Memaknai Tembang Macapat-Maskumambang
#tagur-55
Untuk generasi sebelum tahun 1980an khususnya yang masih mendapatkan mata pelajaran bahasa Jawa di sekolah, tentu tahu mengenai tembang macapat. Namun bagaimana pelajaran SD terutama di Jawa tengah dan Jawa Timur, apakah masih diajarkan tembang macapat atau tidak.
Macapat adalah syair atau puisi Jawa bertembang (dinyanyikan). Karena pembacaan harus dengan cara ditembangkan, maka macapat disebut tembang macapat atau dalam raga krama menjadi sekar macapat. (Karsono dalam bukunya, 'Puisi Jawa Struktur dan Estetika' Jakarta, 2001).
Menurut Karsono, secara tradisional ada 15 pakem dalam macapat. Namun, secara umum macapat hanya memiliki 11 pola metrum yaitu: Maskumambang, Mijil, Sinom, Kinanthi, Asmaradana, Gambuh, Dhandanggula, Durma, Pangkur, Megatruh, dan Pucung. Kesebelas tembang macapat itu menggambarkan perjalanan kehidupan manusia.
Tembang macapat adalah musik vokal tradisional yang berasal dari Jawa. Dikutip dari buku yang berjudul Baboning Pepak Basa Jawa karangan Budi Anwar (2020: 181), Tembang macapat adalah tembang yang berkembang di daerah Jawa yang mempunyai beberapa aturan. Aturan tembang macapat terdiri dari guru gatra (jumlah baris/larik) guru wilangan (jumlah suku kata) dan guru lagu (persamaan bunyi sajak pada akhir baris).
Menurut beberapa orang tembang macapat merupakan vokal lagu tradisional yang diucapkan sebanyak empat-empat.
Urutan dan Makna Tembang Macapat dalam Budaya Jawa
1. Maskumambang
Tembang maskumambang menggambarkan mulainya perjalanan hidup manusia yang bermula dari dalam perut ibunya. Sosok calon manusia tersebut masih berupa embrio di dalam kandungan ibunya dan belum diketahui secara jelas jenis kelaminnya. Kumambang berarti hidupnya mengambang di dalam rahim ibunya.
Maskumambang berasal dari kata "Mas" atau "Emas" yang berarti sesuatu yang berharga, dan "Mambang" atau "Kemambang" yang artinya mengambang dalam hal ini yang dimaksud adalah bayi yang hidup dalam rahim ibunya dalam keadaan mengambang. Maskumambang berarti sesuatu yang berharga berupa anak meskipun masih dalam kandungan. Anak merupakan anugerah yang sangat luar biasa yang didambakan setiap orang tua.
Watak tembang Maskumambang menggambarkan watak, sifat, atau rasa kesedihan, kesusahan, belas kasihan (welas asih). Tembang Macapat Maskumambang biasanya digunakan untuk lagu yang bermakna kedukaan, dan kesedihan dalam hidup.
Tembang Macapat Maskumambang memiliki Guru Gatra: 4 baris setiap bait (Artinya tembang Maskumambang ini memiliki 4 larik atau baris kalimat).
Guru Wilangan Tembang Macapat Maskumambang yaitu: 12, 6, 8, 8 (Artinya kalimat pertama berjumlah 12 suku kata. Kalimat kedua berjumlah 6 suku kata. Kalimat ketiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat keempat berjumlah 8 suku kata). Dan Guru Lagu Tembang Macapat Maskumambang yaitu: i, a, i, o (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal i, baris kedua berakhir vokal a, dan seterusnya).
Contoh Tembang Maskumambang
Gereng-gereng Gathutkaca sru anangis,
Sambate mlas arsa,
Luhnya marawayan mili,
Gung tinameng astanira.
(M. Sukir Abimanyu Kerem: XI. 1)
Artinya:
Gathutkaca meraung-raung menangis den gan keras,
Rintihannya menyentuh hati,
Airmatanya mengalir,
Sangat banyak ditutupi dengan tangannya.
Nadyan silih bapa biyung kaki nini,
Sadulur myang sanak,
Kalamun muruk tan becik,
Nora pantes yen den nuta.
(Pakubuwono IV, Wulang Reh)
Artinya:
Walaupun meminjam bapak ibu, kakek nenek,
Saudara-saudaranya,
Kalau mengajari yang tidak baik,
Tidak pantas kalau ditiru.
Apan kaya mangkono watekkaneki,
Sanadyan wong tuwa,
Yen duwe watek tan becik,
Miwah tindak tan prayoga
(Pakubuwono IV, Wulang Reh)
Artinya:
Kalau seperti itu wataknya,
Walaupun orang tua,
Kalau punya watak tidak baik,
Dan perbuatan yang tidak pantas.
Aja sira niru tindak kang tan becik,
Sanadyan wong liya,
Lamun pamuruke becik,
Miwah ing tindak prayoga.
(Pakubuwono IV, Wulang Reh)
Artinya:
Jangan kamu meniru perbuatan yang tidak baik,
Walaupun orang lain,
Tapi ajarannya baik,
Dan berkelakuan pantas.
Iku pantes yen sira tiruwa kaki,
Miwah bapa biyung,
Amuruk watek kang becik,
wajib kaki estokena.
(Pakubuwono IV, Wulang Reh)
Artinya:
Itu pantas kalau kamu tiru,
Juga bapak ibu,
Mengajari watak yang baik,
Wajib kamu perhatikan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren ulasannya
Tks Bu, Kapan menulis lagi, ditunggu tulisannya Bu