Curhatku di Gurusiana

Hari guru telah berlalu, tapi gaungnya di hati ini seakan tak pernah pudar. Aku begitu berharap bisa hadir di Jakarta tanggal 25 November 2017 kemarin, tepat dai hari ualng tahun PGRI dan Hari Guru Nasional. Rencana yang ada pada kita, namun ketentuan adalah milikNya. Aku paham dengan kalimat itu. Tentu akan ada hikmahnya buat mama nanti, demikian putriku mencoba menghiburku kala ku ceritakan naskah buku yang telah bersusah payah ku tulis raib entah kemana, hanya karena kebodohanku mengguanakan lapetop, alias gaptekku. Ini pelajaran buat mama, jika mama menulis atau menganggap sesuatu itu penting, mama harus mengcopynya terlebih dahulu, jangan menyimpannya di komputer hanya satu file.

Ya itulah kisahku. Kisah sedihku menjelang hari guru tempat louncing buku perdanaku yang ku beri judul Tahajjud Senjataku. Selesai ku menulis, saat ku mencoba edit sendiri ternyata saat itulah tulisannya hilang. Terimpit saat ku mencoba edit bab 1. Huff.. putriku benar, ada sesuatu yang harus kukerjakan saat itu. Ada anak yang harus kubmbing untuk memeriahkan hari guru di kabupatenku.

Meskipun kecewa tak bisa hadir dan upacara bersama Mendikbud di Jakarta, tak bisa ikut pameran buku perdana bareng teman – teman, aku masih bersyukur, bisa menfokuskan fikiranku buat anak – anakku yang ikut lomba cerdas cermat di kabupaten. Dan Alhamdulillah dapat juara , dan enggak malu-maluin

Saat ini ku ingin kembali bergabung di MWC 6 Sumbar di Padang, masih mungkinkah aku meraih mimpiku walaupun tertunda.. ? impian untuk menelorkan sebuah buku, dan mudah mudahan bukan hanya satu, tapi berlanjut untuk berikutnya.

Terima kasih untuk dukungan putri – putriku, doakan mama, ya.. tercapai jua angan ini hendaknya, Aamiiin....