Rudianto, M. Pd.

Rudianto, M.Pd. pernah menjadi guru SMP dan SMK. Pernah menjadi Tentor Primagama. Pernah menjadi Dosen. Pernah bergabung dengn USAID Prioritas sebagai fasilitat...

Selengkapnya
Navigasi Web
MEMPERTARUHKAN PREDIKAT SEKOLAH DI TANGAN ASESOR

MEMPERTARUHKAN PREDIKAT SEKOLAH DI TANGAN ASESOR

Ketika mendengar jadwal akreditasi sekolah, biasanya ada dua reaksi sepontan guru dan kepala sekolah yang sering muncul. Kedua reaksi tersebut adalah pertama, sebulan menjelang akreditasi harus kerja lembur dan kedua, berapa biaya yang harus dikeluarkan. Kedua pemikiran seperti itu muncul seolah pemikiran yang sederhana tanpa makna. Padahal kalau dimaknai lebih dalam, pemikiran seperti itu merupakan bentuk menurunkan arti penting akreditasi sekolah.

Reaksi pertama jelas menunjukan bahwa negara kita adalah “negara administrasi” dalam urusan akreditasi sekolah. Hal ini ditandai dengan persiapan akreditasi bisa diselesaikan dengan sistem kebut sebulan dalam persiapan menghadapi asesor. Hal yang dipersiapkan selama sebulan itu adalah menggarap administrasi yang sebenarnya harus sudah ada dalam dua tahun terakhir seperti diminta oleh instrumen akreditasi.

Istilah negara administrasi juga bisa jadi karena sebagian besar hal yang dipantau oleh asesor selama visitasi adalah kelengkapan administrasi sekolah (bukti administrasi). Asal administrasi lengkap, predikat sekolah tersebut bisa A. Tentu hal ini terjadi karena kinerja asesor yang belum mumpuni.

Reaksi kedua ini lebih berbahaya untuk kredibilitas asesor. Ketika akreditasi dilakukan dan seandainya sekolah harus menanggung biaya fasilitas asesor, asesor tidak mungkin bisa berlaku objektif. Biaya akomodasi, konsumsi, dan fasilitas lain yang “biasa” disediakan oleh sekolah akan membuat asesor memberikan penilaian menggunakan perasaan. Apalagi kalau asesor sudah mulai ada permintaan untuk dilayani, hal ini akan menimbulkan hukum sebab akibat. Kata Erick Form dalam Memiliki dan Menjadi “setiap kita menerima maka kita harus memberi”. Sekolah memberikan pelayanan lebih tentu dengan satu harapan. Hanya satu harapan yaitu nilai akreditasi yang besar.

Kalau ini terjadi, akreditasi yang mengeluarkan dana yang besar ini akan sia-sia. Padahal kalau kita melihat makna karedetasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; akreditasi adalah pengakuan terhadap lembaga pendidikan yang diberikan oleh badan yang berwenang setelah dinilai bahwa lembaga itu memenuhi syarat kebakuan atau kriteria tertentu. Pengakuan ini ditunjukkan oleh predikat akreditasi A, B, C, atau D.

Setelah sebuah sekolah diakreditasi, hasil ekreditasi ini akan dijadikan bahan pertimbangan tindak lanjut pihak yang berwenang dalam peningkatan mutu pendidikan. Hal ini sesuai tujuan akreditasi. Akreditasi antara lain ditujukan untuk memetakan mutu pendidikan, khususnya dikaitkan dengan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang pada tahap selanjutnya digunakan untuk menetapkan program-program intervensi, khususnya pada tingkat provinsi/kabupaten/kota (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013). Akreditasi yang dilakukan akan bermuara pada status akreditasi. Agar hasil akreditasi dapat dimanfaatkan dengan baik, kebijakan dan prosedur akreditasi termasuk langkah-langkah untuk menetapkan kebijakan atau program-program intervensi harus ditulis secara jelas dan dikomunikasikan terhadap pemangku kepentingan (stakeholders) terkait (Singh, 2007).

Lebih jelasnya bahwa tujuan akreditasi sangat penting teruang dalam buku Pokok-Pokok Kebijakan dan Pedoman Akreditasi Sekolah/Madrasah (2010). Tujuan akreditasi, khususnya sekolah/ madrasah, yaitu: untuk 1) memberikan informasi tentang kelayakan sekolah/madrasah atau program yang dilaksanakan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan; 2) memberikan pengakuan peringkat kelayakan; dan 3) memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada program dan/atau satuan pendidikan yang diakreditasi dan pihak terkait (Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah, 2010).

Sekait hai ini akreditasi sekolah/madrasah perlu dilakukan secara profesional. Untuk mendapatkan hasil yang proporsional, akreditasi sekolah/madrasah harus dilakukan oleh orang orang yang profesional. Maka menjadi hal yang utama bagaimana rekrutmen asesor sekolah/madrasah.

Dalam pelaksanaan akreditasi, Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) melakukan perekrutan asesor. Asesor yang direkrut harus merupakan orang-orang yang mumpuni sebab asesor memiliki tanggung jawab yang berat. Tanggung jawab asesor, yaitu: 1) melaksanakan tugas secara sungguh-sungguh dengan berpedoman kepada norma-norma pelaksanaan visitasi, sehingga hasil akreditasi yang diberikan kepada sekolah/ madrasah benar-benar mencerminkan tingkat kelayakan sekolah/madrasah yang sesungguhnya; dan 2) menjaga kerahasiaan hasil visitasi dan melaporkannya secara objektif kepada BAP-S/M (Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah, 2010).

Melihat permasalahan asesor dan akreditasi sekolah serta arti penting hasil akreditasi untuk peningkatan mutu pendidikan seperti tertuang di atas, penulis mengusulkan dua hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga arti penting akreditasi,

Pertama, rekrutmen asesor harus objektif dan profesional. Sistem seleksi yang ketat akan menghasilkan asesor yang berkualitas. Perhatikan rekam jejak calon asesor. Perhatikan kinerja dan rekam jejak yang sudah menjadi asesor. Bukan hal tabu mengganti asesor yang sudah tidak kredibel.

Kedua, jangan berikan kesempatan asesor untuk “memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan”. Kredibilitas asesor bisa hancur kalau asesor masih menerima fasilitas dari sekolah. Untuk menangkal ini, BAN harus meberikan fasilitas yang memadai untuk asesor dalam melaksanakan tugas.

Dengan dua hal ini semoga akreditasi lebih bermakna. Dan tentu saja sambil menata hal lainnya.

Penulis adalah Pengawas SMP Disdik Kabupaten Cirebon mengajar di STIKES Muhammadiyah Cirebon.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. 2010. Pokok-Pokok Kebijakan dan Pedoman Akreditasi Sekolah/Madrasah. Jakarta: Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M).

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V 0.2.1 Beta). Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,

Form, Erick. 1991. Memiliki dan Menjadi. Jakarta: LP2KS

Hendarman. 2013, Pemanfaatan Hasil Akreditasi dan Kredibilitas Asesor Sekolah/Madrasah. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 4, Desember 2013

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post