Tantangan Hari Ke-1 #TantanganGurusiana

Resensi ini adalah sebuah makna yang terlihat dari adanya tingkah netizen terhadap sebuah film. Berikut, ungkapan dariku terhadap film yang sedang diperbincangkan oleh netizen yang julid..

Perdebatan semakin sengit rasanya, dalam media sosial yang ada. Terlebih sesama netizen yang menyukai film. Nah, Perbincangan film yang semakin seru itu yaitu tentang film Kisah Akhir Si Doel. Film ini yang dinanti berupa akhir dari kisah cinta Si Doel yang keturunan Betawi untuk menentukan siapakah wanita yang akan dipertahankannya.

Semakin seru perdebatan ketika ada netizen karena kesalnya terhadap pilihan Si Doel terhadap wanita yang dipilihnya, spoiler pun tertuang dalam tulisan di media sosialnya. Alih-alih membuat para pembaca statusnya mengetahui akhir dari pilihan Si Doel. Padahal, hal tersebut adalah intisari perjalanan 27 tahun untuk menentukan sikap terhadap wanita yang dipilihnya.

Kenapa harus Si Doel yang membuming? Hal ini tentu saja karena karakter tokoh yang masih terjaga dan kuat. Si Doel yang plin plan, sejak Si Doel berada di layar kaca hingga kepada Si Doel di layar lebarkan di bioskop. Yups, Si Doel memang mencirikan Betawinya dirinya. Namun, ada keanehan yaitu tentang sikap plin plan yang merupakan bukan ciri khas dari adanya anak Betawi.

Kuatnya karakter tidak plin plan, seperti halnya Mandra. Dengan gayanya yang kocak, dan blak-blakan sehingga film Si Doel ini memberikan aura kelucuan dari karakter Bang Mandra. Bang Mandra juga masih terlihat akan keluguannya yang belum menerima perkembangan zaman. Bukan tidak menerima sepertinya, melainkan memahami kondisi dirinya dengan keterbatasan ekonomi yang ada.

Namun, Mandra dengan kondisi tersebut masih memiliki rasa cinta kepada kekasih lamanya yaitu Munaroh yang telah menjanda dengan satu anak. Mandra masih memiliki keterikatan hati kepada Munaroh dan ingin menikahinya. Namun, dalam film Kisah Akhir Cinta Si Doel ini, Mandra belum sampai menikah dengan Munaroh.

Nah lo, Kisah Cinta yang seru tentu saja kepada Si Doel yang harus memilih Zaenab atau Sarah. Para pengidola Sarah tentu berharap Si Doel balik ke Sarah meski telah terpisah belasan tahun karena Sarah meninggalkan Si Doel dan menetap di Belanda. Pun demikian dengan para pengidola Zaenab berharap agar Si Doel tetap mempertahankan Zaenab karena Zaenab yang telah setia menemani Doel dalam suka maupun duka.

Waduh semakin bingung donk??? Tentu saja bikin kepala semakin bingung dan semakin dibuat tidak karuan karena sikap Si Doel yang terus plin plan. Pembelajaran dari film ini tentu saja Si Doel yang anak Betawi dengan ciri nilai agama yang kuat pun menyerahkan pilihan kepada Tuhan melalui scene ibadah di malam hari. Dan pilihan pun jatuh kepada??? (eit, gak mau spoiler ah...)

Oke, kelakuan Si Doel dengan pernikahannya dengan Sarah memiliki anak yang bernama Dul. Dul ini yang memberikan kekuatan kepada Si Doel untuk memilih yang terbaik menurut Si Doel. Dan Dul yang menguatkan bahwa apapun pilihan SI Doel, namanya anak selalu berharap agar hubungan dengan Sarah maupun dengan Zaenab tetap terjalin, dan tetap menjaga rasa kekeluargaan.

Di sinilah leta keunikan film ini dengan nilai tata krama selaku bangsa Indonesia dengan ketaatan pada norma tetap dijaga. Nah, pro-kontra penonton tentu berbeda. Tapi itulah keniscayaan karena hidup memang selalu ada pro-kontra. Tapi sebuah pilihan memang harus dijaga dan diberikan apresiasi untuk bisa menentukan. Di akhir film pun akhirnya Si Doel tidak bimbang akan pilihan hatinya untuk bersama wanita yang dipilihnya. Tentu saja scene berada di pohon sawo menjadi kesyahduan akan makna cinta dan keluarga yang terjalin erat dan padu.

Eits, apapun itu pro-kontra harus diterima dengan lapang dada yaaa.... itulah sebuah hakikat kehidupan untuk semakin menambah keharmonisan tentu saja. Dan dari film ini tentu saja memberikan alasan yang kuat, bahwa pilihan cinta adalah menyatukan dua insan yang tidak sempurna untuk bersama-sama mewujudkan rasa cinta dengan sempurna. Yups, sempurna...