R. Yulia Yulianti, M.Pd

Pengawas SMP Kota Bandung...

Selengkapnya
Navigasi Web
39. SUARA MADU
"Madu tak selamanya legit seperti cintamu"

39. SUARA MADU

TANTANGAN MENULIS 60 HARI KE-39

#TantanganGurusiana

“Mas … ceraikan aku.” Yanto kaget mendengar ucapan Marni.

“Aku sudah tak tahan lagi” suara Marni lirih. Dadanya berguncang, air mata menetes deras dipipinya.

“Astagfirulloh De, nyebut … nyebut. Aku tidak mungkin menceraikan kamu. Aku sungguh mencintai kamu.” Dipeluknya istri tercinta yang semakin kurus situ. Dielus rambut panjang dan punggung istrinya dengan perlahan, berharap bisa menenangkan hati Marni.

“Mas … aku sudah tak tahan lagi, apalagi bila mendengar pertanyaan Asih.”

“Besok hari jumat dan hatiku tak tenang, apalagi Asih selalu menanyakan kenapa ayahnya tidak pernah ada setiap hari jumat sampai minggu.” Lanjut Marni sambil terus terisak.

“Dia ingin seperti anak-anak lain yang bisa diajak piknik oleh orang tuanya di hari sabtu atau minggu. Hati ini rasanya sakit sekali. Aku tidak bisa terus berbohong.” Lanjutnya.

Yanto, bingung harus berkata apa. Dia pun berjongkok di depan marni yang duduk ditepi ranjang besi. Diambilnya tangan kedua istrinya. Diusap-usap kedua tangan istrinya. Diciumnya perlahan.

“Iya, De … sabar ya. Akan aku usahakan agar sabtu ini aku tidak pulang. Aku akan cari alasan agar Retno bisa maklum kenapa aku tidak pulang. Hari minggunya kita ajak Asih, dolan ke Bonbin.” Jawab Yanto untuk menenangkan Marni.

“Mau sampai kapan, Mas … kita terus berbohong?”

“Aku takut … suatu saat Asih akan tahu, bahwa ibunya hanya seorang perempuan kampung yang dinikahi oleh laki-laki karena tak memiliki keturunan dari istri pertamanya.” Suara Marni semakin meninggi.

“Aku takut … Asih akan membenci aku, ibunya.” Lanjutnya.

Yanto hanya terdiam. Pikirannya kalut. Ini adalah kesekian kalinya Marni, wanita yang sangat dicintainya, meminta untuk bercerai.

“Dulu aku pikir, aku sanggup menghadapi semua ini. Aku sanggup berbagi dengan istrimu. Tapi ternyata aku tidak bisa. Aku tidak tahan. Aku cemburu, Mas ….” Sambil berkata Marni berdiri menghadap ke jendela kamar. Memandang jauh.

“Aku tidak bisa membayangkan dirimu disana. Kau bilang hanya aku yang kau cinta. Tapi dari foto-foto istrimu di fb. Bisa kulihat betapa kau sangat bahagia dengan Mbak Retno. Kalian bisa berpelukan dengan bebas, berfoto dengan mesra dihadapan semua. Bisa pergi piknik kemana pun” Isak Marni.

“Sedangkan aku … aku harus menahan semua rasa itu. Cukup, Mas aku tak tahan lagi.” Tepisnya ketika Yanto berusaha memeluk Marni dari belakang.

Keduanya terdiam lama.

Marni masih terisak kemudian berbalik, dipeluknya Yanto yang berdiri dihadapannya dengan wajah kuyu.

“Aku sudah putuskan untuk pulang ke rumah Ibu. Aku ingin hidup tenang. Tidak dihinggapi rasa bersalah terus menerus. Aku akan membesarkan anak kita. Mudah-mudahan Asih kelak akan mengerti, jalan yang ditempuh ibunya.” Parau suara Marni melanjutkan.

“Dan mbak Retno … aku harap dia tidak akan pernah tahu, bahwa Asih keponakan yang sangat disayanginya. Yang diijinkannya untuk memanggilmu ayah, selamanya dia tidak boleh tahu bahwa Asih adalah benar-benar anakmu.” Pinta Marni.

“Aku rela melepaskanmu … dan menjaga rahasia ini selama hidupku. Karena aku mencintaimu ….” Lanjut Marni lirih ditelinga Yanto.

Yogya, Awal Januari 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Waow.... pengalaman yang di luar zona aman.

23 Feb
Balas

Begitulah ... dengan menulis, bisa berimajinasi diluar daya nalar.

23 Feb



search

New Post