Hari Ahad kemarin saya mendampingi anak ragil mengikuti tes seleksi santri baru di sebuah pondok pesantren. Jamak dilakukan oleh sekolah berbasis asrama atau pondok melaksanakan seleksi santri atau siswa baru lebih dahulu dibandingkan dengan sekolah reguler.

Sekolah reguler biasanya baru melaksanakan PPDB secara serentak sesuai keputusan pemerintah. Di samping itu sekolah reguler juga dibatasi dalam hal menarik dana dari calon peserta didik baru.

Sementara sekolah berbasis pondok biasanya menarik dana bervariasi sesuai dengan jenis pelayanan dan fasilitas yang diberikan. Sehingga ada anggapan sekolah yang mahal adalah sekolah yang berkualitas.

Benarkah anggapan tersebut? Tentu butuh pengkajian lebih lanjut. Dulu pemahaman itu bisa jadi benar. Karena sekolah dengan biaya mahal tentu pelayanan dan sarana prasarana lebih lengkap. Dengan demikian kualitas pembelajaran juga lebih baik

Dengan pelayanan yang lebih dari sekolah pada umumnya tentu prestasi sekolah juga lebih baik. Sekolah sering juara dalam berbagai lomba. Masyarakat secara umum menyebutnya sebagai sekolah favorit

Padahal yang terjadi sesungguhnya adalah anak-anak berkompetisi di sekolah dari usaha dan biaya sendiri. Contoh anak yang menonjol di bidang tertentu sekolah akan mengundang pelatih atau narasumber dari luar. Biaya yang menanggung orang tua. Sekolah hanya titip nama.

Di era zonasi terkait PPDB saat ini, mestinya sudah tidak ada lagi sekolah unggulan atau non unggulan. Semua sekolah sekarang adalah unggulan. Unggulan sesuai karakter dan kondisi sekolah masing-masing. Sudah tidak saatnya minder menjadi guru di sekolah pinggiran. Siapa pun bisa berprestasi.