Riyo Darminto

Mohon ijin perkenalkan nama saya Riyodarminto dinas di SDN Gading 7 kec Tambaksari kota Surabaya....

Selengkapnya
Navigasi Web
Riyo Darminto.Mpd
PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI PENERAPAN NEUROSCIENCE DAN NEUROLINGUISTIK DAN SRTATEGI MEMBANGUN KEMITRAAN ORANG TUA SISWA

Riyo Darminto.Mpd

PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI PENERAPAN NEUROSCIENCE DAN NEUROLINGUISTIK DAN SRTATEGI MEMBANGUN KEMITRAAN ORANG TUA SISWA

Edy Sukoco1, Riyo Darminto2, Ninik Prasetyani3, Sri Yuniati, 4 Umniyati5

SDN Dukuh Menanggal 1/424 Surabaya, Indonesia1

SDN Gading VII/536 Surabaya, Indonesia2

SDN Lidah Wetan IV/566 Surabaya, Indonesia3

SDN Kebonsari I/414 Surabaya, Indonesia4

SDN Tegalsari I/321 Surabaya, Indonesia5

Abstract

Artikel ini mendeskripsikan educational neuroscience di pendidikan dasar. Penulis mengungkap bagaimana penerapan model pembelajaran berbasis neurosains pada SD. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian inia dalah penelitian kualitatif untuk mendiskripsikan dan menganalisis tentang fenomena, peristiwa proses pembelajaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis neurosains pada ada beberapa macam antara lain: (1) Model belajar anak dengan bermain, (2) Model Pembelajaran Fun Learning, (3) Pembelajaran Quantum Teaching, (4) Pembelajaran Multiple Intelegensi, (5) Pembelajaran berbasis masalah, di samping itu dalam penerapan pembelajaran adalah menggunakan (1) Neuro Language Program, (2) Media musik dalam belajar, (3) Pergantian warna/suasana. Sedangkan penerapan model pembelajaran kerjasama dan berpikir kreatif pada tiga sekolah tersebut adalah melalui kegiatan ekstra kurikuler yaitu: (1) Club Bahasa, pramuka, (2) Kepanduan untuk menumbuhkan jiwa pemberani,

Kata kunci: Education, Neuroscience, Pendidikan Dasar

Abstract

This article describes educational neuroscience in basic education. The author reveals how the application of neuroscience-based learning models in elementary schools. The approach used in this research is qualitative research to describe and analyze phenomena, events and learning processes. The results of this study indicate that the application of neuroscience-based learning models in several types include: (1) Children's learning models by playing, (2) Fun Learning Learning Models, (3) Quantum Teaching Learning, (4) Multiple Intelligence Learning, (5) ) Problem-based learning, in addition to the application of learning is to use (1) Neuro Language Program, (2) Music media in learning, (3) Change of color / atmosphere. While the application of cooperative learning and creative thinking models at the three schools is through extra-curricular activities, namely: (1) Language Club, Boy Scouts, (2) Scouting to foster courageous souls,

Keywords: Education, Neuroscience, Basic Education

PENDAHULUAN

Pengembangan kurikulum di Indonesia telah banyak mengalami perubahan yang terbaru adalah pengembangan kurikulum 2013 pada madrasah dan sekolah. Sedangkan pada perguruan tinggi pengembangan kurikulum mengacu pada SNPT dan KKNI dari sisi dokumen telah baik. Banyak hal yang dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum, salah satunya landasan psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Kenapa psikologi belajar dan psikologi perkembangan karena pada cabang ilmu psikologi kedua-duannya mengkaji secara mendalam manusia yang menjadi subyek dan obyek pendidikan baik dari sisi perkembangannya maupun dari cara memperoleh pengetahuan. Dalam pengembangan kurikulum aspek psikologi sangat penting dipertimbangkan, pada implementasi kurikulum faktor psikologi perkembangan dan psikologi belajar mutlak harus dipahami oleh guru (Katni, 2015).

Ilmu neurosains pendidikan sangat mendukung, untuk melengkapi psikologi perkembangan dan psikologi belajar sebagai pendekatan dalam mengembangkan kurikulum dan implementasinya diseluruh tingkatan. Cara mendidik manusia agar berkembang maksimal melalui kerja pendidikan adalah sebagai berikut: 1). Untuk mendapatkan efek pengayaan, stimulus harus baru. 2). Stimulus harus menantang. 3). Stimulus Harus koheren dan bermakna. 4). Pembelajaran harus terjadi sepanjang waktu. 6). Harus ada sebuah cara bagi otak untuk belajar dari stimuli yang baru dan menantang. Keenam hal ini, sebagai perspektif baru yang dapat dimaksukkan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum dasar (Katni, 2015).

Penelitian fungsi otak manusia, khususnya selama dekade terakhir, telah sangat meningkatkan pemahaman kita tentang perilaku kognitif yang mendasar bagi pendidikan: belajar, memori, kecerdasan, emosi. Di sini, kami berpendapat kasus bahwa temuan penelitian dari ilmu saraf kognitif memiliki implikasi untuk praktik pendidikan. Dengan demikian kami memajukan posisi bio-psiko-sosial yang menyambut perspektif multi-disiplin pada tantangan pendidikan saat ini (Geake & Cooper, 2006). Pada dasarnya, diskusi tentang ilmu saraf dalam pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari struktur otak dan fungsi otak (Kurniawati, Mustaji, & Setyowati, 2018).

Pendidikan karakter penting untuk diimplementasikan dalam program pendidikan saat ini, hal ini didasarkan pada data secara faktual dan realistik menunjukan bahwa moralitas bangsa ini agak bergeser dari khitahnya (Susanti & Siwi, 2016). Selama ini pendidikan SD/MI tidak menaruh perhatian yang serius terhadap neurosains padahal ini sangat penting dalam memaksimalkan fungsi otak, lebih dari itu neurosains menjadi alat dalam pengembangan kurikulum, bila dilihat integrasi pengembangan neurosains dalam pembelajaran telah menghasilkan berbagai teori belajar berbasis otak Erniati (2015:44). Inti dari pendidikan, selain transfer nilai dan pengetahuan adalah optimalisasi semua potensi manusia. Sebagian besar potensi manusia bersandar pada otaknya. Ilmu yang mempelajari otak adalah ilmu saraf. Oleh karena itu, pendidikan dan ilmu saraf dapat digabungkan secara interdisipliner (Suyadi, 2019).

Memasukkan mata pelajaran tentang akal (neurosains) ke dalam kurikulum lembaga pendidikan dasar, sehingga keberhasilan pembelajaran berbasis otak, seperti Brain Based learning, Quantum Learning, Quantum Teaching sebagai sumbangsih neurosains untuk dunia pendidikan. Erniati (2015:44). Otak merupakan tumpuan bagi perasaan dan perilaku. Otaklah yang menerima dan mengalami peristiwa, segala sesuatu berawal dan berakhir di otak, cara kerja otak menentukan kualitas hidup manusia baik yang meliputi tingkat kebahagiaan, kualitas hubungan dengan orang lain, dan keberhasilan dalam profesi. Otak mengatur seluruh fungsi tubuh, mengendalikan kebanyakan prilaku dasar manusia mulai dari makan, minum, tidur menghangatkan tubuh dan lain sebagainya. Otak bertanggung jawab atas semua kegiatan hidup. Jalaludin Rahmat (2006: 5)

Nilai-nilai pendidikan atau pendidikan karakter di Indonesia, dalam perkembangan terakhir (setelah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikeluarkan) selalu menjadi program prioritas dalam sistem pendidikan nasional. Kurikulum yang diusulkan, termasuk Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK pada 2004), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP pada 2006) dan Kurikulum 2013 (K-13 pada 2013) selalu menempatkan pendidikan karakter sebagai semangat pada implementasi kurikulum di kelas. Bahkan, dalam K-13 yang diterapkan saat ini menekankan pada pendidikan karakter yang kemudian mengarahkan semua mata pelajaran di sekolah untuk berkontribusi langsung pada pembentukan karakter siswa. Kontribusi kurikulum pada pembentukan karakter siswa diletakkan pada kompetensi inti 1 (hasil belajar: karakter agama) dan kompetensi inti 2 (hasil belajar: sikap sosial). Oleh karena itu, pembentukan karakter siswa, baik karakter agama dan sosial menjadi indikator keberhasilan implementasi kurikulum di sekolah (Suyatno;Jumintono; Asih; Mardati; Wantini, 2019).

