Wajahku sebenarnya tak cantik-cantik amat. Namaku juga tak populer di jurusanku. Tetapi namanya kehidupan sosial, rasa ketertarikan terhadap lawan jenis itu wajar. Dengan wajah yang standar, toh tetap ada yang naksir aku. Kakak tingkat itu namanya Susilo. Wajahnya ya standar juga sih, he...he.... Dia sering menanyakan aku ke teman-teman dekatku. Sering pinjami buku yang sedang kubutuhkan, sering ngajak ngobrol dan bercanda. Tetapi karena hatiku tidak bergetar, yaaa, aku anggap biasa saja. Tak begitu kurespon.

Satu tahun akademik berlalu, aku sekarang di tingkat dua. Karena tidak kurespon, rupanya Mas Susilo mundur. Lama tak ketemu, aku dengar dia jadian sama Indah, adik tingkatku. Gosip dari teman-teman gank ku, Mas Susilo jadi sama adik tingkat itu karena balas budi, bla...bla...bla... , aku tak paham dan tak mau ngurusi urusan mereka. Aku tetap bersikap biasa kalau ketemu, karena memang tak memiliki rasa apa-apa.

Suatu hari aku ketemu Iis, teman lamaku, yang kebetulan satu kost sama Indah. Iis tanya ke aku, kenal tidak sama Mas Susilo dan Indah. Aku tak tahu mengapa, kok mulutku ember banget, kuulang cerita teman-temanku tentang Mas Susilo dan Indah, termasuk gosip cinta balas budi. Selang dua hari, ketika aku lagi nunggu bimbingan dosen, Mas Susilo mendatangiku, dengan wajah merah marah. Tanpa ba...bu...bi..., dia memberondongku dengan pertanyaan, dan meminta pertanggungjawabanku tentang ceritaku ke Iis, Aku terdiam, mendengar kemarahannya. Dengan takut-takut, aku hanya bisa bilang, “Maafkan aku, maafkan aku.”