Romdonah Kimbar

Guru SD yang suka membaca, sedang belajar menulis, ingin menularkan virus membaca dan menulis kepada anak sendiri dan anak didik ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sayang, Aku Tidak Punya Bukti

Sayang, Aku Tidak Punya Bukti

Sayang, Aku Tidak Punya Bukti

#Tantangan gurusiana hari ke-3

Membuka-buka file di laptop, itu kulakukan saat jenuh mengerjakan rutinitas harian. Melihat video atau membuka foto kenangan bersama murid beberapa tahun lalu bisa mengusir rasa bosanku. Ada kerinduan tertinggal di lubuk hati yang paling dalam. Kegembiraan tergambar dari wajah-wajah mungil mereka di foto atau video yang kuputar. Suka duka berbaur bersama.

Sering aku mengabadikan kegiatan bersama mereka. Walaupun wajahku tak ada di antara wajah-wajah polos mereka. Sejujurnya aku tak begitu suka berfoto-foto.

Senin kemarin, aku lakukan kunjungan rumah ke siswaku sebelum menuju sekolah. Sengaja aku tak memberi tahu kalau aku akan hadir menemui mereka. Setelah sampai di perkampungan, beberapa meter di depanku nampak beberapa anak tanggung duduk nongkrong di pinggir jalan di samping rumah warga. Dengan beralas kaki sandal jepit dan baju kaos oblong mereka tampak menikmati cerahnya pagi tanpa beban. Mereka adalah anak-anak usia sekolah dasar yang sedang menikmati BDR, Belajar dari Rumah.

Ah, mirisnya hatiku.

Harapan besar tinggal harapan. Kurangnya dukungan dari orang tua dan masyarakat sekitar, BDR tak berarti banyak. Seharusnya waktu pukul 07.30 sampai dengan 12.00 adalah waktu berada di rumah seperti himbauan yang diberikan. Memang sudah ada upaya belajar daring dengan membuat grup WA bagi orang tua atau siswa yang memiliki gawai. Namun pada kenyataannya belum seperti yang di harapkan. Apalagi bagi lingkungan di pedesaan, belum semua orang tua memiliki gawai yang direkomendasikan. Perhatian orang tua juga mungkin belum memadai. Dan banyak alasan lain yang masih belum mendukung diberlakukannya BDR karena adanya Covid-19.

Yang lebih menyesakkan dada adalah, saat aku melanjutkan perjalanan menuju kampung sebelah sebelum sampai ke sekolah. Beberapa anak berlarian menjauhiku ketika aku memperlambat motorku dan berhenti di depan sebuah warung. Kulihat sebelumnya anak duduk-duduk di pos ronda di tepi jalan.

Namun, beruntung ada siswa yang masih tetap berada di tempat tersebut. Ia adalah siswa kelas satu dan aku adalah guru kelasnya. Aku meminta bantuannya untuk mengajak anak-anak yang tadi bersamanya kembali ke posko untuk saya ajak ngobrol.

Akhirnya dengan pertanyaan pancingan aku berhasil memberi masukan berkaitan dengan BDR dan apa yang seharusnya mereka lakukan. Apalagi beberapa di antara mereka adalah siswa kelas enam yang sebentar lagi akan melanjutkan sekolah di SMP. Aku beri motivasi agar mereka tetap belajar walau tidak bersama guru mereka.

Mereka sangat bersuka cita saat tahu aku akan memberikan bonus belajar Bahasa Inggris yang tentunya akan sangat bermanfaat saat mereka melanjutkan sekolah kelak. Maklum di desa mata pelajaran Bahasa Inggris belum masuk menjadi mata pelajaran yang harus dipelajari.

Sayang sungguh sangat disayangkan, saya tak bisa mengabadikan wajah dengan senyum cerahnya saat mereka menyalamiku berpamitan pulang ke rumah. Adzan dhuhur berkumandang saat shalat ditunaikan. Gawaiku mati karena lowbat.

Kalibawang, 9 Juni 20120, 02.45

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Begitulah, Jeng...fakta di lapangan...

09 Jun
Balas



search

New Post