Rita Purwaningsih

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

SMA KITA

1. DIANTARA TEMAN-TEMAN KITA

Selamat pagi." Kubaca pesan singkat di Whatsapp ku. Pengirimnya... sahabatku.

"Hei. Sehat?" aku balas dengan senyum di bibir. Aku selalu merasa sangat bahagia bila menerima chat darinya. Aku memang tak pernah bisa mengingkari kata hati, bahwa dia... yang kini hanya jadi sahabatku...-itupun hanya sahabat di udara-... adalah sosok yang dari dulu... tak pernah berhenti membuat hatiku berdebar. Dia tak pernah dapat aku raih, tak pernah dapat aku miliki, namun persahabatan kami tetap utuh, tetap terjaga selama berpuluh-puluh tahun, tak ternodai oleh kesalahan-kesalahan yang melanggar norma, baik itu norma yang ada dimasyarakat, maupun norma agama.

"Sehat, dan diusahakan selalu bahagia." dia membalas lagi chatku. Tanganku masih bergerak-gerak menuliskan beberapa kalimat yang akan kukirim, chatnya sudah datang lagi.

"Gimana? Katanya mau nulis cerita tentang SMA kita... sudah mulai?" pertanyaannya membuatku terpana sesaat, 'SMA kita?' andai kamu tahu sesempurna yang aku tahu... betapa berat hati ini menyimpan semua kenangan tentang SMA kita...

"Ya, baru kutulis sedikit, nanti kalo sudah beberapa subjudul kutulis, aku kirim ke kamu." Kataku memberinya harapan, dia percaya aku bisa menyelesaikan tulisanku, padahal aku sendiri ragu, bisakah aku menuangkan perjalanan yang selama ini memenuhi ruang hatiku dalam untaian kata-kata?

'Bisa! Harus bisa!' 'Hai kamu di sana, semoga kamu sabar menunggu, tulisan baru kumulai.'

..................

Hari yang dinanti tiba. Liburan selesai. Bisa jadi tak seperti orang lain pada umumnya, yang lebih memilih liburan daripada sekolah, aku tidak. Aku justru menikmati liburan dengan gelisah, aku ingin segera masuk sekolah, aku ingin segera merasakan bangganya jadi anak sekolahan berseragam abu-abu. Dan hari ini, rasanya gagah sekali aku melangkahkan kaki dari rumahku, tentu saja dengan berseragam abu-abu, aku jadi anak SMA hari ini, detik ini, cihuuyyy!

Kulangkahkan kakiku dengan mantap di sekolah yang kini jadi milikku, SMA ku tercinta. Kulihat sekeliling, belum banyak wajah-wajah yang aku kenal. Mereka yang lewat di depanku cenderung asyik dengan teman mereka masing-masing. Jarang sekali yang melihat ke arahku, apalagi memperhatikan, ups! maaf... bukan aku ingin diperhatikan, tapi setidaknya mereka senyum kek. Ini boro-boro senyum yang kudapat, sesekali nya ada yang melirik dengan sebelah matapun, lirikannya biasaaa banget, satu detik sudah. Mungkin bagi mereka aku ini anak kecil, anak SMA yang baru lahir, yaaa wajarlah, aku memang anak baru, pendatang baru, kelas satu.

"Hei Ma!" tepukan sedikit keras di pundakku cukup membuatku tersentak. Rafli, teman SMP ku tiba-tiba saja sudah ada di sebelahku.

"Hei, baru datang?" aku balas menyapanya

"Iya, sudah liat ruangan kelasnya belum? Ayo!" Dia langsung menarik tanganku, temanku yang satu ini memang selalu begitu, dia kadang tak perlu jawaban dari apa yang dia tanyakan. Kami berjalan sedikit terburu-buru. Maklum temanku Rafli cukup penasaran pada kelas barunya. Dari kertas pengumuman penerimaan yang orang tua kami terima dari sekolah beberapa hari lalu, kami sudah menerima pembagian kelas, jadi hari ini kami sudah tahu kami ditempatkan di kelas mana.

Sepertinya Rafli cukup cekatan, ia memandu aku melalui dua kelas sebelum sampai di kelas yang kami tuju. Aku dan Rafli kebetulan ditempatkan di kelas yang sama, kelas 1-3. Dan untuk menuju kelas 1-3 kami harus melalui dua kelas sebelumnya yaitu kelas 1-1 dan 1-2, ku lihat beberapa anak sudah ada di ruangan kelas 1-2.

"Gama, kamu kelas mana?" langkahku terhenti sesaat, Yanti teman SMP ku berpapasan di pintu kelas 1-2.

"1-3 Yan, kamu 1-2?" aku balik tanya.

"Iya alhamdulillah."

"Aku ke kelas dulu ya." Aku meneruskan langkah menuju kelasku.

Berbaur di kelas baru ternyata tak terlalu suliit untukku karena sebagian dari teman sekelasku sekarang adalah teman-teman SMP ku sebelumnya. Aku pun tak merasa asing lagi, suasana seru seperti SMP dulu langsung terasa. Tawa riang gemuruh di setiap sisi ruangan. Teman-temanku masih saja asyik tertawa, bercerita ini itu, tak seorangpun yang menyadari kalau aku tiba-tiba diam, mataku terarah pada satu sisi di halaman kelas sebelahku, 1-2. Ada satu orang yang teramat menyita perhatianku, 'gadis berambut panjang, ikal.' Aku hapal wajah itu, sangat hapal. Dia teman SD ku dulu 'Riana'. Aku ingat selama enam tahun di SD aku punya kebiasaan yang tak bisa aku tinggalkan, satu haripun. Aku suka menatapnya. Kemanapun Riana bergerak aku mesti mengikutinya dengan mataku. Aku akan sangat merasakan kehilangan bila tak menemukan Riana di sekitarku, dan mataku akan sibuk mencarinya di setiap sudut yang bisa ku jangkau. Entahlah... aku tak mengerti saat itu aku kenapa... aku hanya merasakan kedamaian saat aku menatapnya, itu saja. Keluguan pikiranku saat itu tak mampu menterjemahkan hal yang lebih dari itu,.

