Rokhayah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Perginya Coki

Perginya Coki

Semenjak sore tadi anakku tidak berhenti menangis. Aku sudah berusaha menghiburnya. Tapi ia seperti tak peduli. Ia asyik dengan dukanya sendiri. Perkaranya adalah karena kelinci kesayangannya mati. Aku baru saja membelikannya tiga hari yang lalu. Aku diperkenankan memilih oleh penjualnya yang kala itu mengantarnya ke rumahku. Tetapi aku dan anakku sudah tertawan oleh warna kelinci hitam legam itu.

Sebenarnya aku sudah menaruh curiga ketika pertama kali kelinci yang diberi nama Coki oleh anakku itu diturunkan penjualnya ke tanah dari keranjangnya. Ia berjalan melompat-lompat namun seperti pincang atau apalah itu. Kenapa seperti pincang ya..atau karena keranjangnya yang basah sehingga ia merasa geli. Berkali-kali ia mengibaskan kakinya. Penjualnya menyilakan aku untuk menukarnya. Ya sudah ini saja, kataku sambil berharap ia akan baik-baik saja. Lalu aku dan anakku menaruhnya di kandang. Hingga menjelang tidur anakku bolak-balik ke kandang untuk mengeceknya. Anakku akan kembali ke rumah dan mengadu kepadaku dan juga kepada suamiku tentang keadaan kelincinya. Memaksaku, atau suamiku untuk ikut mengamati kelincinya. Koq yang ini makan terus, koq Coki gak mau ya pak. Tutur puteriku. Oya, aku membelinya sepasang, yang satu betina yang satu jantan. Si jantan berbulu hitam inilah yang diberinya nama Coki. Dalam pengamatanku, setiap kali aku atau puteriku mendekati kandang, Coki akan mendekati pintu seperti berharap dielus. Ketika aku mengelus kepalanya ia akan memejamkan matanya seperti mengharap kasih sayang. Sudah tiga hari kulakukan bersama anakku. Kadang kami tertawa gemas dan sayang.

Namun kemudian badai itu datang...bangun tidur siang puteriku memanggilku. Ia menceritakan mimpinya barusan bahwa Coki telah pergi menghadap Sang Penciptanya. Ia pun berlari menghampiri kandang kelincinya memanggil-manggil si Coki. Tiba-tiba ia meraung dan berlari menghampiriku di dapur. Coki mati! Teriaknya, aku tidak terlalu yakin lalu ku periksa ke kandangnya. Benar saja! Coki pergi untuk selamanya. Prosesi pemakaman segera disiapkan oleh suamiku. Ditemani tangis puterinya. Ia memakamkan kelinci malang itu. Anakku terus meratapi binatang kesayangannya dengan kalimat yang tidak pernah kuduga. Mengapa Coki meninggalkanku? Apa ia tidak sayang padaku? Coki terlalu kecil. Belum punya keturunan, dan bla bla bla.... Terkadang aku geli mendengarnya. Terkadang iba. Coki memang menggemaskan meski hanya sementara di sini. Bayang manjanya mengganggu di pelupuk mataku. Selamat jalan Coki mungkin Tuhan lebih menyayangimu.

Teruntuk puteri kecilku. Ini pembelajaran pertamamu tentang arti kehilangan yang engkau kasihi...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kehilangan hewan kesayangan memang menyedihkan ya Bu...Semoga besok ada penggantinya...Salam sehat dan sukses selalu...Barakallah .

07 Mar
Balas

Turut berduka cita, sambil mbrebes mili membacanya. Saya tahu rasanya kehilangan peliharaan yg di sayangi.

07 Mar
Balas

Terimakasih buk. Iya buk, matanya sudah bengkak karena menangis.

08 Mar

Ditunggu karya selanjutnnya bu.. Keren2 soalnya

08 Mar
Balas

Terimakasih Buk, ibuk juga keren. Semoga sehat selalu untukmu sahabatku

08 Mar

Terima kasih bu Rini atas apresiasinya. Aamiin... Semoga kita selalu bisa berkarya yang bermanfaat untuk orang banyak ya bu

07 Mar
Balas



search

New Post