Roni Bani

Guru SD, dari Kab. Kupang - NTT Menulis Mana Suka ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Ketok Kepala di Meja

Ketok Kepala di Meja Hari ini Kamis, (27/02/20) saya menghadiri suatu rapat terpadu antarpara Kepala Sekolah Dasar dan Kepala Sekolah Menengah Pertama se-Kecamatan Amarasi Selatan. Kami memilih salah satu unit sekolah di wilayah ini untuk maksud rapat ini. Saya berkendaraan motor ke sekolah itu dari rumah. Ketika tiba di sekolah itu sekitar pukul 09.10 WITa, proses belajar-mengajar sudah dan sedang berlangsung. Dari salah satu ruang kelas terdengar suara ibu guru cukup keras. Ia mengulang-ulang pertanyaan kepada para siswa, sementara para siswa tak satupun memberikan jawaban untuk pertanyaan yang entah itu susah atau alasan lain sehingga para siswa seakan membisu. Saya parkirkan motor. Membuka jaket. Lalu sempat bersalaman dengan seorang rekan yang juga memarkirkan motornya di belakang saya. Kami bertegur sapa, bergurau sebentar lalu bersama-sama menuju ruang depan (emper) dimana ada seorang guru duduk di sana sebagai petugas piket hari ini. Sebelum saya dan rekan yang bersalaman tadi meninggalkan tempat parkir terdengar suara dari dalam ruang kelas, "Ayo ketokkan kepala di meja!" Lalu terdengar bunyi gemuruh bagai guntur menggelombang di udara. Bunyi bertalu-talu dari kepala-kepala manusia bertubrukan dengan meja. Kurang lebih semenit kemudian, bebunyian itu berhenti. Sambil berjalan dan bergurai, kemudian menyalami guru piket, emosi jiwa saya menerawang ke masa lalu ketika duduk di bangku sekolah dasar. Salah satu bentuk sanksi di kelas V ketika itu yaitu, membenturkan kepala ke meja dengan kecepatan yang diatur oleh guru. Guru bagai dirgent koor besar. Ketika ia bersuara makin kencang dan keras, benturan kepala ke meja makin keras dan kencang. Setiap dahi akan bengkak bahkan sampai berdarah setiap kali mendapat sanksi seperti itu. Lalu, hari ini kembali saya dengar suara itu. Saya sungguh trenyuh. Si guru muda yang memberi sanksi pada para siswa di SMP yang kami datangi rupanya pernah mengalami hal ini, dan rasanya dia sedang melakukan trik balas dendam. Padahal, di sekolah itu ada slogan, sekolah ramah anak. Mungkin keramahan yang dimaksud adalah, ketika berpapasan di luar kelas, mereka saling menyapa secara manis dan indah dengan wajah penuh senyuman, di situlah keramahan. Sementara di dalam kelas, keramahan berubah menjadi kemarahan.Begitulah! Amarasi Selatan, 27 Februari 2020
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Hehe... Banyak keramahan yang ditampilkan hanya kulitnya saja

28 Feb
Balas

Hehe... Banyak keramahan yang ditampilkan hanya kulitnya saja

28 Feb
Balas

Waah.. berbahaya itu pak

27 Feb
Balas

Wah...kok msh ada ya acara bls dendam. Yg lalu biarlh berlalu,ambil aja hikmahnya.

28 Feb
Balas



search

New Post