Hidup, Ibadah, dan Bakti
Dering handphone menjerit-njerit memekakan telingaku yang sedang tengah serius mendengar kelihaian seorang motivator memutar retorika menjadi padanan kalimat yang sejuk didengar. Segera saja ku hentikan sejenak dan melongok ke handphone, melihat siapa yang tengah sudi merelakan waktu untuk berbagi malam ini. Ternyata ku lihat sebuah nama yang sudah hampir sebulan lebih ini tak mengabariku. Dia, seorang sahabat dan adikku yang sudah hijrah ke ibu kota sedang mencoba menghubungiku.
“Asalamualaikum”, sapanya dengan santun
“walaikumsalam dek, woiiiii tumben iki nelpon?”, jawabku sembari menodong jawabannya
“lah pean, opoo kok angel dihubungi akhir-akhir iki?”, timpalnya memrotesku
“hahaha....iya baru tak aktifin semuanya kemarin”,jawabku singkat
Tak lama berselang dia mencecarku dengan pertanyaan dan dugaan-dugaannya.
“kamu ada apa mas?, ngapain ke Bromo?, ngapain sosmednya off?”
“ayo mas update lah?”, pintanya sembari kita tertawa terbahak-bahak
Ya..memang kebiasaan kita adalah mengupdate ( baca:menceritakan hal-hal baru yang menari dalam hidup masing-masing) . Kemudian kita mulai sedikit bernostalgia dengan menceritakan hal-hal yang mungkin sudah usang, hal-hal yang sudah sering kita perbincangkan namun tak membosankan, sungguh sama sekali tak membosankan. Mulai dari kerjaan, hubungan pertemanan hingga percintaan yang end up nowhere. “Ha..ha..ha..”, kalimat yang selalu meluncur untuk mengkahiri sebuah tema dalam perbincangan kita malam ini. -----Satu Jam berselang----
Ah..kita masih belum menemukan hal yang biasa kita namakan sharing. Kita hanya terlarut dalam nostalgia-nostalgia masa lalu yang sangat tidak mungkin dialami kembali tetapi masih pekat terasa. Hingga perbincangan kita terhenti dari ucapanya.
“mas, akhir-akhir ini aku sering bertanya apa tujuan hidupku sebenarnya. Kemudian aku menelusuri laman-laman di mana aku kira akan menemukan jawabannya. Dan aku menyimpulkan hidup itu sebenarnya sederhana ya mas. Tujuan hidupku itu beribadah ke Tuhan mas”, jelasnya padaku yang masih terdiam.
Aku yang masih belum tahu harus menjawab apa, hanya termangu sembari sedikit mengulik kembali rencana hidupnya.
“Memang sederhana ya dek, terus memang rencana hidupmu seperti apa ke depan dek?”, kupancing dengan penuh penasaran.
“mungkin aku mau menimba ilmu dulu mas di perusahaan selama 2 tahun, kemudian menikah, lalu aku mau jadi ahli dalam bidangku, mungkin aku akan meneruskan S2 di Perancis atau USA, kemudian kembali ke sini untuk mendalami kembali, lalu akan menghabiskan hidup bekerja di Luar Negeri”, jelasnya panjang lebar
“wah..keren ya! Aku sih gak ragu kalau kamu akan mendapatkan semua itu dek”, balasku singkat
“Dan di setiap rencana hidupku kutujukan untuk ibadah mas!”, tambahnya
“gimana dek bentuk ibadahnya?”, tanyaku
“menjadi suami yg baik, sholat, sedekah, dan ibadah-ibadah sesuai tuntunan agama mas.”, jawabnya dengan pasti.
Ah, setelah mendengar jawaban-jawabannya, aku hanya bisa diam dan sudah membayangkan dia akan sukses di setiap jenjang rencana hidupnya. Namun kemudian aku hanya sedikit bertanya.
“dek, gambaran masa depanmu menyenangkan ya! Kamu, istri dan anak-anakmu pasti bahagia.”
“insyAllah mas”, jawabnya
“maaf dek, bagaimana dengan mamamu? Bagaimana dengan papamu?”, tanyaku
---diam---
“apakah masa depan adalah milikmu dan orang-orang yang akan datang dihidupmu? Bagaimana dengan orang-orang yang telah mendampingimu selama ini? Apakah tidak memungkinkan bagi kita untuk membawa orang-orang itu di dalam rencana masa depan kita?”,tanyaku
---diam---
“Kadang sebagai anak, kita cukup mendefinisikan masa depan orang tua dengan sangat sederhana. Dengan mengirimkan sejumlah uang setiap bulan. Dengan mengumrohkan atau menghajikan orang tua. Dengan menelpon mereka secara berkala. Ah.... kenapa bagiku itu serasa tidak adil ya dek? Apakah bentuk perjuangan mereka hanya senilai dengan itu ya? Dan bukankah berbakti ke orang tua adalah bentuk ibadah? Apakah sedimikian sempitnya kita mendefinisikan berbakti itu sendiri?”, tanyaku ke dia
---diam---
“tapi sudahlah, itu akan kerasa kalau kita sudah menjadi orang tua.”, tutupku dengan seyum sungging.
“mas......!”, suaranya menjadi parau di ujung telepon ini.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar