ROHANI CAHYA

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Sepenggal Siang di SMAN 1 Balen

Sepenggal Siang di SMAN 1 Balen

Saya baru keluar dari musola ketika sekelompok siswa berlarian menghampiri. “Bu, boleh usul nggak?” “Mau usul apa?” “Mengurug tanah yang becek bu.” “Sebelah mana?” “Mari bu saya tunjukkan.” Saya jadi agak berlari kecil mengikuti anak-anak yang menunjukkan lokasi yang diusulkan minta diurug. SMAN 1 Balen termasuk sekolah yang berada di pinggiran kota Bojonegoro. Area sekolah kami masih cukup luas untuk pengembangan. Dari satu tempat ke tempat lain cukup membuat agak berkeringat saat menempuhnya. Sampai ditempat yang ditunjuk, nampak tanah becek licin yang memang bisa membahayakan jika tidak ditangani. Saya menyalahkan diri juga. Kemarin hujan amat lebat, mestinya saya antisipasi masalah ini. Anak-anak kembali merengek mendesakkan misinya. “Ya, nanti kita datangkan pedel (kapur), ini dua truk cukup.” “Sekarang ganti saya yang minta. Besuk waktunya Jumat bersih, bantu meratakan kapurnya ya.” Sambil bercanda saling ledek, mereka menyanggupi. Dan akhirnya memang sebagian besar kapur itu, anak-anak sendiri yang meratakan tanpa harus mendatangkan tukang khusus. Saya juga bilang kepada mereka, “Jangan hanya tahu hak, kewajibanmu juga harus dipenuhi. Apa kira-kira kewajibanmu?” “Belajaaarrr…..”jawabnya bersahutan. “Bu, ada lagi…” “Apaaa…?” “Dipaving ya bu” “Siaap….tapi spp dibayar dulu ya.” Anak-anak riuh menanggapi ini.

Di sekolah kecil yang berada di perkampungan begini, jamak kalau banyak anak tidak membayar SPP. Padahal jelas dalam undang-undang bahwa pendidikan juga menjadi tanggung jawab masyarakat sampai komponen pembiayaan. Tapi pada kondisi tertentu, tidak semua masyarakat bisa diharapkan berkontribusi pada pembiayaan. Tidak sama dengan kondisi sekolah perkotaan. Partisipasi dan kondisi ekonomi masyarakat yang relatif tinggi menyebabkan peluang lebih besar pagi sekolah kota untuk memaksimalkan pengembangan sekolah.

Salah seorang kepsek sekolah top di kota beberapa kali bilang, “ Sekolah kecil/pinggiran itu lebih mudah untuk berkembang, karena masih banyak potensi yang bisa dikembangkan. Sedang sekolah besar dan maju sudah stagnan, sangat sulit untuk dikembangkan lagi karena sudah maksimal. Sekilas pendapat itu benar. Tapi kalau dipikir lagi, potensi mana yang kira-kira akan mudah untuk dikembangkan dengan mengabaikan falsafah Jer Basuki Mowo Beyo. Dan potensi mana lagi yang bisa dimaksimalkan dengan SDM awal hasil buangan seleksi PPDB kota. Jangan-jangan, sebenarnya keadaan sekolah-sekolah kecil/pinggiran ini juga sudah prestasi maksimal yang bisa diraih berdasarkan ‘modal’ yang dipunyai.

Lalu apa sudah tidak ada peluang bagi sekolah-sekolah kecil untuk mengoptimalkan potensi. Pasti masih ada. Pilar utama yang harus diperhatikan adalah guru dan kepala sekolah. Mereka adalah motor penggerak yang harus ihlas bekerja dilandasi keihlasan dan pengabdian tinggi, karena imbalannya juga lebih tinggi. Imbalan uang lebih tinggi kah? Jangan harap. Dalam setiap penerimaan transport maupun honor kegiatan di luar jam kerja, bisa ditebak, guru di sekolah besar penerimaannya juga relatif lebih besar. Jadi selisih kekurangan itu pasti akan dibalas lebih tinggi oleh yang Maha Tinggi. Kesadaran seperti itu akan menjadi barokah bagi guru maupun siswanya. Selain itu Guru dan Kepala Sekolah juga harus punya komitmen untuk selalu mengupdate diri. Sehingga punya wawasan yg cukup, dan bisa peka melihat peluang mana yang masih bisa dioptimalkan.

Pilar lain yang tak kalah penting adalah campur tangan pemerintah. Ada dua hal yang perlu disasar. Regulasi PPDB dan distribusi bantuan pemerintah. PPDB dengan sistem seleksi NUN maupun tes, sungguh menjadi tidak adil karena membangun diskriminasi antara siswa pintar dan yang dianggap tidak pintar. Bukankah semua siswa itu tanggung jawab kita untuk menemukan kekuatan diri masing-masing, sebagai bekal menjalani hidup mandiri. Radius atau jarak tempuh dari rumah siswa terhadap sekolah bisa menjadi pertimbangan yang lebih netral untuk penerimaan siswa baru. Selama ini siswa-siswa yang orang tuanya mampu dan yang punya potensi besar di bidang akademik maupun non akademik cenderung memilih bersekolah di kota/ sekolah favorit daripada mendaftar di sekolah yang kurang favorit meskipun jarak tempuhnya lebih dekat. Ini membuat sekolah-sekolah kecil tidak punya pilihan SDM input, yg bisa dijadikan andalan di bidang akademik.

Campur tangan pemerintah yang lain adalah distribusi bantuan pemerintah. Ada perbedaan mencolok dalam hal sarpras pada sekolah kecil dan besar. Perbedaan sarpras ini tentu berkontribusi nyata pada dampak prestasi dan kemajuan sekolah. Sekolah besar bisa relatif lebih mudah untuk mendapat sokongan sarpras melalui masyarakat/wali murid maupun pemerintah. Sekolah kecil tidak dapat berharap banyak pada masyarakat. Bahkan alumnipun relatif sulit diharap karena kendala biaya membuat alumni jarang yang bisa melanjutkan kuliah. Sekolah kecil pinggiran hanya punya harapan dari uluran pemerintah. Sayangnya distribusi bantuan pemerintah selama ini lebih cenderung sistem jemput bola. Siapa yang menjemput akan berpeluang untuk mendapatkan. Dan sayangnya pula jalur, timing dan tata cara jemput bola ini, sekolah besar/favorit yang lebih paham. Disini akan berlaku seperti pepatah ‘yang kaya makin kaya’. Sudah saatnya pemerintah lebih menunjukkan keberpihakan pada sekolah kecil di pinggiran.

Adanya Ujian Nasional sebagai amanah standardisasi pendidikan, seharusnya juga mempertimbangkan masalah-masalah diatas. Saya masih merenungkan masalah-masalah tersebut ketika teriakan beberapa siswa memecah konsentrasi saya. “Buu….usul…” “Opo maneeehhh….?” “Itu lo anak-anak banyak yang gak pakai helm…..nggak dibuatkan aturan bersanksi bu?” “Siaaapp laksanakan…..ususl yang bagus, meskipun banyak siswa yang lewat jalan desa berpaving, tetep harus pakai helm demi keselamatan.” Saya tertawa melihat anak-anak. Setidaknya ada banyak hal yang bisa saya syukuri dan menumbuhkan harapan baik. Mereka berani menyampaikan kebaikan. Mereka masa depan bangsa ini. Semoga!!!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post