jelas dengan kalimat pemberi pengumuman namun dia bisa menebak maknanya dengan tepat. Syalwa mencari-cari suaminya hingga ia temukan suaminya duduk terdiam di atas kasur. “Uda, sudah dengar tak pengumuman sebentar ini? ternyata Hanim sudah tak ada, Alhamdulillah kita sudah tengok dia kemarin. Kalau tak tentu kita akan menyesal”, ucay Syalwa. “Iya, terimakasih engkau sudah mau menemani uda untuk menengok Hanim kemarin”. Kasihan Syalwa kepada suaminya itu, wajahnya terlihat sangat sedih dengan kepergian sahabat lamanya. “Uda nak Syalwa temankan juga untuk melayat?” Syalwa menawarkan diri lagi. “Sungguh elok hati engkau istriku, sungguh beruntung aku memilikimu”, Fahri memeluk istrinya sebagai tanda terimakasih atas pengertian yang diberikan istrinya itu.

Dari jauh sudah terlihat bendera hitam bertuliskan “Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun” sebagai pertanda kematian. Fahri mengucapkan salam ketika kakinya melangkah memasuki rumah duka, Syalwa mengiringinya di belakang kemudian Syalwa mengambil posisi di samping mayat yang terbujur kaku lalu membuka penutup muka mayat dan membaca doa yang juga diiringi oleh Fahri. Kemudian Syalwa menghampiri Hanum, disalami dan dipeluknya Hanum hingga pecahlah tangis Hanum seketika. “Terimkasih uni dan uda Fahri sudah melihat Hanim beberapa hari yang lalu, sungguh bahagia Hanim karena kalian berdua sudah menemuinya”, ucap Hanum di sela-sela tangisnya. Sedangkan Fahri hanya terdiam menyaksikan istrinya berbagi duka dengan perempuan yang pernah singgah di hatinya dulu. Orang yang menyaksikan pemandangan itu jadi terharu dan ikut meneteskan air mata. Seketika orang-orang yang berada di rumah duka itu seperti diserang flu influenza, mereka sibuk mengemasi mata dan hidung mereka yang berair. Sebagian ada yang berbisik-bisik karena mereka ada yang tahu bahwa diantara Fahri, Hanum dan Hanim ada kisah lama yang memilukan tetapi mereka ikut terharu menyaksikan apa yang baru saja terjadi. Dua hari setelah pemakaman Hanim, Fahri dan Syalwa akan kembali ke Malaysia karena memang cuti Fahri sudah hampir habis. Walaupun sebenarnya Fahri masih ingin lebih lama tinggal di kampungnya namun hal itu tidak bisa ia lakukan karena dia harus kembali bekerja. Travel berjanji akan menjemput ke rumahnya, beberapa saat menunggu tibalah travel yang dipesan Fahri. Lalu Fahri dan istrinya berpamitan dengan ibu, bapak, dan Siti. Fahri dan Syalwa melangkahkan kaki menuju mobil yang akan membawa mereka kembali ke pelabuhan. Tiba-tiba terdengar suara perempuan memanggil-manggil Syalwa dengan berlari-lari kecil serta membawa sesuatu di tangannya.

foto:https://www.google.com/search?q=karikatur+perempuan+menangis&tbm=isch&ved=2ahUKEwjJ6df48IHvAhW3D7cAHYlTDlAQ2-cCegQIABAA&oq=karikatur+perempuan+menangis&gs_lcp=CgNpbWcQAzIECAAQEzoCCAA6BAgAEB5QopADWN2kA2DDqQNoAHAAeACAAYMBiAH2BZIBAzUuM5gBAKABAaoBC2d3cy13aXotaW1nwAEB&sclient=img&ei=o_A1YImMC7ef3LUPiae5gAU&bih=489&biw=1024&safe=strict#imgrc=IuaGbtPS9mSAPM

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terimakasih masukkan ya bun, saya malah bersyukur ada yang mau ngasih tau

25 Feb
Balas

Ceritanya membuat haru, Bund. Keren menewen . . . mohon maaf sebelumnya, ya. Untuk pentigraf, setahu saya tidak lebih dari 210 kata. Masing-masing paragraf maksimal ada 1 dialaog. Cerita Bunda sudah bagus, tinggal memadatkan saja, dipilih kata-kata yang efektif untuk menceritakan alurnya, dan itulah tantangan membuat Pentigraf. Semangat terus Bunda . . . saya dulu awalnya juga belum tahu. Kita belajar terus ya, Bund. Sukses selalu untuk Bunda.

24 Feb
Balas

Saya bersyukur ada yang ngasih masukan, terimakasih ya bun

25 Feb



search

New Post