Safrida Lubis

Seorang yang belajar dari membaca dan mendengarkan...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kisah Sang Pendamping Haji Lansia #13
Sebuah lembaran berbaris

Kisah Sang Pendamping Haji Lansia #13

Ada saja hal yang menjadi pikiran pada diri saya, menyangkut anak yang akan saya tinggalkan pada tulisan lalu, sekarang saya mencoba melanjutkan kembali...

13. Lembaran warisan

Persiapan keberangkatan haji mamak dan saya sudah cukup matang, hanya menunggu masa keberangkatan saja, apakah pada gelombang pertama atau gelombang kedua, hal tersebut bukan menjadi persoalan bagi saya. Dengan demikian perasaan lega serta dapat menjalankan ibadah puasa bulan Ramadhan dengan tenang sangat saya nikmati.

“Dek, temani abang ke mesjid yuk!” kata suami saya yang berdiri disamping sambil memperhatikan pekerjaan saya.

Sambil terus membersihkan piring dan tempat yang kami gunakan untuk berbuka puasa tadi, saya pun mengingatkan, “Adek lagi nggak shalat lho abang!”

“Nggak apa, adek di luar aja!” pintanya memelas.

Saya tersenyum dan menjawab,”iya, sebentar! Adek bersihkan ini sedikit lagi.”

Saya segera bergegas menyelesaikan pekerjaan dan bersiap diri sambil memikirkan apa yang harus saya lakukan dalam rentang waktu sekian lama sambil menunggu suami saya selesai melaksanakan shalat isya dan tarawihnya. Akhirnya, mengapit sebuah tas berisikan laptop menjadi pilihan saya.

***

Mesjid mulai dipenuhi para jamaah yang bersiap menjalankan ibadah shalat isya dan tarawih. Walaupun tempat ini jauh, mesjid yang kurang lebih berjarak delapan kilometer dari tempat kami tinggal, selalu menjadi pilihan tujuan shalat ketika bulan Ramadhan tiba, karena di mesjid ini selalu menghadirkan seorang imam yang hafizd alquran hingga Ramadhan berakhir.

Azan isya belum berkumandang, akan tetapi suami saya dan waffa sudah berjalan memasuki mesjid. Setelah memperhatikan sekeliling halaman mesjid maka saya memilih duduk diujung sebuah tangga dan membuka laptop disana.

Langsa, Rabu, 22 Juni 2016 / 17 Ramadhan 1437 H ; 20:53 WIB.

Bismillahirrahmanirrahim…

“Catatan kecil ini Ummi tuliskan untuk anak Ummi tersayang… Muhammad Waffa Hifnawi… semoga rahmat Allah akan nikmat iman dan islam tak luput sedetikpun untuk terus dicurahkan kepada Aneuk Agam Ummi yang selalu ceria seperti Abu-nya.

Alhamdulillahirabbil’alamin… syukur selalu kupanjatkan atas rahmat Allah yang tiada putusnya kepada diri ini selamanya. Goresan kecil ini adalah penting untuk Ummi sampaikan kepada Aneuk Agam Ummi menjelang keberangkatan langkah kaki ini jika izin Allah pada Bulan Agustus 2016 untuk menunaikan ibadah haji, menjadi tamu Allah pada rumahnya yang mulia dan tanah haramnya yang suci.

Adalah satu kelebihan tersendiri bagi diri Ummi untuk dapat menunaikan ibadah haji di usia 34 tahun 8 bulan, walaupun dalam jadwal yang telah ditentukan Depag, jatah keberangkatan Ummi adalah sama seperti Abu, yaitu pada tahun 2018, akan tetapi ketetapan Allah lah yang juga berlaku, pada tahun 2016 ini, nama Ummi bisa diusulkan untuk mendampingi Nenek (Saniah, mamak Ummi) untuk berangkat, Alhamdulillah juga, semua Allah mudahkan untuk Ummi, dari berjumpa dengan pihak Depag, Panitia Manasik Haji, petugas kesehatan, pengurusan pasport, petugas Bank untuk pelunasan haji, semua dari mereka sangat memudahkan urusan Ummi, karena setiap kaki ini hendak melangkah mengerjakan hal yang berhubungan dengan mereka yang telah Ummi sebutkan, doa tak pernah putus kepada sang pemilik hati Allah Azza Wazala selalu terucap, “Ya Allah, mudahkanlah urusanku di dunia ini, di alam kubur nanti dan di akhirat kelak,” itulah yang terus terhapal disetiap deru sepeda motor dan langkah ini, dan sesungguhnya Allah lah sebaik-baik yang mengabulkan segala pinta diri.

Perasaan senang akan menjadi tamu Allah sudah pasti melebur di relung hati, akan tetapi sebagai seorang Ibu dari dirimu, Muhammad Waffa Hifnawi, aneuk Ummi, menjadi hal yang meninggalkan kelemahan tersendiri di aliran darah ini. Karena, untuk berangkat menunaikan haji ada beberapa hal yang sangat penting yang harus disiapkan, diantaranya adalah sehat, ada rezeki dari harta, ilmu manasik, dan salah satu yang lain adalah meninggalkan wasiat kepada yang ditinggalkan. Inilah setidaknya hal terakhir itu bagi dirimu, anggap saja inilah wasiat yang Ummi tinggalkan untuk dirimu.”

