Rita Purwaningsih

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

CINTA CECI

Semangat! Semangat! Semangat! Aku meneriaki hatiku sendiri. Hari ini hari jumat, hari kelima sejak kegiatan belajar mengajar dimulai di tahun ajaran ini. Sebagai guru tentu saja aku harus selalu menyemangati hati dan pikiranku sendiri agar aku selalu bisa menghadapi dan melayani murid-muridku semaksimal yang aku bisa.

“Bu aku ada perlu sama ibu.” Tiba-tiba seorang siswa ku datang menghampiri saat aku sedang asyik memperhatikan kegiatan para siswaku mengerjakan latihan soal.

“Ada apa neng?” seperti biasa kupanggil dengan sebutan umum ‘neng’ karena aku kebetulan memang belum hapal namanya.

“Aku mau minta ijin, mulai minggu depan aku tidak masuk sekolah dulu dalam waktu yang cukup lama.” Si ‘neng’ terbata mengatakan itu.Aku yang selalu berusaha keras memotivasi anak-anak didikku untuk semangat tentu saja kaget, reaksi spontan yang muncul tak bisa ku tahan “baru juga seminggu belajar.... kenapa sih?”nada sedikit ga enak didengar terlontar begitu saja dari mulutku. Si ‘neng’ makin terbata, mata beningnya sedikit meredup. “itu bu, aku harus jagain mama, mamaku kan kena kanker...” “trus?” aku malah menyela. “mama harus terapi di bandung, dalam waktu yang lama, terapi awal dua minggu, setelah itu di cek hasilnya, lalu baru diputuskan harus melanjutkan terapi atau apa.” dia menjelaskan. Aku tidak begitu saja menerima alasannya. kupikir... karena aku wali kelasnya maka aku harus penuh pertimbangan untuk meng’iya’kan permintaannya. Saat itu hatiku belum kubiarkan mendalami ‘jerit’ hatinya. Aku malah berusaha memberikan alternatif agar siswaku yang satu ini tetap tak mengorbankan sekolah untuk membela mamanya. “Apa ga ada sodara yang dapat dimintai tolong Ceci? Kali ini ku sebut namanya yang baru saja dia sebutkan saat ku tanya siapa namanya. “Ga ada bu, sodara sih ada... tapi semuanya sibuk... pada kerja.” Ceci mulai keliatan tegar menjawab pertanyaanku. “masa sih? Trus ayah?” aku masih terus berusaha memberikan alternatif... siapa tau ada orang lain yang terkait selain siswaku ini yang dapat menggantikan tugasnya. “

“Ayah baru dapat kerjaan, baru aja sebulan, jadi tidak memungkinkan untuk ninggalin kerjaannya.” dia begitu gamblang menjawab semua pertanyaanku, aku tau bahwa dia memang tau banyak kondisi keluarganya... dia gadis yang berbeda... dia begitu peduli.. sedikit berbeda dengan anak-anak seusianya yang biasanya justru sedang ingin diperhatikan, bukan memperhatikan.

“ o gitu ya, ya sudah nanti saat istirahat kamu ke ruang guru ya, ibu konsulkan dulu dengan ibu wakil kepala sekolah.” Akhirnya aku berikan keputusan sementara. dia senyum, penuh harap. Seperti yang aku minta, saat istirahat Ceci datang menemuiku, saat itu langsung aku konsulkan masalahnya ke ibu Ratna, wakil kepala sekolah di sekolahku. Tidak seperti aku sebelumnya, bu Ratna dengan begitu bijaksana menanggapi curhat Ceci, beliau dengan sepenuh hati mempertimbangkan dan akhirnya memberi ijin tapi dengan syarat ada surat keterangan dari orang tua Ceci untuk ijinnya yang lama, dan Ceci diminta mengupayakan ada surat keterangan dari pihak medis, yang berkaitan dengan terapi yang harus dijalani mamanya. “ Nanti katanya bapak Ceci mau ke sini juga bu, untuk minta ijin langsung sama ibu.” Ceci menutup pertemuan kami hari ini.

Hari begitu cepat berlalu, Aku sudah hampir lupa tentang ‘tangis’hati Ceci saat tiba-tiba dia menemuiku lagi “bu, siang ini bapak mau datang menemui ibu.” hanya itu yang dia kabarkan, dia kembali duduk di kursinya... dan focus kembali pada kegiatan belajar nya, andai cerita hatinya belum ia sampaikan padaku beberapa hari lalu... aku takan pernah tau bahwa di balik raut wajah itu tersimpan beban yang demikian besar, dia begitu piawai menutupi semuanya, dia balut semua dukanya dengan keceriaan seperti kawan-kawan sebayanya.

Bel tanda pergantian jam pelajaran baru saja terdengar saat tiba-tiba pintu kelas di ketuk, bapak Ceci diantar oleh salah seorang satpam sekolah. “kita bicaranya di ruang guru ya pak.” aku bersiap menerima tamu ku, anak-anak ku tugaskan mengerjakan latihan soal dulu.

“Gimana Pak?” aku memulai percakapan.

“Ini bu, sebelumnya saya mohon maaf.” Bapak Ceci mengeluarkan berlembar-lembar kertas, entah apa itu aku belum tahu.

“Iya Pak, Ceci sudah cerita, dan saya sudah konsulkan dengan pihak sekolah, pihak sekolah sudah mengijinkan, hanya minta surat keterangan dari medis nya aja kalau bisa.” Aku berusaha membawa percakapan langsung pada tema utama.