Educational neuroscience adalah bidang kajian neuroscience yang fokus untuk mengkaji konsep pendidikan dari perspektif sistem kerja otak. Para guru dan orang tua ternyata masih jarang memperhatikan bidang kajian ini sehingga menyebabkan munculnya suasana pembelajaran yang pasif dan tidak optimal dalam merangsang sel-sel saraf di dalam otak manusia. Guru dan orang tua yang tidak memahami dasar biologis dari keterampilan dan perilaku anak juga cenderung mendidik anak sesuai kehendaknya atau untuk melanjutkan cita-citanya sehingga tujuan anak dalam belajar tertuju untuk menyenangkan hati guru dan orang tuanya saja dan tidak optimal dalam mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya perkembangannya. sesuai tahap perkemabanganya. (Batubara & Supena, 2018)

Neuropedagogis atau bisa juga disebut dengan neuroeducation yaitu interdisipliner yang menggabungkan bidang neuroscience psikologi dan pendidikan untuk menciptakan peningkatan pengajaran metode dan kurikulum dalam penelitian dan inisiatif untuk menggunakan penemuan tentang belajar, memori, bahasa, dan daerah lain. Neuropedagogis bisa disebut juga neuroeducation yaitu interdisipliner yang menggabungkan bidang neuroscience, psikologi dan pendidikan untuk menciptakan peningkatan pengajaran metode dan kurikulum dalam penelitian dan inisiatif untuk menggunakan penemuan tentang belajar, memori, bahasa dan daerah lain (Lenny Nuraeni, 2014).

Kognitif neuroscience bertujuan untuk menginformasikan pendidik mengenai strategi terbaik untuk mengajar dan belajar. Semakin banyak guru ingin tahu bagaimana siswa berfikir dan belajar. Ahli saraf di sisi lain ingin tahu bagaimana bisa pertanyaan guru mendorong penelitian neuroscience. Dampak post modernism adalah wawasan tentang peta kompleksitas pemikiran dan praktik intelektual yang kebenarannya bertolak dari rasio dan kebenaran melalui pengalaman menuntut kita memahami esensi pendidikan dan pengembangan tentang apa yang diketahui dan tidak diketahui. Penggunaan fungsi otak yang efektif dan efisien merupakan hasil dari proses interaktif yang dinamis dengan lingkungan yang mencakup ciri-ciri fisik, mental dan emosional yang mengakibatkan integrasi yang terakselerasikan dari fungsi otak dan berakibat terhadap pemekaran kemampuan manusia secara optimal (Lenny Nuraeni, 2014)

Dalam proses pendidikan dasar Anak berada pada tahap Zaman Keemasan di mana pada saat itu waktu mengalami pertumbuhan yang cepat, pada periode pengembangan optimal diperlukan stimulasi yang dapat meningkatkan kapasitas otak. Kemampuan motorik fisik anak harus diingat karena merangsang otot kasar serta efek pada kognitif anak. Para peneliti menemukan bahwa ada bagian otak yang memproses gerak secara setara dengan otak yang memproses pembelajaran. Anak-anak dapat belajar dengan cara terbaik ketika mereka aktif karena mereka merangsang neuron yang memfasilitasi kemampuan anak untuk mendapatkan informasi dan pembelajaran.(Kurniawati et al., 2018)

Apa yang terjadi pada anak di masa-masa awal dalam hidup memiliki pengaruh seumur hidup dalam cara mereka berkembang dan belajar. Masa-masa penting berpengaruh positif dan negative terhadap pembelajaran. Otak manusia cukup fleksibel. Otak memiliki kemampuan untuk berubah ketika merespon beragam pengalaman dan lingkungan yang berbeda-beda. Pencegahan dan intervensi dini lebih baik daripada perbaikan kemudian. Otak mengalami perubahan fisiologis ketika merespon pengalaman. Lingkungan yang diperkaya berpengaruh terhadap perkembangan otak.

Landasan berpikir di atas membutuhkan peran kepala sekolah sekolah dalam membangun komuniksi dengan mitra sekolah yaitu wali murid. Sekolah harus memperhatikan peran pendidikan yang mencakup pengembangan dalam diri anak kemampuan fisik, kognitif, dan moral, sehingga mereka mampu untuk melakukan peran sosial dalam kehidupan masyarakat. Kepala Sekolah sebagai m a n a ge r (pengelola) dan juga sebagai le a de r (pemimpin) dalam organisasi sekolah, memiliki tugas di samping pengembangan akademik, juga pengembangan kemitraan sekolah. Dua tugas ini sangat penting dan saling mendukung satu dengan lain. Bahwa kegiatan akademik di sekolah terjadi sebagai proses sosial sehingga dibutuhkan kemitraan antara mereka yang terlibat dalam proses akademik. Sebagaimana dijelaskan di atas dalam proses akademik, dibutuhkan hubungan kemitraan antara guru dan siswa, antara siswa dengan siswa lain, yunior dengan senior, antara siswa dengan tenaga administratif. Kegiatan belajar pada dasarnya adalah saling bekerja sama dan saling membantu, sehingga hubungan kemitraan dalam kegiatan akademik sangat dibutuhkan dalam aktivitas belajar di sekolah.

Landasan berpikir diatas memberikan makna bahwa pendidikan berbasis neuroscience memiliki peran yang sangat signifikan dalam membangun pola pendidikan karakter khususnya pendidikan dasar.

PEMBAHASAN

Hakikat Education euroscience

Neurosains, secara sederhana adalah ilmu yang khusus mempelajari Neuron (sel saraf). Sel-sel saraf ini menyusun system saraf, baik susunan saraf pusat (otak dan saraf tulang belakang) maupun saraf tepi (31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kepala). Sel saraf (Neuron) adalah sinapsis yaitu titik pertemuan 2 sel saraf yang memindahkan dan meneruskan informasi neurotransmitter. Pada tingkat biologi molekuler, unit terkecilnya adalah seperti gen-gen (kajian genetika). Umumnya para neurosaintis memfokuskan pada sel saraf yang ada di otak (Wathon, 2006; McCandliss & Noble, 2003)

Penemuan mutakhir dalam neurosains semakin membuktikan bahwa bagian-bagian tertentu otak bertanggung jawab dalam menata jenis-jenis kecerdasan manusia. Kecerdasan matematika dan bahasa berpusat di otak kiri, meskipun untuk matematika tidak terpusat secara tegas di otak kiri. Kecerdasan musik dan spasial berpusat di otak kanan. Kecerdasan kinestetik sebagaimana dimiliki oleh dahi berpusat di daerah motorik cortex cerebri. Kecerdasan intrapersonal dan antarpersonal ditata pada sistem limbik dan dihubungkan dengan lobus prefrontal maupun temporal (Wathon, 2006).

