rini wulandari

Rini Wulandari adalah sarjana ekonomi akuntansi Unsyiah. Ibu dua putra dan seorang putri, kelahiran Banda Aceh 23 Agustus 1971. Seorang Guru SMA yang telah mend...

Selengkapnya
Navigasi Web
Clip Thinking Ancaman Bagi Anak Kita

Clip Thinking Ancaman Bagi Anak Kita

Anak-anak kita memang bersekolah, ada di kelas, tapi hati dan pikirannya melayang entah kemana. Ribuan informasi melintas dikepalanya, tapi tak tahu mana yang lebih dulu harus diingatnya!

Sebenarnya banyak orang menyadari hal itu, tapi tak punya definisi tepat, apa fenomena sebenarnya. Para guru yang setiap hari berinteraksi langsung dengan siswa, bisa merasakan bagaimana turunnya kemampuan kognitif siswa saat proses belajar.

Mereka bukan tidak pintar, tapi seperti kesulitan menganalisis teks ilmiah pelajaran. Siswa sering kesulitan merumuskan pemikiran mereka sendiri terutama masalah yang sedang mereka pelajari disekolah, agar bisa membuat kesimpulan yang masuk akal dan konsisten menurut logikanya.

Regresi intelektual itu sebagian besar sebabnya karena ketergantungan digital siswa pada gawai. Informasi yang bergerak cepat, dan beragam di media digital membuat siswa terbiasa fokus pada persepsi dan analisis informasi kecil yang tidak saling terkait. Akibatnya, clip thinking terbentuk.

Kesadaran mereka seperti potongan mosaik. Aneka potongan informasi tersaji secara berserak dan lepas konteks. Dalam kondisi seperti ini, siswa tidak jarang kehilangan kemampuan persepsi holistik atas informasi yang diterimanya.

Itulah salah satu sisi negatif fenomena clip thinking, menurunnya nalar kritis atas informasi yang diterimanya. Dampaknya luar biasa, bisa mengarah pada kasus kejahatan, dan yang terburuk, masuknya pengaruh sugestif para provokator media digital.

Tak heran jika siswa yang akrab dengan media sosial, dan intens berinteraksi, juga berperan sebagai penyebar hoaks. Karena kesulitan memilih dan memilah informasi yang diterimanya.

Jika ada 100 orang mengatakan sebotol air mineral adalah air soda, dan hanya satu yang menolak, maka bisa jadi hal itu akan menjadi “kebenaran yang salah”, karena persepsi kita mendapat stimulasi semu menerimanya sebagai kebenaran.

Mencari solusi cerdas

Sekolah daring selama pandemi menjadi pemicu awal-anak anak akrab berinteraksi dengan gawai ketika belajar. Dan kebiasaan membaca buku pelajaran terdegradasi, jauh ditinggalkan.

Bagaimana mengembalikan kebiasaan baik para siswa agar tak “terjangkiti” clip thinking?

Pertama; Bisa jadi benar bahwa kebijakan mengurangi pekerjaan rumah (PR) jika kita kaji, ada kaitannya sebagai solusi clip thinking. Secara perlahan kurangi ketergantungan siswa terhadap gawai selama proses belajar. Alih-alih menitip PR, berikan saja penugasan di kelas untuk mengurangi keakraban dengan gawainya.

Kedua, Intensifkan ruang baca pustaka sekolah, yang dilarang selama pandemi.

Ketiga, Pilih model pembelajaran, metode mengajar yang tepat; Agar tak membosankan, pilih metode yang tak menempatkan siswa sebagai audies.

Pilihan model pembelajaran seperti Problem Base Learning (PBL), Tutor Sebaya (Peer Teaching), yang melibatkan interaksi diskusi, membantu siswa belajar kritis memecahkan problem, mengajarkan proses berpikir, memahami materi dan mendalaminya, sampai bisa menarik kesimpulan kegunaan pelajaran untuk kehidupannya.

Seorang anak yang belajar dasar-dasar pembukuan akuntansi, bisa memahami gunanya ketika membuat pencatatan penerimaan dan pengeluaran uang pribadinya, atau bookeeping untuk pembukuan keuangan bisnis milik keluarganya.

Begitu juga anak-anak yang belajar konsep packaging dan branding dalam pelajaran entrepreneurship, bisa mengaplikasikan dalam pengembangan bisnis tradisional di tempat tinggalnya.

Fenomena clip thinking memang menarik dalam dunia pendidikan kita, utamanya setelah pandemi. Apalagi saat ini, ketika dampak menurunkan kemampuan kognitif siswa dalam proses pembelajaran makin terasa.

Apapun ada hikmahnya, menyisakan pembelajaran penting. Proses dinamis di ruang kelas kelas, proses belajar dan mengajar itulah yang membuat guru dan siswa menjadi lebih cerdas menyikapi perubahan, untuk menemukan solusi terbaik demi kemajuan pendidikan kita.

Untuk itu, kita butuh peran guru hebat, agar performa prestasi siswa melesat jauh nantinya.

Rini Wulandari, SE, Ak, Seorang Guru di SMAN 5 Banda Aceh, mengampu mata pelajaran ekonomi akuntansi. Kelahiran Banda Aceh, 23 Agustus 1971, dapat dihubungi di email; [email protected]. Dan 082260758210

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post