Rita Yuliantini

Bekerja sebagai guru Bahasa Inggris di MTs. Negeri 2 Lebak,Banten...

Selengkapnya
Navigasi Web
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Sumber: Opini Lihin

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

Sebagaimana kita ketahui bahwa tujuan utama pendidikan multicultural adalah untuk menanamkan sikap simpati, respect, apresiasi dan empati terhadap kelompok lain yang berbeda agama, ras, etnis dan budaya sehingga tercipta tata kelola kehidupan yang harmonis. Oleh karena itu, di tengah keragaman dan perbedaan yang ada di Indonesia, pendidikan multicultural menjadi sangat penting untuk dilaksanakan.

Pendidikan multicultural harus dilaksanakan mulai dari lingkungan keluarga hingga ke setiap kelembagaan. Terutama lembaga pendidikan (sekolah) yang merupakan miniatur sebuah masyarakat dengan keragaman dan perbedaan yang ada didalamnya. Dengan demikian pendidikan multikultural penting diimplementasikan dengan baik di sekolah agar seluruh warga sekolah khususnya peserta didik memiliki kompetensi bukan hanya pada pengetahuannya, namun juga pada keterampilan sikap sosial sehingga mereka kelak mampu menyelesaikan persoalan hidupnya di masyarakat.

Marri (2005:107) mengemukakan bahwa pendidikan multicultural dapat diwujudkan dengan membuat kerangka konseptual yakni ruang kelas yang didasarkan pada pendidikan demokratik multicultural (Classroom-Based Multikultural Education) atau disingkat CMDE yang meliputi 3 unsur antara lain:

1. Building of community (Bangunan pada komunitas)

Pendidikan multicultural harus diwujudkan dengan cara membangun ruang kelas yang kolaboratif dan saling menghargai antar sesama peserta didik yang berbeda latar belakang untuk dapat saling memahami satu sama lainnya dengan berdiskusi, kerja kelompok dan pemecahan masalah sehingga melalui diskusi tersebut peserta didik diharapkan dapat mengembangkan kehidupan demokrasi.

2. Thorough diciplinary content (muatan mata pelajaran yang cermat)

Dijelaskan oleh Banks dalam Zamroni (2022:77) bahwa muatan mata pelajaran yang cermat meliputi pengetahuan akademis pokok dan pengetahuan akademis tranformatif.

Melalui pengetahuan akademis pokok, peserta didik dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan sehingga peserta didik dapat berperan baik di sekolah maupun di masyarakat.

Sedangkan melalui pengetahuan akademis transformatif yang menghendaki terjadinya perubahan cara berfikir, peserta didik diharapkan mampu berpikir kritis sehingga memiliki kesadaran sosial dan politik dalam perannya sebagai agen kemajuan.

3. Critical pedagogy (Pendidikan kritis)

Dalam hal ini, yang dimaksud adalah bahwa pendidikan harus mampu membuka wawasan berpikir pendidik dan peserta didik. Selanjutnya, dalam rangka transformasi sosial, pendidikan harus mampu menciptakan ruang bagi peserta didik untuk menganalisis dan berpikir kritis.

Pendidikan multicultural yang diintegrasikan melalui kurikulum dapat membantu peserta didik untuk berpikir kritis tentang rasisme lembaga, classisme, sexisme, ablisme, ageisme, dan homophobia (Gollnick and chinn, 2006:vi)

Sementara itu, Tilaar (2002:224) menawarkan lima program pendidikan multicultural yaitu:

1. Lembaga-lembaga pendidikan sebagai pusat budaya

2. Pendidikan kewargaan

3. Kurikulum pendidikan multicultural

4. Kebijakan perbukuan, dan

5. Pendidikan guru

Ide-ide Tilaar diatas merupakan konsep makro yang bersifat menyeluruh. Namun di sekolah/madrasah, implementasi pendidikan multicultural dibatasi pada tiga hal berikut:

1. Kultur sekolah

Sekolah merupakan sebuah komunitas yang melibatkan kepala sekolah, guru, peserta didik, staf, orang tua siswa dan komite sekolah. Kultur sekolah merupakan pola nilai, norma, sikap, ritual, mitos serta kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah tersebut. Kultur sekolah harus dilaksanakan dengan baik oleh setiap warga sekolah agar terpelihara kondusifitas didalamnya sehingga setiap warga sekolah mampu memahami dan menyelesaikan setiap persoalan. Lebih jauh lagi, kultur sekolah akan dapat memengaruhi prestasi peserta didik.

2. Manajemen sekolah

Kepala sekolah berperan bukan hanya sebagai manager melainkan juga sebagai leader (pemimpin). Pemimpin yang baik digambarkan oleh John Kotler (1996:17-32) sebagai seorang pemimpin yang mempunyai kepekaan terhadap kemendesakan (sense of urgency), menciptakan koalisi pemimpin perubahan, mengembangkan visi dan strategi, mengkomunikasikan visi, memberdayakan bawahan untuk aksi yang luas, mengakumulasikan keberhasilan demi keberhasilan, merayakan keberhasilan, menghasilkan keberhasilan baru, serta menancapkan pendekatan baru dalam budaya organisasi.

3. Proses pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan dimensi penting dalam pendidikan. Proses pembelajaran yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan multicultural adalah proses pembelajaran dengan pedagogy transformatif, yakni yang mengusung pada kebebasan berpikir kritis dan menekankan pada pentingnya berpartisipasi dengan sesama. Strategi pembelajaran cooperative learning yang didalamnya terjadi interaksi yang menuntut kecakapan sosial peserta didik diharapkan mampu mencapai tujuan pendidikan multicultural.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post