Ada tiga istilah secara harfiah: Neuro berarti sel syaraf otak. Dalam konteks ini, bagaimana sel-sel tersebut mencatat atau merekam informasi di sekitar kita setelah mendapatkan stimulus. Menurut para ahli neurosience, sel syaraf otak kita menerima 4 juta item informasi per detiknya. Informasi tersebut masuk ke dalam alam pikiran kita melalui peran sel-sel syaraf atau akson. Menurut Pasiak (2004) dalam otak menusia terdapat akson yang berfungsi sebagai pemberi pesan dalam tubuh kita. Akson setelah menerima stimulus dari luar dan dip roses melalui dua cara yaitu: 1) sinyal listrik dan 2) sinyal kimiawi (neurotransmitter). Dengan proses listrik dan biokimiawi inilah informasi yang jumlahnya jutaan itu dicatat dan direkam. Sangat kompleks yang kita rekam, dari apa yang kita lihat, dengar dan raba atau pegang hingga apa yang kita baui dan kita rasakan melalui panca indera. Dengan lata lain neuro berarti bagaimana sel-sel syaraf otak menerima informasi. Semua yang kita lihat melalui panca indera itu, pencatatannya membutuhkan kebahasaan (linguistic) sebagai alat bantu. Inilah unsur kedua dari pengertian harfiah NLP (Neuro Linguistic Proggrame) yakni linguistic. Tanpa bahasa otak kita tidak bisa merepresentasikan, tidak bisa menggambarkan apa yang kita alami. Contohnya: betapa bahasa akan memudahkan kita untuk merepresentasikan sesuatu peristiwa agar pikiran mudah mencatat atau merekamnya. Seseorang mengalami sebuah peristiwa makan pagi misalnya. Tentunya seseorang tersebut dapat melihat (potret makan pagi) dalam pikirannya. Sehingga dapat merasakan enak, menyenangkan (Lenny Nuraeni, 2014).

Ternyata otak menangkap semua rangsangan untuk dipahami (dipersepsi) melalui kerja sel saraf, sirkuit saraf, dan nemotransmitter. Sekadar contoh, ketika seseorang mengingat suatu kejadian di masa lalu, otak akan menanggapi dengan cara yang sama karena bagi otak semua itu terjadi saat ini. Otak tidak dapat membedakan antara kejadian sesungguhnya dan ingatan akan suatu kejadian. Sayang pendidik mengabaikan sistim baru ini dan terkesan memegang prinsip lama.

Otak merupakan pusat kecerdasan manusia yang mengendalikan sistem saraf dalam menangkap suatu pembelajaran. Makin jelas tujuan pembelajaran pendidikan makin mudah pula pemilihan dan penetapan bahan dan metode penyampaiannya. Pendidikan melalui teori neuroscience dapat dilakukan dengan cara guru atau pendidik terlebih dahulu harus mengetahui dan memahami kinerja otak manusia, memperhatikan kerja alamiah otak peserta didik dalam proses pembelajaran, menciptakan suasana pembelajaran dimana peserta didik dihormati dan didukung, menghindari terjadinya pemforsiran terhadap kerja otak (Dewi, Fitri, & Soviya, 2018).

Neuropedagogis atau bisa juga disebut dengan neuroeducation yaitu interdisipliner yang menggabungkan bidang neuroscience psikologi dan pendidikan untuk menciptakan peningkatan pengajaran metode dan kurikulum dalam penelitian dan inisiatif untuk menggunakan penemuan tentang belajar, memori, bahasa, dan daerah lain. Neuropedagogis bisa disebut juga neuroeducation yaitu interdisipliner yang menggabungkan bidang neuroscience, psikologi dan pendidikan untuk menciptakan peningkatan pengajaran metode dan kurikulum dalam penelitian dan inisiatif untuk menggunakan penemuan tentang belajar, memori, bahasa dan daerah lain. Kognitif neuroscience bertujuan untuk menginformasikan pendidik mengenai strategi terbaik untuk mengajar dan belajar. Semakin banyak guru ingin tahu bagaimana siswa berfikir dan belajar. Ahli saraf di sisi lain ingin tahu bagaimana bisa pertanyaan guru mendorong penelitian neuroscience. (Lenny Nuraeni, 2014)

Sejauh ini penelitian di bidang ilmu saraf telah berkembang pesat dan menemukan a

berbagai bentuk integrasi ilmiah, yaitu ekspansi ilmiah, seperti ilmu saraf dan teologi (neurotheology), spiritualitas (neurospiritual), hingga pendidikan (pendidikan) neuroedukasi. Awalnya, penelitian di bidang ilmu saraf berfokus pada temuan Sperry tentang otak kanan dan otak kiri. Otak kanan memproses ritme, kesadaran ruang, imajinasi, lamunan, warna dan dimensi, sedangkan otak kiri memproses kata-kata, logika, angka, urutan, linieritas, analisis, dan daftar. Temuan Rogers Sperry memiliki pengaruh luas, tidak hanya di bidang neuroscience, tetapi juga di bidang lain, termasuk pendidikan. Pendidikan, termasuk pendidikan Islam dikritik karena terlalu memanjakan otak kiri dan tidak mengembangkan otak kanan (Suyadi, 2019; Susanti & Siwi, 2016)

Selain neuroscience itu, juga educational telah berhasil menemukan dasar-dasar biologis dari gangguan perilaku dan perkembangan keterampilan anak. Misalnya, bagaimana kondisi otak anak yang mengalami discalculia dan dislexia dan apa saja stimulus yang dapat diberikan untuk menyembuhkan masalah tersebut (Batubara & Supena, 2018)

Kognitif neuroscience bertujuan untuk menginformasikan pendidik mengenai strategi terbaik untuk mengajar dan belajar. Semakin banyak guru ingin tahu bagaimana siswa berfikir dan belajar. Ahli saraf di sisi lain ingin tahu bagaimana bisa pertanyaan guru mendorong penelitian neuroscience. Dampak post modernism adalah wawasan tentang peta kompleksitas pemikiran dan praktik intelektual yang kebenarannya bertolak dari rasio dan kebenaran melalui pengalaman menuntut kita memahami esensi pendidikan dan pengembangan tentang apa yang diketahui dan tidak diketahui.

Model Pembelajaran Neurosains pada Pendidikan dasar

Model belajar anak dengan bermain

Prinsip didaktis metodis dalam pembelajaran anak adalah bermain, semua anak belajar dengan bermain Suyadi (2014: 187). Bermain dikalangan anak anak sama halnya dengan kerja, penerapan model belajar anak dengan bermain pada SD dilakukan dengan mendesain dengan permainan edukatif yang dapat menstimulasi perkembangan otak anak, terutama otak rasionalnya dengan meningkatnya otak didalam otak rasional kerja otak anak semakin komplek dan kecerdasanya akan meningkat. Permainan pembelajaran di sangat beragam tergantung materi yang dipelajari. Sejauh yang penulis amati pada materi tentang keorganisasian di sekolah, anak diminta mengurutkan dalam permainan mengambil nama organisasi di sekolahan dengan cara berlari dan bergantian hasilnya adalah aktivitas yang dilakukan anak memberikan anak dalam belajar tangkas dan berfikir secara cepat, ini salah satu model pembelajaran yang menaruh perhatian tentang otak.

Model penerapan dalam bermain di SD adalah dengan permainan tepuk, anak diajak untuk tepuk di sela sela pembelajaran misalnya tepuk konsentrasi, tepuk satu, dua, tiga dan seterusnya. Ini merupakan permainan yang dapat menyenangkan hati anak, meningkatkan keterampilan dan meningkatkan perkembangan anak. Bermain dengan tepuk juga dilakukan ketika anak mulai gaduh dalam belajar, guru memberikan aba-aba untuk tepuk diam, maka anak akan bilang “sedakep meneng cep” setelah tepuk. Dengan cara demikian guru dapat mengkondisikan untuk pembelajaran. Pembelajaran dengan tepuk selain sebagai bagian kajian neurosains juga bisa digunakan untuk menghilangkan kejenuhan saat belajar, gaya belajar anak antara satu dengan yang lain tidak sama, namun jika ada instruksi atau pesan dari guru anak-anak akan melaksanakan secara bersamaan.

Model Pembelajaran Konstruktivistik (membangun belajar siswa aktif)

Model konstruktivistik adalah proses pembelajaran siswa aktif dalam mengembangkan pengetahuan mereka Luk Luk Nur Mufidah (2014: 64) dari hasil pengamatan dan wawancara salah satu strategi dalam pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa adalah dengan berdiskusi, dalam pembelajaran materi tertentu anak dibagi menjadi beberapa kelompok, masing- masing kelompok diberikan topik atau bahan diskusi dengan memberikan kisi- kisi dalam berdiskusi tujuanya adalah anak akan menjadi aktif bersama dengan kelompoknya. Disini tugas guru untuk mengamati sejauh mana proses belajar dan keaktifan siswa, baik secara individu maupun kelompok.