“Iya bu, sebelumnya ijinkan saya bercerita ulang sedikit. “ pinta nya

“Iya pak silahkan.”

“Seperti yang Ceci ceritakan... kondisi ibunya...” kalimatnya terhenti...beberapa detik tamuku tak mampu melanjutkan kata-kata... matanya berlinang... sesaat kemudian kulihat tetesan air mata duka tak lagi dapat terbendung... wajahnya menunduk... tangannya sibuk menyeka, berusaha menegarkan diri dan menunjukkan padaku bahwa beliau laki-laki yang kuat, tapi wajahnya terlanjur basah... dan beliau pun berulang kali minta maaf atas kerapuhannya. dengan tersendat... sambil menyerahkan lembar keterangan dari medis... bapak Ceci berusaha bercerita, istri tercintanya sudah menderita kanker agak lama, tahun lalu beliau memutuskan berhenti bekerja agar bisa focus membantu aktifitas istrinya yang memang tak memungkinkan bila harus sendirian. Setahun lamanya beliau layani istrinya di rumah dengan penuh kesabaran... bangun... berjalan... makan... semuanya... semuanya.... beliau kobarkan semangat dan pelayanan yang tulus... dengan tak henti-henti nya beliau mohonkan pada Allah... kesembuhan... kekuatan... kesabaran menjalani semuanya...

Yaa Allah... aku tak sanggup lagi menanggapi ceritanya dengan nasehat-nasehat yang memberi beliau ketegaran, akupun harus sibuk menyeka air mata yang tak lagi kusadari sejak kapan aku menangis, betapa besar kuasaMu Yaa Rabb... Engkau hadirkan seorang laki-laki yang penuh cinta dihadapanku... tubuh tinggi besarnya tak bisa menutupi hati nya yang terluka, separuh jiwanya sedang Engkau uji dengan sakit yang siapapun tak bisa memprediksi... berapa persen harapan kesembuhannya. Beliau begitu merasa bersalah karena kali ini beliau melibatkan Ceci untuk membantu tugasnya menjaga mama Ceci. Bukan karena beliau sudah lelah...tapi karena saat ini beliau harus kembali bekerja... sudah darurat untuk biaya rutin pengobatan istrinya, nafkah keluarga juga harus kembali beliau perhatikan karena beliau juga punya Ceci... anak semata wayangnya. Aku tahu kalimat-kalimatnya bukan keluh kesah atas ujianMu yaa Rabb, dia hanya tau bahwa dia harus berjuang keras membantu kesembuhan orang yang dicintainya... dia hanya tahu bahwa apapun akan sanggup dia lakukan demi senyum kekasihnya...

Dan Ceci... aku sedikit iri padanya yaa Rabb, anak sekecil itu sudah Engkau anugrahkan kekuatan untuk berjuang mendampingi mamanya menjalani hari hari panjangnya... pukul 5 subuh dia sudah harus ke rumah sakit... untuk mendapatkan nomor antrian pengobatan mamanya... sementara aku tau di sebagian besar rumah... anak-anak seusianya masih terlelap dengan nyamannya... padahal orang tua mereka sudah berulang kali membangunkan. Di usia 14 nya Ceci menjadi andalan utama keluarga, dia layani semua keperluan mamanya dari A sampai Z... dan untuk kebutuhan sekolahnya... dia sempatkan chat dengan kawan-kawannya untuk meminta informasi seputar pelajaran dan tugas-tugas sekolah. Aku hampir tak percaya di jaman seperti sekarang ini masih ada seorang anak SMP kelas 9 seperti Ceci...

“Apa kabarmu nak... maafkan ibu wali kelasmu ini ya... tak banyak yang bisa ibu lakukan untukmu. Ibu yakin sampai saat ini kamu masih kuat... dan semakin kuat... tetap tegar dan semangat mendampingi mama dengan sepenuh hati ya... kamu anak yang hebat... ujian yang kamu terima dari Allah begitu luar biasa, sama luar biasanya dengan cinta putih yang Allah tanamkan di hati mu... cinta yang bagi kawan-kawanmu... mungkin hanya sebatas rasa ‘indah’ yang dahsyat kala bertemu dengan sosok lawan jenis, tapi bagimu... cinta itu tak terwakili dengan kata-kata se manis apapun... karena engkau merasakannya jauh di lubuk hatimu yang terdalam... begitu dalam... sehingga tak seorangpun bisa menyelami.. kecuali Rabb mu... hanya Rabb mu... dan kutitipkan padaNya pula untuk menjagamu... sehat terus ya nak. Titip salam untuk mama... semoga cepat sembuh.”

--- ‘ ---

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Subhaanallaah. Semoga Sessi mendapat kebahagiaan yang haqiqi

29 Aug
Balas

Aamiin Yaa Robbal 'Aalamiin...Makasih bu Cucu

29 Aug

Bu Rita cerpen kisah nyatanya membuat air mata ku berontak, meronta keluar dari peraduannya

29 Aug
Balas

Iya bu, Alhamdulillah saat ini masih ada (dan mudah-mudahan banyak) pejuang-pejuang tangguh seperti Ceci, yang rela memberikan seluruh waktu nya untuk mengabdi pada keluarganya... pada sesamanya.

29 Aug



search

New Post