Riyan Rosal Yosma Oktapyanto

Seorang manusia yang suka belajar...

Selengkapnya
Navigasi Web
Penghargaan Terhadap Kualifikasi Pendidikan dan Keprofesionalan Seorang Guru di  Sekolah Dasar yang Masih Kurang.

Penghargaan Terhadap Kualifikasi Pendidikan dan Keprofesionalan Seorang Guru di Sekolah Dasar yang Masih Kurang.

Penghargaan Terhadap Kualifikasi Pendidikan dan Keprofesionalan Seorang Guru di

Sekolah Dasar yang Masih Kurang.

Oleh

Riyan Rosal Yosma Oktapyanto, M.Pd.

Guru merupakan salah satu pekerjaan yang sedang benar-benar diberi

penghargaan oleh pemerintah beberapa waktu ini dengan ditingkatkan derajatnya menjadi

suatu profesi. Menurut Undang-Undang guru dan dosen no. 14 tahun 2005 Pasal 1 Poin 1

menyatakan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi

peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan

dasar, dan pendidikan menengah. Kemudian setiap guru yang berhak mengajar di sekolah

adalah guru-guru yang telah memiliki standar kualifikasi pendidikan S1 atau D 4. Kualifikasi

guru ini tercantum dalam Dengan pasal 8 yang berbunyi Guru wajib memiliki kualifikasi

akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki

kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kemudian Pasal 9 berbunyi

Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan

tinggi program sarjana atau program diploma empat.

Selain itu guru sebagai syarat mendapatkan penghargaan profesi haruslah memiliki

sertifikat pendidik yang dikeluarkan oleh LPTK yang ditunjuk oleh Pemerintah. Sesuai

dengan Undang-Undang guru dan dosen no. 14 tahun 2005 pasal 11 poin 2 yang berbunyi

Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program

pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.

Demikianlah serangkaian landasan hukum yang idealis mengenai kualifiikasi

minimal sebagai seorang guru. Namun Realitas dan idealitas yang terjadi pada dunia

pendidikan khususnya dalam dunia profesi keguruan banyak yang secara ironis berbeda.

Idealnya seperti amanat undang-undang seorang guru memiliki semua kualifikasi standar

yang harus dimiliki guru. Namun pada realitanya dilapangan kerja masih banyak guru yang

belum memiliki kualifikasi tersebut.

Berbagai macam kendala terjadi di lapangan mengenai profesionalisme guru.

Kendala-kendala profesionalisme guru bukan hanya secara internal guru tersebut seperti

kualifikasi pendidikan yang tidak sesuai, sertifikasi yang belum didapat, tuntutan ekonomi,

maupun aspek motivasi. Namun kendala keadaan profesionalisme guru ada pula yang

terkendala aspek eksternal. Kendala Aspek eksternal yang kadang dijumpa oleh para guru

untuk mengembangkan keprofesionalismeanya diantaranya adalah birokrasi pemerintah

daerah yang kurang mendukung kemajuan guru, kebiasaan atau budaya masyarakat

sekitar yang masih feodal, kondisi masyarakat pendidikan di wiliyahnya yang rentan KKN

(Kolusi, Korupsi dan Nepotisme), senioritas dalam bekerja, dan kebiasaan sekolah yang

tidak menunjang kemajuan profesi guru.

Tulisan ini dimuat berdasarkan berbagai kendala yang dihadapi oleh guru mengenai

keprofesionalismeannya khususnya mengenai kendala eksternal dengan tanpa

mengenyampingkan mengenai kendala internal guru. Mengapa aspek eksternal yang akan

dibahas dengan detail? Hal ini dikarenakan telah banyak para pembahas dibidang psikologi

maupun pendidikan membahas mengenai aspek internal diri sedangkan aspek eksternal

dirasa masih kurang.

Kendala dilapangan mengenai hambatan keprofesionalismean guru yaitu kurangnya

pemerintah daerah menghargai kualifikasi guru yang sudah melebihi kualifikasi pendidikan

yaitu sudah mencapai magister (S2). Bahkan salah satu studi kasusnya ada seorang guru

SD yang sudah S2 namun susah mendapat sertifikat pendidik. Guru dengan susah payah

guru tersebut berupaya dan baru mendapatkan jatah masuk kuota tambahan PLPG, itu pun

dengan bantuan kepala sekolah dan pengawas. Kemudian terbukti kualifikasi S2 nya

menjadi salah satu faktor kelulusan guru tersebut karena beberapa guru di kecamatannya

yang mengikuti PLPG bersamaan dan tak satupun lulus PLPG secara langsung kecuali

guru tersebut.

Pemerintah daerah khususnya dinas pendidikan didaerah banyak yang kurang

memahami tentang kandungan dari Undang-Undang guru dan dosen no. 14 tahun 2005.

Mereka hanya mengetahui dari segi administrative tentang sertifikasi guru saja dan tidak

memaknai tentang peningkatan profesionalisme guru. Sehingga hal ini menjadi hambatan

peningkatan kesejahteraan, keprofesionalan dan kurangnya penghargaan bagi guru yang

telah mendapatkan kualifikasi yang layak bahkan lebih dari batas minimal.

Selain tentang pemahaman mengenai Undang-Undang guru dan dosen no. 14

tahun 2005, juga penghargaan terhadap guru hanya sebatas memfasilitasi untuk tunjangan

sertifikasi berupa material namun untuk pengembangan kompetensinya masih kurang.

Pengembangan kompetensi guru di tingkat guru SD hanya diberikan pada guru-guru yang

dekat dengan kepala sekolah, pengawas, pegawai dinas atau pejabat. Bagi guru-guru di

daerah yang hanya sehari-harinya mengajar walau dengan penuh dedikasi jika tidak

memunyai relasi seperti tadi terkadang sulit mengikuti bimbingan teknis (bimtek), seminar,

workshop, dan lain sebagainya yang diselengggarakan oleh pemerintah daerah. Bahkan

para guru “kreatif” mencari sendiri informasi karena ingin mengikuti pun terkadang

terhambat ijin kepala sekolah, pengawas dan kepala UPT. Para guru yang kreatif tersebut

dianggap melangkahi atasan dan segenap alasan lainnya.

Dua kajian singkat mengenai hambatan birokrasi dan budaya penghargaan terhadap

guru ini semoga menjadi salah satu perhatian bagi kita selaku insan-insan pendidikan

Indonesia. Semoga para guru walaupun banyak hambatan dan tantangan untuk

meningkatkan keprofesionalismeannya, kesejahteraannya, dan kompetensinya dapat

terlalui dengan baik dan berbuah indah karena guru mulia karena karya.

Tulisan ini berhasil terseleksi sebagai syarat untuk mengikuti Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Perlindungan Profesi Guru di Direktorat Kesharlindung Dirjen GTK Kemendikbud pada bulan Mei yang lalu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luarrr biasa....

21 Aug
Balas

Alhamdulillah... Bu Dati yg lebih luarrr biasa... Krn karyanya byk sdh dibukukan.. Mhn doa dan motivasinya ya bu sastrawaty

21 Aug

keren pa

21 Aug
Balas

Terimakasih bu Desy.. Jangan lupa di follow ya. Hehe

21 Aug



search

New Post