Pembelajaran yang mengarahkan pada keaktifan siswa hampir sama dengan model cara belajar siswa aktif (CBSA) dengan melibatkan siswa untuk terlibat secara aktif dalam setiap pembelajaran tidak hanya dalam hal psikis saja namun juga secara fisik sehingga dengan pendekatan pada keaktifan siswa akan diperoleh pengetahuan dalam belajar, ketrampilan bahkan sikap. Pembelajaran berpusat pada siswa akan lebih menonjolkan fungsi dan peran siswa dalam pembelajaran, sedangkan guru menjadi fasilitator dan teman belajar, disinilah sebenarnya fungsi pembelajaran yang mengoptimalkan potensi anak melalui pendekatan berbasis otak dimana otak kreatif akan dirangsang terlibat langsung dalam aspek aspek pembelajaran.

Model belajar siswa aktif dapat memberikan kepercayaan siswa, tentu dalam belajar ini guru memainkan peran yang ekstra karena mencoba memberikan strategi bagaimana membuat anak aktif, yang dilakukan di adalah dengan memberikan pengalaman belajar, dengan pengalaman belajar siswa akan tertarik dan akan mengikuti pembelajaran seolah- olah berada di dunia anak dengan demikian apa yang dialami anak akan dipertanyakan baik kepada guru, teman, atau mungkin dengan teman yang berbeda kelasnya.

Eric Jansen mengatakan bahwa strategi pembelajaran yang sangat baik untuk mengembangkan otak adalah sebagai berikut:

1. Ciptakan lingkungan yang lebih multisensori.

2. Tambahkan poster, aroma, musik dan aktivitas-aktivitas yang relevan.

3. Tingkatan interaksi sosial dan kerja kelompok

4. Berpindahlah ke lokasi yang baru sesering mungkin (lakukan kunjungan lapangan, dekat, jauh bahkan hingga luar negeri), pindah ke luar ruangan, ubah ruangan dengan guru yang berbeda pada satu haru tertentu dsb.).

5. Dalam Kesehariannya, modifikasikanlah lingkungan dengan cara tertentu (tempat duduk, pajangan, papan pengumuman, yang dirubah posisinya atau jenisnya dll).

6. Doronglah para siswa untuk mengeksplorasi ide-ide baru dan pengekspresikan diri mereka secara kreatif. Misalkan membuat puisi, cerpen, ataupun artikel, opini dan lainnya dari ide-ide baru mereka. Dapat juga berupa produk barang, atau jasa yang kreatif seperti makanan, minuman, peralatan teknologi, atau peralatan kebutuhan hidup sehari-hari.

7. Berikanlah waktu yang berkualitas, bukan hanya kuantitas Setiap pertemuan dengan peserta didik, perlu diberikan nasehat, efektifitas bahasa dalam penyampaian pembelajaran sehingga tidak menjenuhkan.

8. Ajarilah dan latihlah keterampilan-keterampilan penting seperti logika, pengategorisasian, berhitung, menamai, bahasa, sebab akibat, debat dan berfikir kritis. Hal ini akan melatih otak semakin tersistematis untuk menyelesaikan problem-problem yang kompleks dan lebih sulit serta obyektif, kritis, sistematis dan ilmiah.

9. Sediakan umpan balik yang positif.

10. Rayakan keberhasilan mencapai sesautu dengan pengayaan yang menyenangkan. Misalkan dengan tepuk tangan, reward, motivasi, atau degan yel-yel dan sebagainya.

11. Gunakan kata-kata dari beberapa bahasa dalam berbagai macam konteks. Misalkan kata-kata hikmah, kata mutiara, anekdot.

12. Kurangilah semua bentuk pengalaman negatif yang memberatkan, hukuman atau caci maki. Kurangi celaan, atau olok-olokan negatif terhadap anak. Sehingga anak tidak rendah diri (minder).

13. Hal yang paling penting, berikanlah pilihan kepada para pembelajar supaya pembelajaran mereka bermakna. 13 Pilihan sesuai bakat, minat, potensi, kesukaan mereka akan memberikan makna dan motivasi yang tinggi bagi para siswa. (Katni, 2015).

Model Pembelajaran Fun Learning

Model Pembelajaran fun learning adalah pembelajaran yang menyenagkan, apapun mata pelajarannya di selalu memiliki prinsip bahwa dalam setiap pembelajaran harus didesain sebaik mungkin untuk menciptakan lingkungan yang menyenagkan dalam pembelajaran.

Secara garis besar apapun mata pelajaranya dalam pembelajaran dikemas dalam pembelajaran yang menyenangkan (fun learning) misal dalam pembelajaran tentang pemerintahan bisa saja anak di ajak untuk berkunjung di kantor kelurahan, kecamatan, kantor walikota, misal dalam pembelajaran dengan tema jual beli anak diajak ke pasar, swalayan, toko dan lain sebagainya”

Pembelajaran Quantum Teaching

Secara terminologi quatum teaching merupakan pengubahan belajar yang

meriah dengan segala nuansanya. Quantum teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar Luk Luk Nur Mufidah (2014:73). Dalam pengertian ini tentunya terdapat di Kota Salatiga, adanya sinergisitas antara guru dengan siswa, membangun sebuah komunikasi yang baik menjadi salah satu penerapan pembelajaran di SD Muhammadiyah. Penerapan pembelajaran pada adalah seorang

guru membawa dengan apa yang mereka pelajari kedalam dunia mereka, ini bisa dilihat dalam langkah pembelajaran setidaknya mencakup adanya unsur demokrasi dalam pembelajaran, adanya kepuasan pada diri siswa, adanya suatu ketrampilan yang diajarkan terutama keterkaitan dengan materi yang diajarkan kepada siswa. Salah satu peran guru adalah menumbuhkan minat belajar kepada siswa,

guru sebagai penata lingkungan kelas (classroom management) agar proses belajar mengajar semakin diperkaya dengan berbagai stimulan. Pembelajaran akan lebih efektif bila ada sinergi antara otak kanan dan otak kiri, misalnya ketika anak belajar matematika bisa diiringi musik lembut, belajar sejarah dengan membaca novel dan lain sebagainya Lilik Sriyanti (2009:146). Strategi lain mengembangkan potensi anak misalnya dengan memberikan nutrisi yang baik agar dapat meningkatkan kinerja sel-sel syaraf dan otak. dengan program pemberian makanan di kantin dengan dikelola oleh sekolah, cara menyajikannya adalah istrahat pertama anak anak diberikan makanan dengan bersama sama.

Pembelajaran Multiple Intelegensi

Salah satu kajian neurosains dalam bidang pendidikan adalah multiple

intelegensi yang merupakan kecerdasan majemuk, dimana penerapan dalam pembelajaran di adalah guru memandang bahwa tidak ada siswa yang bodoh, siswa memiliki potensi yang sama sehingga dalam rangka penerapan multiple intelegensia ini adanya ekstrakurikuler yang mengimplementasikan bakat minat anak dengan selalu memperhatikan potensi dasar anak. Pembelajaran yang demikian diberikan kepada siswa kelas 1 sampai dengan kelas 6, khusus bagi yang memiliki kemampuan lebih anak diberikan motivasi atau dorongan untuk mengembangkan bakat maupun minat melalui pembinaan untuk mengikuti lomba. Pada pendidikan dasar dalam menerapkan pembelajaran Multiple Intelegensi bagi murid untuk memiliki bakat yang luar biasa yaitu kecerdasan lingustik yaitu kemampuan untuk menyusun pikiran dengan jelas dan mampu mengunakannya secara kompeten melalui kata kata, bicara orator. Ini merupakan keberhasilan dalam menerapkan pembelajaran Multiple Intelegensia.