Tak terasa linangan air mata mulai membasahi guratan pipi. Seiring ujung jari menggores kalimat demi kalimat pada layar laptop, pikiran saya melayang jauh pada hal-hal diluar jangkauan. Terlintas dalam diri bahwa bagaimana jika ini adalah perjalanan saya ketanah suci bersama mamak dan ditakdirkan tidak kembali lagi, mengingat beberapa tahun belakangan ini banyak sekali tragedi yang terjadi pada jamaah haji, tragedi terowongan Mina yang tidak sedikit menimbulkan jumlah korban, tragedi padang Arafah dimana para jamaah tidak mendapatkan jatah makanan sampai berbilang hari, serta jatuhnya alat berat di depan Ka’bah yang menimpa para jamaah kala itu. Mengingat hal tersebut, maka saya berharap bahwa tulisan inilah yang akan saya tinggalkan sebagai kenang-kenangan terakhir dari saya sebagai seorang ibu dari anak yang terlalu kecil untuk mengingat saya sebagai sosok ibunya yang pernah ada.

Kembali jari-jari saya merangkai kalimat yang terus mengalir dari pikiran.

“Catatan ini Ummi tuliskan untuk Waffa karena mengantisipasi bahwa inilah kata-kata yang bisa Ummi berikan kepadamu apabila setelah keberangkatan Ummi dalam menunaikan haji ternyata tidak pernah kembali lagi. Karena kita mengetahui, umur kita adalah hal ghaib dan hanya Allah yang mengetahuinya. Kita diingatkan akan kisah Nabi Sulaiman yang oleh Allah SWT telah menundukkan syaitan untuk beliau, Akan tetapi syaitan-syaitan tersebut tetap dalam keterbelengguannya pada saat kematian telah menjemput nabi Sulaiman, hanyalah seekor rayap yang memberi tahu akan kebenaran ini, manakala tongkat penyangga tubuh sang Nabi telah habis digerogotinya, maka jatuh lunglailah tubuh lemah itu tanpa seorangpun yang tahu kapan nyawa beliau telah dijemput? Termasuk syaitan, mereka tidak mengetahuinya.

Maka anak Ummi, Waffa, Syaitan itu sendiri tidak mengetahui akan hal ghaib, itu adalah hak penuh Allah atas hambanya. Jika pun ternyata ada kalanya syaitan membawa kebenaran akan hal ghaib, maka Allah katakan dalam (QS. Saba’:21), yaitu: “Dan tidak adalah kekuasaan iblis(syaitan) terhadap mereka, melainkan hanyalah agar Kami dapat membedakan siapa yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat dari siapa yang ragu-ragu tentang itu. Dan Tuhanmu Maha Memelihara segala sesuatu.”

Aneuk Ummi meutuah, apabila ternyata Allah mencukupkan perjumpaan kita hanya sampai sebatas di usiamu yang masih sekecil ini, Ummi berikhlas diri kepada Allah, karena sesungguhnya walaupun tidak ada Ummi di saat Waffa menjalani kehidupan ini, yakinlah doa Ummi selalu tercurah padamu. Akan tetapi, jika memang Allah masih memberikan rahmat dan kesempatan bagi diri Ummi untuk terus mendampingi tumbuh besar dan berkembang dirimu, itu adalah suatu anugerah terbesar yang lainnya dari Allah semata.

Umur Ummi juga belum tentu akan sesuai seperti apa yang kita kehendaki, demikian juga umur Waffa, kita tidak bisa mengharapkan apapun seperti apa yang kita inginkan, karena belum tentu apa yang kita inginkan itu bernilai bagus untuk kita dalam ilmu Allah, akan tetapi cobalah untuk selalu meminta kepada Allah, ‘Agar Allah memilihkan keadaan yang terbaik menurutNya bagi diri kita baik didunia ini, di alam kubur nanti dan di akhirat kelak.’”

Berulang kali saya menengadahkan wajah kelangit malam guna menahan linangan air mata yang terlalu deras meluap dari mata ini. Ditemani alunan lembut dari sang imam yang melantunkan ayat-ayat alquran disetiap rakaat shalat, membawa saya pada keadaan yang mendamaikan diri dari perasaan yang melarutkan saya dalam kesedihan.

Kembali saya baca tulisan yang telah terangkai dan memenuhi lembaran-lembaran halaman. Setelah merenung sejenak, ujung jari ini kembali menitipkan kata-kata menjadi sebuah kalimat tentang segala hal yang pernah saya lalui bersama anak saya, tentang tingkahnya, perkataannya yang kadang kala membuat lucu, dan segenggam doa sebagai warisan yang semoga dapat diaminkan oleh para malaikat yang sedang bertebaran dimalam yang penuh berkah ini.

***

Menemani suami saya shalat di malam-malam berikutnya menjadikan saya dapat menyelesaikan catatan yang telah saya persiapkan untuk anak saya sebelum keberangkatan nanti dengan mudah. Setelah melengkapi dengan beberapa foto kenangan, catatan itu terlihat lebih banyak halamannya.

Akan tetapi, kehadiran lebaran Idul Fitri yang hampir tiba menjadikan saya tertunda menyempurnakan catatan itu, disebabkan oleh kegiatan mudik lebaran yang selalu saya dan suami saya jalani. Saya pun berangkat ke Sigli.###

Terima kasih sudah membaca sampai sini : )

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post