'Buk' seseorang menyenggol bahuku.

"Sorry man... Sorry..." Bobby cengengesan, ' ah mengganggu saja kau.' Rutukku dalam hati. Aku kembali focus pada sosok yang ada di halaman tetangga kelasku. Kulihat dia sekarang sudah bergabung dengan Yanti temanku, dan hei... siapa itu? Ada satu orang lagi yang mendekat, sepertinya aku agak hapal, dia teman SMPku juga, tapi aku sedikit lupa. Kalau tidak salah namanya Danu, ya betul namanya Danu. Dia duduk di sebelah Yanti, menjabat tangan Riana, Yanti yang memperkenalkan mereka. Duh! Aku jadi sedikit menyesali diriku sendiri. Kenapa aku tidak memberanikan diri bergabung dengan mereka sejak tadi? Padahal sudah jelas aku kenal Yanti, kenal Riana. Jadi satu level lebih tinggi dibanding Danu yang baru saja berkenalan dengan Riana. Aku malah membiarkan kebiasaan lamaku menguasai, 'menatapnya'. Cuma menatapnya dari kejauhan. Padahal Danu yang baru kenal saja sudah bisa berjarak 1 meter di depan Riana. 'Dan aku? Hei, kenapa aku jadi membandingkan diri dengan Danu?' Aku jadi senyum-senyum sendiri, biarlah pagi ini baru ada catatan kecil di hatiku...'ada kamu diantara teman-teman kita.' Tak masalah jarak antara kita masih lebih dari 1 meter, itu saja sudah cukup menjadi energi plus-plus bagiku untuk memulai hari ini, hari pertama di sekolahku, sekolah kita... SMA kita.

..................

2. TANPA KATA

Materi pelajaran yang dipelajari di kelas satu SMA ternyata tidak sesulit yang aku bayangkan sebelumnya. Sebagian besar materi baru tidak terlepas dari materi SMP yang aku pelajari di hari-hari lalu. Untung prestasiku di SMP dulu tidak terlalu parah. yaa... bisa dibilang aku termasuk kelompok siswa yang kemampuannya sedang ke atas lah, bukan kelompok yang tak bisa apa-apa. Cuma satu saja pelajaran yang tidak mau bersahabat denganku hingga hari ini ‘matematika’, entah harus bagaimana aku mengukir rangkaian angka dan simbol x y z dalam otak dan pikiranku. Cara ini cara itu, tetap saja otakku menolak dan tidak dapat menyusun dengan baik. Hingga saat harus berhadapan dengan soal-soal ulangan...tiga hari lalu...pikiranku tetap nge-blank. Aku menjawab sekenanya, alhasil saat bu Meti membagikan hasilnya sekarang, nilai yang kudapat tidak maksimal, dapat 50. Itu saja sudah kuanggap lumayan. Ya sudahlah, aku hanya bisa berpasrah untuk hari ini. Besok-besok sajalah kupikirkan strategi yang lebih jitu untuk menaklukan angka-angka menyeramkan itu. Yang penting sekarang, bel akhir pelajaran sudah berbunyi dan tugas belajarku beres hari ini, tinggal pulang, yups.

Seperti biasa aku menunggu teman-temanku di tempat parkir sekolahku. biasanya aku pulang bareng, jalan kaki, dengan beberapa teman yang searah dengan rumahku. dan biasanya pula, Riana... gadis yang selalu memaksa mataku untuk menatapnya, pulang bareng juga dengan tiga sahabatnya, jalan kaki juga. Dan itulah kenapa momen pulang sekolah adalah momen yang sangat aku tunggu-tunggu. Kami bisa jalan bersama, walau tanpa kata, juga tidak beriringan. Entahlah seperti apa rasa yang berkecamuk dalam hatiku. Yang jelas 3 kilometer perjalanan dari sekolah sampai pasar akan terasa terlalu dekat bagiku. Karena tanpa disadari tiba-tiba kami sudah harus berpisah. Dari pasar kami beda arah menuju rumah kami masing-masing.

Siang ini juga begitu, beberapa meter lagi kami harus berpisah, kulirik dia, masih tetap diam dengan senyum dibibirnya. Dia memang lebih banyak jadi pendengar cerita teman-temannya daripada aktif bercerita. Tapi, hei... dia menoleh ke arahku. Kiranya dia menyadari aku sedang memperhatikannya. Dia balas menatapku. Bola matanya itu... aku tak bisa menutupi ‘degup’ hati ini. Dia terus menatapku, ‘apa arti tatapmu wahai pujaanku?’ eh, aku jadi malu sendiri, sejak kapan dia menjadi pujaanku? Ah tak taulah. Sekian detik, sebenarnya hanya sekian detik dia menatapku. Akunya saja yang ke ge-er an, terlalu melambung. ‘sampai jumpa esok Riana, aku selalu rindu kamu’. Kuiringi perpisahan kami dengan penuh harap, semoga esok akan selalu ada, untukku... untuknya.

................................

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post