Pembelajaran berbasis masalah

Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran inovatif yan dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Model ini merupakan model pembelajaran yang melibatkan pada siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap tahap ilmiah yang dirancang guru dengan kurikulum dan materi pembelajaran sesuai dengan potensi anak. Pembelajaran berbasis masalah sering diterapkan di melalui belajar diberikan masalah, sehingga siswa mampu memberikan masukan terkait dengan masalah yang diberikan oleh guru. Penerapan pembelajaran bisa juga mengunakan masalah yang menjadi trending topic kemudian menjadi bahan bagi guru dan siswa untuk dijadikan sebagai refleksi. Dari hasil refleksi guru dapat memberikan penilaian baik kepada individu maupun kelompok baik cara memberikan solusi atau menyelesaikan masalah.

Masalah dalam pembelajaran merupakan sesuatu yang bisa diatasi, sering anak diberikan masalah dengan strategi dan teknik tertentu anak mampu untuk menyelesaikannya, proses menyelesaikan masalah dalam pembelajaran merupakan pengalaman yang dapat dijadikan sebagai referensi untuk anak sejauhmana masalah tersebut dapat diselesaikan. Strategi guru dalam memberikan masalah tentunya ada kisi kisi yang mengarah pada kesimpulan sehingga anak betul betul percaya yakin bahwa jawaban atas masalah yang diberikan guru bisa diselesaikan.

Model Pembelajaran Neurosains

1. Neuro Language Program (NLP)

NLP muncul dari tiga bidang studi utama pertama berkaitan dengan neurology yaitu tentang otak dan bagaimana cara berpikir, Linguistik tentang bagaimana mengunakan bahasa dan program tentang bagaimana mengurutkan Phillip Hayes, Jenny Roders (2009: 33). Dari tiga kata tersebut memberikan penjelasan bahwa NLP adalah salah satu kajian yang berkaitan dengan otak yang ada di kepala manusia, dalam hal ini pembelajaran menjadi sangat penting, minimal untuk pendidik. Penerapan NLP dalam pembelajaran di SD berupa pemberian sugesti kepada peserta didik misalnya ketika akan mulai pembelajaran anak diminta berdiri dengan konsentrasi 5-10 kemudian diminta oleh guru untuk memberikan sugesti atau berpikir positif misalnya dengan kata “aku bisa” terus diulang ulang. Kegiatan lain misalnya disaat anak-anak pada asik belajar kemudian minta waktu jeda untuk menepuk tepukan tangan dengan maksud supaya memberikan rasa aman terhadap pembelajaran yang dilakukan. Penerapan pembelajaran dengan metode NLP ini dilaksanakan di kelas V setiap awal mulai pelajaran.

2. Strategi yang membuat rasa senang belajar

Guru adalah salah satu ujung tombak dalam pembelajaran, mau dibawa kemana arah proses pembelajaran menjadi tanggungjawab guru, maka seorang guru perlu jurus jitu dalam memberikan pembelajaran baik konsep, strategi maupun muatan yang ada dalam proses belajar mengajar, dalam rangka pembelajaran berbasis otak ada strategi yang coba dibangun oleh guru diantaranya adalah: a. Ketika mulai pelajaran awal masuk kelas anak bersama sama membaca Asma Al-Husna dan guru membuat hal baru misalnya berjabat tangan memberikan ucapan-ucapan yang positif, hal semacam ini sering dilakukan guru untuk memberikan stimulasi positif terhadap anak, dengan pemberian stimulasi anak sejak awal pembelajaran memiliki kenyamanan dan percaya diri yang tinggi. Salah satu rangsangan yang diberikan kepada anak adalah dengan memberikan pujian dan semagat kepada anak, contoh anak ditanya siapakah yang tadi pagi tidak sholat subuh? Maka anak akan selalu menjawab, bagi sebagian anak yang merasa sholat subuh maka pasti akan mengacungkan jari, sebaliknya bagi sebagian anak yang merasa tidak sholat maka akan diam. Disinilah kemudian guru memberikan stimulasi merangsang otak anak. b. Memberikan pembelajaran dengan perayaan misalnya dengan tepuk tangan, tepukan tangan selain sebagai media efektif dalam menyampaikan pesan juga sebagai sarana untuk refres misalnya tepuk dan yel yel, bilamana anak ramai guru dapat memberikan aba-aba dengan tepuk anak sholeh, tepuk Islam, tepuk wudhu dan lain sebagainya. Suasana yang demikian pada pembelajaran dimaksudkan untuk memberikan suasana kelas yang tenang, gembira, bersih dan bebas tekanan, dengan demikian otak menjadi sangat berfungsi dengan sebenarnya karena otak bekerja dalam keadaan yang bebas. c. Memberikan aktivitas yang bisa membantu memasuki pembelajaran. Otak mudah mengingat jika maklumat diakses melalui hal yang sudah dikenal. Di aktivitas pembelajaran yang merangsang otak adalah dengan memberikan proses belajar mengajar yang serba nyaman, misalnya anak tidak serta berada dalam posisi duduk di kursi terus menerus, di kelas guru bersama murid terkadang berada di bawah dengan beralaskan tikar untuk memberikan aktivitas pembelajaran, menggunting, menempel, mengisi kolom dan lain sebagainya, ini dimaksudkan untuk merangsang otak anak agar dalam pembelajaran dapat lebih meningkat sebab dengan praktik langsung anak menjadi sangat enjoy dan nyaman untuk melakukan aktivitas.

3. Media musik dalam belajar

Frank Wood berpendapat bahwa musik adalah bahasa perdana otak Don Campbell (2002: 189), dan menyanyi adalah jenis musik paling awal. Disisi lain musik merupakan bagian dari seni, jadi antara seni, musik dan menyanyi merupakan tiga aktivitas yang tidak dapat dipisahkan. Musik termasuk bernyanyi yang dapat memberikan efek pada otak dengan cara mestimulasi intelektual dan emosional, musik juga dapat mempengaruhi detak jantung, sistem pernapasan, tekanan darah Suyadi (2014:188).

Sejalan dengan perkembangan pembelajaran, musik menjadi media dalam belajar terutama untuk materi tertentu misalnya pada materi rangka manusia atau perpindahan panas dalam belajar IPA dibuat lirik lagu dan terbukti dengan membuat musik dari materi pelajaran sangat efektif, anak menjadi ingat dalam memori otak anak. Di Sekolah dasar pelajaran musik mungkin berbeda dengan sekolah lainnya, jika di sekolah lain pelajaran musik hanya sebatas numpang lewat ditengah pelajaran lainya dan itu hanya sebatas menyanyikan lagu lagu daerah atau nasional saja, di SD pelajaran musik diberikan ruang yang cukup dan intensif tidak hanya lagu lagu daerah bagi anak yang mampu memainkan alat musik gitar, seruling, piano dan lain sebagainya ada wadah untuk mengekspresikan. Aktif bermain musik mempunyai efek yang lebih baik dan dapat menstimulasi gerak motorik halus, bermain musik juga dapat menghasilkan perubahan perubahan struktur otak yang kuat dan permanen, seperti perluasan pada area area cortex auditori, cortex motorik, otak kecil dan corpus collosum Suyadi (2014:192)

4. Belajar di alam terbuka

Kelas berbasis alam adalah kelas yang selalu ada di sekitar kita. Di sekeliling sekolah ada halaman, kebun, jalan, lapangan, pasar swalayan, warung dan lain sebagainya yang kesemuanya merupakan tempat yang dapat dijadikan sebagai tempat belajar. Salah satu kajian belajar berbasis neurosains adalah adanya ruang belajar yang dapat menstimulasi kerja otak melalui hal yang sifatnya baru, kelas alam mencoba membuat hal baru yang biasanya berada di dalam kelas kemudian diluar kelas. Tentu dengan strategi pembelajaran yang demikian dapat memberikan rasa nyaman dan otak akan dapat menerima dengan baik rangsangan yang diberikan guru, melalui ini otak mampu memberikan stimulasi sehingga dalam belajar akan menghasilkan pembelajaran yang baik.

