Saeful Hadi

Beberapa tahun berlalu, perantauan Gofar sudah nyaris lebih dua puluh tahun meninggalkan tanah kelahirannya. Dia pergi merantau ke Pulau Borneo sejak masih usia lima belas tahun dibawa sang paman. Kini pamannya sudah meninggal dan dia dengan isteri dan kedua anaknya tinggal di Samarinda. Dia ingin segera pulang ke kampung halaman di Ciamis. Namun bukan hanya tidak memiliki ongkos, juga diberitakan keluarganya sudah meninggal semua, hanya tinggal keponakannya yang masih ada dan itu juga merantau entah kemana.

Minggu menjelang akhir Ramadan segera datang. Rindu itu kembali menggunung. Isteri Gofar tidak mempermasalahkan jika sang suami mengajaknya mudik, namun seringkali keuangan tidaklah cukup. Waktu itu perusahaan tempat Gofar bekerja kedatangan manajer baru. Sang manajer diberitakan bersedia menanggung biaya mudik gratis. Hal tersebut juga karena sang manajer pun termasuk yang akan melaksanakan mudik lebaran.

Kebijakan perusahaan patut disyukuri oleh Gofar. Mimpinya menjadi kenyataan dan rindu dengan kampung halaman segera terobati. Gofar dan anak isterinya pun sudah di dermaga. Saat di perjalanan naik kapal laut dia bertemu dengan seorang lelaki tampan. Mereka berdua ngobrol. Betapa kagetnya Gofar ternyata pemuda tersebut adalah manajer perusahaannya yang baru dan daerah yang dituju pun sama, Ciamis. Ketika pemuda tersebut menyebutkan namanya dan orang tuanya, Gofar nyaris berteriak, “Kau Abdul Karim anak Kang Darsim, oh Kau ternyata keponakanku! Ya Allah!”

Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, 30 Maret 2024

Ruang tamu rumah ibu