Yok, Kito Jago Bahaso Amak Kito
Yok, Kito Jago Bahaso Amak Kito
Oleh: Rismawati, S.Pd, M.Pd
Terlahir dari kedua orang tua yang asli suku Minangkabau, tumbuh dan dibesarkan hingga dewasa berusia 26 tahun di Padang dengan Bahasa Ibu yakni Bahasa Minang. Tentu saja sudah banyak kosa kata dan Bahasa Minang yang dikuasai, lengkap dengan segala pepatah, petitih, pantun dan petuahnya. Sebagai orang Minang dalam berbahasa, bertutur kata, haruslah dengan etika sopan santun yang sesuai dengan adat istiadat sebagai orang Minang yakni: “ harus tau di nan ampek (kato mandata, kato manurun, kato mandaki dan kato malereang).”
Kato mandata digunakan untuk teman sebaya. Kato manurun untuk yang usia atau kedudukannya di bawah kita. Kato mandaki untuk orang-orang yang lebih tua atau yang harus dihormati karna kedudukannya dan kato malereang untuk urang sumando (menantu, mertua, ipar).
Kato mandata yang dimaksud adalah pemilihan kata-kata yang cocok untuk teman sebaya atau rekan kerja, misalnya Waden=Aku, Angkau=Engkau laki-laki, Wakau=Engkau perempuan.
Kato manurun, untuk yang usianya lebih muda di bawah kita. Pilhan kata-katanya harus yang bersifat mengayomi, melindungi, menyayangi.dan mengandung nasehat.
Seperti: Elok-elok manyubarang
Jan sampai titian patah
Elok-elok dirantau urang
Jan sampai babuek salah
Contoh pantun yang menjadi syair lagu yang sangat terkenal dipopulerkan oleh penyanyi legendaris Elly Kasim, sebagai bentuk nasehat orang tua kepada anak yang pergi merantau.
Kato mandaki untuk orang-orang yang dihormati atau lebih tua dalam usia dan pengalaman. Untuk panggilan seperti Uni (kakak perempuan, Uda (kakak laki-laki), Amak, Mandeh (Ibu atau saudara ibu), Abak (Bapak/Ayah). Waden diganti Denai. Disertai dengan pilihan kata-kata yang bermakna santun dan sopan lainnya. Jika memohon disertai kata tolong. Seperti Syair lagu berikut:
Doa Mandeh
Oh Mandeh, .tak Den takuik pandayuang patah
Sajak ketek badan lah pueh dilamun ombak,
Den hadang lauik sati rantau batuah
Oh Mande, den tahan hati rindu nan jo taraga
Tabanglah tinggi siburuang bangau
Namun suruiknyo ka kubangan juo
Bialah kini denai jauah dirantau
Isuak ka pulang juo
Oi mandeh…
Tabayang kampuang jo halaman
Tolong denai oi mande kanduang
Tolong jo doa, sakik jo sanang bia denai tangguangkan
Oh Mandeh, larek dirantau indak den kamanyasa
Contoh lain seperti syair lagu berikut:
Ampun Mandeh
Den susun jari nan jo kapalo
Duduak basimpuah di kaki Mandeh
Indak Den sangko iko jadinyo
Sasa kudian … indak baguno
Ampun kan Denai oh Mandeh
Bukan Denai malawan Mandeh
Nan Den turuikkan hati jo Mato
Sampai Den lupo pituah Mandeh
Ampunkan Denai yo Mandeh
…
Kato malereang digunakan untuk urang sumando (besan, menantu, mertua. Contoh pada percakapan berikut:
Menantu: Mak rancak cambuang nasi ko mak, dima babalinyo ko mak? (sambil
menunjukkan Mangkok Nasi yang kosong)
Mertua : Oh, samo babali jo pariok iko dulu mah bagindo (sambil menunjukan periuk nasi yang kosong)
Menantu: Mengangguk-angguk sambil cuci tangan.
Pada dialog di atas sebenarnya menantu ingin minta tambahan nasi (batambuah) tapi disampaikan dengan makna kiasan (kato malereang). Mertuanya memahami namun nasi sebenarnya sudah habis, makanya dijawab secara tidak langsung dengan menunjukkan periuk (tempat memasak nasi ) yang juga sudah kosong. Sehingga menantunya memaklumi dan menyudahi makannya dengan mencuci tangan.
Orang minang juga terkenal elastisitasnya yang tinggi /tidak kaku dengan Pameo/ Semboyan yang terkenal dengan” Tagangnyo baleo-leo, kanduanyo badantiang-dantiang (=tegangnya berleo-leo/ menjulur ke tanah, kendornya berdenting-denting).
Meskipun separoh lebih umur Saya sudah dihabiskan di rantau (Jakarta dan Tangerang) di mana harus dapat beradaptasi dengan baik dengan masyarakat di lingkungan sekitar, istilahnya: “ Di ma bumi dipijak, di situ langik dijunjuang.” Saya menyukai Bahasa Betawi, Sunda dan Jawa. Namun tetap berusaha melestarikan Bahasa Minang di rumah/keluarga, minimal mengenalkan ke anak-anak melalui nasehat, pantun dan lagu serta pepatah petitih.
Di manapun kita berada, apapun kondisinya, bagaimanapun keadaannya, “Yok, Kito Jago Bahaso Amak Kito!”
Profil Penulis
Penulis bernama Rismawati, S.Pd., M.Pd. kelahiran Koto Tinggi, Pariaman 13 juni 1967 adalah Guru Biologi di SMA Negeri 29 Jakarta. Mulai aktif sebagai anggota Gurusiana setelah mengikuti pelatihan “Mengubah KTI Menjadi buku Angkatan 6” yang menelorkan buku perdananya berjudul “Peran Model pembelajaran Example Non Example dalam Mengoptimalkan Hasil Belajar” Buku keduanya adalah Novel berjudul “Anugerah dan Cinta.” Pemenang lomba menulis artikel “Warna Kasih Ibu,” “Pelestarian Lingkungan”, “Tubuh Bugar, Ide Segar, Literasi Gencar,” “Lancar Berbahasa Produktif Berkarya.” Peserta penulis buku No Bapper 5 dan 10 ini juga sedang menyelesaikan Kumpulan Puisi dan Cerpen serta aktif memposting artikel /tulisan di Mediaguru.id. Penulis dapat dihubungi melalui email: [email protected], WA :081908355529, akun gurusiana: rismawatimpd.com
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Indak ado rasonyo nan kadisabuik selain kato "SAMPARONO " mudahan menjadi 1 tulisan yang mendarat di buku Antologi Bulan Ferbruari.
Aamiin, tarimo.kasih bu Mailifda
Aamiin, tarimo.kasih bu Mailifda
Sukses bun semoga berhasil
Terima kasih bu Yuli
Mantap Bund
Yok, Kito Jago Bahaso Amak Kito!,keren ulasannya,sukses selalu
Terima kasih Pak Rahmat