5. Belajar dengan gerakan

Penelitian terhadap lebih dari 500 anak Kanada, murid yang menghabiskan tambahan setiap harinya di ruang olahraga mampu mengerjakan ujian lebih baik ketimbang mereka yang kurang aktif dalam berolahraga Jalaludin Rahmat (2007: 130. Wanita di usia 50-an dan 60-an yang mengikuti program latihan aerobik selama 4 bulan berupa jalan jalan santai, mampu meningkatkan hasil tes mental sebanyak 10 %. Dan dalam pengamatan yang lebih intens terhadap tiga belas hasil penelitian yang berbeda tentang kaitan olahraga atau daya otak, ditemukan bahwa olahraga dapat menstimulasi perkembangan otak yang sedang tumbuh dan mencegah kemunduran otak yang menua.

Strategi pembelajaran di SD selalu memberikan gerakan gerakan, baik ketika akan mulai pembelajaran, ditengah tengah pembelajaran dan pada akhir kegiatan belajar mengajar guru memberikan gerakan sederhana di dalam maupun di luar kelas, dengan gerakan yang diberikan guru, siswa akan menjadi rileks dan nyaman dalam belajar. Hasil pengamatan peneliti bahwa gerakan yang sering dilakukan dalam proses belajar mengajar adalah dengan membaca buku, dengan meregangkan tubuh, mengerakan kepala kekiri dan kekanan, dengan melakukan olahraga mata, berdiri duduk, berdiri duduk dan berjalan.

6. Pergantian warna/suasana di kelas

Ada yang menarik dalam pembelajaran di SD yaitu adanya suasana baru ketika pembelajaran misalnya pergantian taplak meja dengan warna warni, korden, dan vas bunga yang setiap minggu diganti. Dengan pergantian ini guru memahami bahwa warna dapat meroketkan energi dan kreativitas, bahkan dengan pemberian warna yang berbeda setiap minggunya dapat menumbuhkan perilaku agresif yang dapat mengendalikan otak.

Tujuan pergantian beberapa perlengkapan kelas adalah sebagai simbol bahwa pembelajaran akan disesuaikan dengan tingkat dan kondisi siswa, ketika siswa senang dan enjoy dengan pelajaranya maka kemudian warna biru laut sebagai bagian untuk merangsang otak anak. Dan bahkan ketika anak agak mulai bosan dengan pelajaran guru dapat menganti dengan warna lain, kuning misalnya sebagai warna yang pertama dikenali otak anak. Dengan warna kuning diasosiasikan dengan anak yang stres, kewaspadaan, cemas dan lain sebagainya.

Peran kepala sekolah dalam membangun kemitraan dengan Wali Murid

Dua tugas utama kepala sekolah adalah manajemen dan kepemimpinan, dimana tugas manajemen terkait dengan proses dan struktur organisasi, sementara kepemimpinan terkait dengan tugas pengembangan nilai-nilai (budaya) yang dapat memberi dukungan terhadap proses atau aktivitas organisasi sekolah. Kepala sekolah memiliki tugas manajemen (pengelolaan) seperti merancang, mengorganisir, menggerakkan, mengevaluasi kegiatan belajar di kelas, perpustakaan, makan bersama di sekolah, hubungan sekolah dengan keluarga (orang tua siswa), hubungan sekolah dengan dunia kerja, hubungan sekolah dengan lembaga pendidikan lainnya, dll. Di samping itu kepala sekolah juga memiliki tugas kepemimpinan yaitu menciptakan budaya kemitraan dalam kehidupan sekolah dan kemitraan dengan lembaga-lembaga di luar sekolah.

Kepala sekolah perlu membuat rencana program kemitraan maupun

memiliki struktur organisasi serta alur komunikasi yang jelas terkait pelaksanaan program kemitraan sekolah, keluarga, dan masyarakat secara berkelanjutan. Selain itu sekolah perlu menerapkan variasi bentuk program kemitraan sekolah, keluarga, dan masyarakat seperti: adanya paguyuban orangtua per kelas, penyelenggaraan kelas orang tua (program parenting), pelibatan orangtua maupun tokoh masyarakat sebagai narasumber yang berasal dari berbagai profesi untuk memberikan inspirasi atau motivasi kepada siswa, program kunjungan ke rumah siswa, penyelenggaraan pentas akhir sekolah yang melibatkan siswa, orangtua, dan masyarakat, dan sebagainya. Dengan penerapan variasi bentuk perlu membuat rencana program kemitraan maupun memiliki struktur organisasi serta alur komunikasi yang jelas terkait pelaksanaan program kemitraan sekolah, keluarga, dan masyarakat secara berkelanjutan. Selain itu sekolah perlu menerapkan variasi bentuk program kemitraan sekolah, keluarga, dan masyarakat seperti: adanya paguyuban orangtua per kelas, penyelenggaraan kelas orang tua (program parenting), pelibatan orangtua maupun tokoh masyarakat sebagai narasumber yang berasal dari berbagai profesi untuk memberikan inspirasi atau motivasi kepada siswa, program kunjungan ke rumah siswa, penyelenggaraan pentas akhir sekolah yang melibatkan siswa, orangtua, dan masyarakat, dan sebagainya. Dengan penerapan variasi bentuk program kemitraan sekolah, keluarga, dan masyarakat diharapkan tri sentra pendidikan dapat saling berhubungan erat serta saling memiliki sehingga bersama-sama mampu memajukan pendidikan bagi generasi penerus bangsa.

Berikut ini adalah sejumlah strategi yang dapat digunakan untuk membangun komunikasi, langkah yang penting dalam meningkatkan hubungan kemitraan orang tua dan guru, yaitu sebagai berikut:

1) Pertemuan orang tua dan guru

2) Kunjungan ke sekolah oleh orang tu

3) Partisipasi orang tua dalam kegiatan sekolah

4) Kunjungan ke rumah (Home visit)

5) Buku pegangan orang tua (Hand Book)

6) Mendirikan perkumpulan orang tua-guru (Parents-Teacher Organization)

7) Surat-menyurat antara orang tua dan guru

8) Laporan berkala

Kemitraan sekolah dan orang tua dipengaruhi oleh beberapa hal berikut:

1) Komunikasi yang baik. Tak dapat dipungkiri, komunikasi adalah hal utama dalam membangun sebuah interaksi.

2) Sekolah yang terbuka terhadap orang tua. Sekolah yang baik adalah sekolah yang membuka komunikasi terhadap orang tua.

3) Minat atau perhatian orang tua terhadap pendidikan anak.

4) Pendidikan dan pekerjaan orang tua.

5) Kompetensi sosial guru

Keberhasilan untuk membangun kemitraan sekolah adalah sangat ditentukan oleh peran kepala sekolah dalam melaksanakan tugas manajemen dan kepemimpinan pendidikan. Oleh karena itu adalah menjadi tanggung jawab kepala sekolah untuk membangun manajemen kemitraan internal dalam sekolah dan eksternal dengan lembaga di luar sekolah (dalam masyarakat), dan menciptakan budaya kemitraan internal dan eksternal.

Kepala sekolah perlu membangun kerjasama antara sekolah dan orangtua supaya kegiatan-kegiatan dalam membangun program sekolah dalam peningkatan kemampuan siswa dalam berbicara melalui neuroscience dapat tercapai. Upaya tersebut adalah melakukan variasi komunikasi dengan orangtua dan mencarikan waktu yang tepat bagi orangtua untuk bisa terlibat dalam kegiatan sekolah.

Parenting

Sekolah melakukan penjadwalan dengan mendatangkan narasumber dari luar sekolah. Pihak sekolah mendatangkan narasumber seperti psikiater, dokter, pihak puskesmas, dan ustaz. Materi yang disampaikan berkaitan dengan anak, seperti gizi dan kesehatan anak, pendidikan anak usia dini, pendidikan agama, cara melayani anak di rumah, perkembangan anak, permasalahan anak, keterampilan untuk orangtua, pendekatan ke anak, manajemen keuangan bagi orangtua, penanaman akidah akhlak anak, dan bagaimana cara menjadi orangtua. Dalam kegiatan tersebut, orangtua diberikan kesempatan untuk bertanya, sharing, dan berdiskusi permasalahan anak. Berdasarkan data dokumentasi, sekolah memberikan materi parenting dalam bentuk hardcopy dan buku saku.

Bentuk kerjasama pertama yaitu sekolah mendatangkan narasumber dari luar sekolah seperti psikiater, dokter, pihak puskesmas, dan ustaz untuk menyampaikan materi kepada orangtua. Kegiatan ini termasuk dalam kategori bentuk kerjasama parenting. Materi yang disampaikan dalam acara tersebut berkaitan dengan anak, seperti gizi dan kesehatan anak, pendidikan anak usia dini, cara melayani anak di rumah, perkembangan anak, permasalahan anak, keterampilan untuk orangtua, pendekatan ke anak, manajemen keuangan bagi orangtua, penanaman akidah akhlak anak, dan bagaimana cara menjadi orangtua. Hal ini selaras dengan Morrison (2012: 382-383) yang menjelaskan bahwa cara untuk melakukan pengasuhan dan pendidikan bagi anak, program pelatihan bagi orangtua untuk menjadi pendamping kelas anak, dan pendukung aktivitas belajar merupakan beberapa bentuk kegiatan parenting. Dengan adanya parenting, pihak sekolah mengharapkan agar orangtua menyadari kemampuan anaknya, tidak banyak menuntut terutama pada anak yag mau SD. Orangtua diharapkan paham dengan perkembangan anak sendiri karena masing-masing anak berbeda. Hal ini sesuai dengan teori menurut Coleman (2013: 74) yang menyatakan bahwa salahsatu manfaat bagi orangtua dengan adanya kerjasama dengan pihak sekolah adalah memberikan informasi pada orangtua tentang perkembangan anak selama di kelas yang berguna bagi orangtua untuk memberikan tindak lanjut ketika di rumah.

Melakukan variasi komunikasi

Bentuk kerjasama kedua yaitu melakukan komunikasi dengan orangtua. Soemiarti Patmonodewo (2003: 131-132) menjelaskan bahwa ada dua teknik komunikasi antara sekolah dan orangtua yaitu teknik komunikasi tidak resmi (nonformal) dan teknik komunikasi resmi (formal). Di TK Kelurahan Triharjo Sleman, komunikasi jenis formal dilakukan melalui surat, buku penghubung, rapor, dan pertemuan wali. Komunikasi nonformal dilakukan melalui kunjungan rumah, sms/telepon, grup whatsapp, dan ketika menjemput atau mengantar. Komunikasi berguna untuk menerapkan pendidikan yang berkesinambungan. Pihak sekolah dan orangtua berpandangan jika hanya salah satu pihak saja yang memberikan pendidikan, maka hasilnya juga tidak akan optimal karena pembelajaran dilakukan maksimal hanya selama satu jam. Hal ini senada dengan pendapat Slamet Suyanto (2005: 226) yang menjelaskan bahwa waktu yang dihabiskan anak di TK jauh lebih sedikit dibanding waktu anak di rumah. Oleh karena itu apa yang dipelajari di sekolah hendaknya diteruskan di rumah sehingga hasilnya lebih baik. Bentuk kerjasama ketiga yaitu volunteer. Orangtua membantu sekolah ketika di kelas sebagai pengajar maupun ketika di luar kelas dalam berbagai kegiatan seperti membantu taman gizi, menjadi panitia acara sekolah, menghias kereta karnaval, mengurusi konsumsi, among tamu di pentas seni, merias anak, memasak ketika kurban, mengantar anak latihan untuk persiapan lomba drumben, menjadi pengurus orangtua, dan menjadi panitia acara sekolah. Kegiatan kerjasama ini termasuk dalam bentuk volunteer. Dengan adanya bantuan tenaga dari orangtua, guru mengungkapkan bahwa tugas mereka menjadi lebih ringan ketika sekolah mengadakan kegiatan dan proses pembangunan sekolah berjalan lancar sesuai dengan rencana. Hal tersebut selaras dengan teori Coleman (2013: 79) yang menyatakan bahwa pekerjaan guru akan menjadi lebih mudah ketika ada keterlibatan dari orangtua untuk mendukung pembelajaran kelas, program, dan kegiatan yang ada di sekolah.

Bentuk kerjasama keempat yaitu orangtua berperan sebagai guru dengan mengajarkan dan membantu anak untuk mengejar ketinggalan pembelajaran di kelas ketika di rumah. Selain itu, orangtua juga melanjutkan pembelajaran anak di rumah, mendampingi anak belajar, mengulang materi sekolah, dan menerapkan apa yang dibiasakan di sekolah melalui buku penghubung sehingga bisa menjadi contoh bagi anak. Hal ini sesuai dengan teori menurut Slamet Suyanto (2005: 226) yang menyatakan bahwa buku penghubung digunakan untuk memberi tahu orangtua apa yang sedang dipelajari anak di sekolah.

Bentuk kerjasama kelima yaitu sekolah mengadakan program pembelajaran di luar kelas baik di lembaga pemerintahan maupun di kelompok usaha masyarakat di sekitar sekolah. Kunjungan pembelajaran ke kelompok masyarakat sekitar dilakukan ke peternakan sapi, pabrik tempe, pabrik slondok, pertanian di sawah, penjahit, pasar, dan tempat produksi batik. Hal ini sesuai dengan teori menurut Epstein yang dijelaskan oleh Dietz (dalam Jennifer Wee Beng Neo, Sharlfah MD. Nor, Zakaria Kasa, & Foo Say Fool, 2011: 39) bahwa hubungan sekolah dengan sebuah agen, perwakilan usaha, kelompok agama, dan lainnya yang peduli terhadap pendidikan anak termasuk dalam kegiatan kerjasama bentuk kolaborasi dengan masyarakat. Satu tipe yang belum peneliti temukan yaitu keterlibatan orangtua pada pengambilan keputusan di sekolah.

Selain memasukan unsur strategi-strategi yang telah dipaparkan diatas, pengembangan bentuk model ini mengacu pada model kemitraan sekolah dengan keluarga dan masyarakat oleh pemerintah dan dikembangkan dengan mengadaptasi dari beberapa model kemitraan yang dianggap mampu mengakomodasi kekurangan model yang sudah ada, yaitu mengadaptasi dari model PTA National Standards for Family-School Partnership dan model dari Penelitian Family Involvement in middle and High School’s Education dari Havard Family Research Project. Tidak hanya itu, pengembangan model juga memadukan penggunaan media sosial dalam usaha peningkatan keefektifan komunikasi yang terjalin dalam suatu program kemitraan.

Tujuan model kemitraan sekolah dengan orang tua melalui media sosial ini adalah memberikan panduan bagi kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, komite serta orang tua untuk secara bersama-sama menciptakan dan mendukung pelaksanaan program kemitraan sekolah dengan orang tua dan mensukseskan pendidikan semua peserta didik. Sedangkan sasaran model kemitraan ini yaitu; Pertama, Kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan sekolah swasta dalam melaksanakan kemitraan dengan keluarga dan masyarakat; Kedua, Orang tua/ wali murid sekolah swasta sebagai mitra kerja dalam merencanakan, melaksanakan, dan meng- evaluasi program-program sekolah; Ketiga, Komite sekolah sekolah swasta sebagai mitra kerja dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program-program sekolah; Keempat, Organisasi mitra yang berkaitan dengan pelaksanaan program kemitraan sekolah dengan orang tua melalui media sosial; dan kelima, Dinas Pendidikan kota dan Provinsi sebagai pembina teknis satuan pendidikan menengah dan pendidikan khusus. Spesifikasi model pengembangan kemitraan sekolah dan orang tua melalui media sosial yaitu: (1) Definisi dan deskripsi setiap bentuk kemitraan; (2) Tujuan dan hasil yang diharapkan dalam setiap bentuk kemitraan (3) Rekomendasi kegiatan yang dapat dikembangkan pada setiap bentuk kemitraan; (4) Indikator pada setiap bentuk kemitraan; (5) Peran pihak sekolah dan orang tua dalam menjalankan setiap bentuk kemitraan.

Dalam mengimplementasi model kemitraan sekolah dengan orang tua melalui media sosial ini maka pihak-pihak yang terkait harus memperhatikan setiap bentuk kemitraan yang sudah dipaparkan dalam model. Rekomendasi kegiatan yang telah diberikan dalam model tersebut dapat dipertimbangkan sesuai dengan tahap keterlaksanaan program kemitraan sekolah serta situasi dan kondisi sekolah. Keterlaksanaan setiap indikator yang sudah dijalankan harus disertai dengan evaluasi dan supervisi yang rutin sehingga dapat mencapai keberhasilan yang maksimal.

Selain itu, sekolah yang hendak menggunakan model kemitraan ini harus senantiasa berusaha memenuhi beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas keterlaksanaan model, seperti persyaratan pokok model, profil sekolah, peran dan karakter dan monitoring dan evaluasi. Panduan-panduan yang telah dibuat diharapkan dapat membantu pihak-pihak terkait yang akan menjalankan program kemitraan ini. Model kemitraan sekolah dengan orang tua melalui media sosial ini diharapkan penulis dapat membantu sekolah dalam mengembangkan dan melaksanakan program kemitraan sekolah dengan orang tua yang tentunya hal tersebut harus disesuaikan dengan kondisi sekolah masing-masing. Berikut ini adalah gambar model kemitraan dan orang tua melalui media sosial.

Keterbatasan pengembangan model

pengembangan dibatasi pada studi pendahuluan di satu lingkup satu sekolah saja. Sekolah tersebut dipilih karena mayoritas baik pendidik maupun orang tua atau wali murid peserta didik telah dianggap cukup mengikuti perkembangan era digital dalam berkomunikasi. Artinya penggunaan smart phone dan media sosial cukup populer dikalangan warga sekolah. 2) Dalam menerapkan model kemitraan sekolah dengan orang tua sebagai hasil dari produk penelitian ini, satuan pendidikan dan warga sekolah harus memiliki media sosial yang prima, artinya media sosial harus dipersiapkan dengan baik penggunaanya dengan stakeholder terkait termasuk sosialisasi spesifikasi penggunaanya dan analisis kebutuhan yang harus dilakukan sebelum penggunaan, selain itu dalam penggunaanya juga harus memiliki etika dalam berkomunikasi menggunakan media sosial, etika tersebut dapat dibuat dan disepakati bersama dengan perwakilan stakeholder terkait, dan tidak kalah penting penggunaan media sosial juga harus dievaluasi untuk peningkatan komunikasi yang lebih baik. 3 Penggunaan media sosial hanya sebatas alat pendukung komunikasi dalam program kemitraan sekolah dan orang tua, tanpa budaya berkomunikasi yang baik dari sekolah ke orang tua maupun sebaliknya penggunaan alat pendukung ini tidak akan berjalan efektif. Sekolah adalah pihak pertama yang harus membangun budaya komunikasi yang baik dengan orang tua maupun masyarakat, hal tersebut dapat dilakukan melalui program- program pertemuan sekolah dan orang tua atau masyarakat untuk menjalin komunikasi dengan baik. 4) Penelitian dan pengembangan ini hanya dibatasi sampai pada tahap uji pakar oleh para pakar yaitu ahli dibidang Manajemen dan pengamat program Pendidikan Keluarga.

PENUTUP

Dari hasil data yang penulis temukan di lapangan dan hasil analisis, maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut:

Educational neuroscience adalah bidang kajian neuroscience yang fokus untuk mengkaji konsep pendidikan dari perspektif sistem kerja otak. Para guru dan orang tua ternyata masih jarang memperhatikan bidang kajian ini sehingga menyebabkan munculnya suasana pembelajaran yang pasif dan tidak optimal dalam merangsang sel-sel saraf di dalam otak manusia. Bidang kajian ini sangat emmbantu siswa dalam meningkatkan kemampuan kognitif siswa terlebih pada kemampuan berbicara, membaca dan keterampilan lainnya.

Untuk bisa mewujudkan bidang kajian di atas maka kepala sekolah perlu menjalin komunikasi dengan mitra sekolah yaitu wali murid. . kepala sekolah perlu menjalin kerjasama dengan orangtua siswa yaitu menciptakan iklim sekolah nyaman, melakukan komunikasi awal dengan orangtua, dan menyediakan kesempatan bagi orangtua untuk terlibat. Bentuk kerjasama antara sekolah dengan orangtua siswa diantaranya: parenting, komunikasi, volunteer, keterlibatan orangtua pada pembelajaran anak di rumah, dan kolaborasi dengan kelompok masyarakat.

Sekolah yang hendak menggunakan model kemitraan ini harus senantiasa berusaha memenuhi beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas keterlaksanaan model, seperti persyaratan pokok model, profil sekolah, peran dan karakter dan monitoring dan evaluasi. Panduan-panduan yang telah dibuat diharapkan dapat membantu pihak-pihak terkait yang akan menjalankan program kemitraan ini. Model kemitraan sekolah dengan orang tua melalui media sosial ini diharapkan penulis dapat membantu sekolah dalam mengembangkan dan melaksanakan program kemitraan sekolah dengan orang tua yang tentunya hal tersebut harus disesuaikan dengan kondisi sekolah masing-masing

DAFTAR PUSTAKA

Batubara, H. H., & Supena, A. (2018). Educational Neuroscience Dalam Pendidikan Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar, 9(2), 140–148. https://doi.org/doi.org/10.21009/JPD.092.013 EDUCATIONAL

Dewi, C. T., Fitri, N. W., & Soviya, O. (2018). Neurosains dalam Pembelajaran Agama Islam. Ta’allum: Jurnal Pendidikan Islam, 6(2), 259–280. https://doi.org/10.21274/taalum.2018.6.2.259-280

Geake, J., & Cooper, P. (2006). Westminster Studies in Education. IJRME, (March 2014), 37–41. https://doi.org/10.1080/0140672032000070710

Katni, R. (2015). PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF NEUROSAINS (The Development and Implementation of Islamic Education Curriculum Neurosains Perspective ). Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Kurniawati, N., Mustaji, M., & Setyowati, S. (2018). Implementation Of Neuroscience Learning To Develop Early Childhood’s Cognitive. 2nd International Conference on Education Innovation (ICEI 2018), 212, 89–93. https://doi.org/10.2991/icei-18.2018.20

Lenny Nuraeni. (2014). PENDIDIKAN BERBASIS NEUROPEDAGOGIS. Didaktik, 8(1), 11–20.

McCandliss, B. D., & Noble, K. G. (2003). The development of reading impairment: A cognitive neuroscience model. Mental Retardation and Developmental Disabilities Research Reviews, 9(3), 196–204. https://doi.org/10.1002/mrdd.10080

Susanti, D., & Siwi, M. K. (2016). The Implications of Cognitive Neuroscience in Optimizing the Balance Function of Right and Left Brain through Learning on the Introduction to Accounting 1 Courses. 6th International Conference on Educational, Management, Administration and Leadership (ICEMAL2016), 14, 306–311. https://doi.org/10.2991/icemal-16.2016.63

Suyadi. (2019). Hybridization of Islamic Education and Neuroscience : Transdisciplinary Studies of ’ Aql in the Quran and the Brain in Neuroscience. DINAMIKA ILMU, 19(2), 237–249.

Suyatno;Jumintono; Asih; Mardati; Wantini. (2019). Strategy of Values Education in the Indonesian Education System. International Journal of Instruction, 12(1), 607–624.

Wathon, A. (2006). Neurosains Dalam Pendidikan. Lentera, 136–145.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post