Sahrul Anwar

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
LOMBA MENULIS GURUSIANA MEDIA GURU OKTOBER 2022

LOMBA MENULIS GURUSIANA MEDIA GURU OKTOBER 2022

PERPUSTAKAAN UDUK

Mungkin rak bukuku tak semenarik perpustakaan besar. Bisa jadi rak bukuku adalah yang terjelek di antara lainnya. Tapi di balik kesederhanaan rak buku perpustakaan rumahku, ada cinta yang terus menerus kualirkan kepada dia generasiku yaitu mengalirkan nafas mencintai buku, cinta membaca dan tentu saja cinta ilmu. Perpustakaan rumahku adalah jendela masuk asupan nutrisi otak seisi rumahku. Sebelum jauh melangkah agar kelak generasiku ini mengenal perpustakaan-perpustakaan lainnya, maka dari perpustakaan rumahlah sejatinya persiapan pembentukan peradaban dimulai. Tak perlu mewah, tak perlu bermegah-megah, tak perlu pula berkilauan ornamen dan aksesoris, perpustakaan rumah yang dialirkan cinta di setiap bukunya, akan selalu berkesan di hati mereka para penerus kita nantinya.

Aku mulai cinta membaca saat usia masih kecil dimulai semenjak kakek dulu sering membawa koran sepulang dari perjalanan dari kota lalu beliau membacanya ditemani secangkir kopi di bawah pohon. Selepas beliau merampungkan bacaan giliran aku yang membaca koran itu. Aku mulai senang membaca saat sambil menemani nenek jualan nasi uduk di teras rumah, lalu kertas koran pembungkus uduknya aku baca sambil sarapan.

Aku tidak pernah punya rak buku, apalagi berkunjung ke perpustakaan yang hanya ada di kota saja pada waktu itu. Perpustakaanku adalah tempat jualan uduk nenekku. Koleksi bukuku hanya potongan-potongan koran dan majalah bekas yang menumpuk di sebelah bakul nasi uduk yang masih mengepul. Sambil merapikan koran-koran dan majalah itu, mata ini tak pernah lepas dari ribuan kata yang berserakan begitu saja hingga mampu menghilangkan rasa laparku terhadap membaca. Dan tak pernah kusangka ternyata “Perpustakaan Uduk” itulah yang menumbuhkan benih cintaku kepada membaca, cinta kepada buku dan cinta kepada ilmu. Sesederhana itu ternyata. Setelah remaja, saat-saat di pesantren tempatku menimba ilmu, cinta itu begitu kuat dan dahsyat. Sumber air khazanah keilmuan semakin deras mengalir. Tak pernah kulewati satu hari pun tanpa membuka buku, membaca literatur-literatur dunia, menggali informasi dan referensi, hanyut dalam kegiatan literasi yang luar biasa itu.

Kini, aliran cinta itu semakin hari semakin membuncah, maka perpustakaan uduk itu kini kuhadirkan kembali di rumah namun bukan lagi tumpukan koran bekas, bukan pula sobekan majalah atau tabloid, tapi benar-benar buku yang sesungguhnya. Di zaman dan era cepatnya akses informasi seperti hari ini, perpustakaan tetap harus memiliki serta memberikan kesan menarik agar para generasi kita tidak merasa bosan dan tetap tertarik untuk datang dan membaca buku di perpustakaan. Perpustakaan yang dipersiapkan untuk membangun peradaban itu hendaknya dimulai dari rumah kita sendiri. Membangun peradaban yang sangat mencintai keilmuan dan memperkaya wawasan adalah peradaban yang seakan sudah mulai tercerabut akarnya. Peradaban yang memiliki rasa penasaran yang tinggi akan suatu ilmu lalu dengan gigih dan uletnya mereka tekuni, mencari-cari sumbernya lalu mulai menganalisa, mencermati hal-hal yang berhubungan dengan hasil analisa dan tentunya dilengkapi dengan riset yang tepat dan akurat. Aktifitas peradaban semacam inilah yang harus kita kembalikan dan tularkan kepada generasi hari ini dan dari rumahlah kegiatan ini sejatinya dimulai.

Perpustakaan uduk tanpa dinding, kaca, alas karpet, meja, kursi dan lainnya saja telah berhasil menumbuhkan cintaku pada membaca, buku dan ilmu, maka sudah sepantasnya kita lebih berhasil menumbuhkan rasa cinta pada perpustakaan itu dengan segala fasilitas yang ada. Perpustakaan sekolah sudah menjadi barang wajib di setiap lembaga pendidikan bahkan diperkuat dengan gaungnya kampanye literasi yang semakin masif hingga setiap sekolah harus berupaya mempercantik tampilan perpustakaan, tapi ironisnya justru hal yang paling fundamental dari itu semua malah dilupakan, yaitu pendampingan. Lihatlah bagaimana sebuah Gurusiana mampu menjadi naungan para pegiat literasi, apa yang membuatnya menjadi besar seperti sekarang? Kuncinya ada di pendampingan, bukan? Walau dengan banyaknya followers Gurusiana tetap mampu mendampingi mereka hingga tulisan-tulisan mereka terbit dan bisa dikonsumsi publik.

Hari ini kita dihadapkan pada cantik dan eloknya tampilan perpustakaan sekolah namun juga pondasi pendampingan alangkah baiknya lebih dikuatkan lagi. Walau hanya koran bekas yang kubaca di perpustakaan uduk tapi kakek dengan sabar dan telaten mendampingiku, mengarahkan kolom mana yang pantas kubaca, berita dari belahan dunia mana yang mengandung nilai informatif, isu apa yang sedang hangat, kabar olahraga apa yang mampu mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional, tata bahasa, EYD, singkatan, imbuhan, titik, koma dan semua yang berkaitan dibahas, dijelaskan, dicontohkan cara penulisannya, disesuaikan dengan berita terkini atau apa saja yang kakek bisa bahas bersamaku. Semangat mendampingi itu pula yang kutularkan kepadanya. Membawanya ke toko buku, mengenalkan buku-buku yang sesuai dengan umurnya, menunjukkan ekspresi gembira saat tangannya mulai mengambil buku yang dipilihnya, setelah di rumah membaca bersama-sama sebelum tidur, menambahkan narasi-narasi dongeng seperlunya, menjelaskan pesan dari isi bukunya, memintanya menceritakan kembali dengan bahasa verbal seumurannya, cerita dari buku apa yang berkesan di hatinya yang bahkan terkadang dari satu buku itu saja bisa sampai berkali-kali minta dibacakan dan diceritakan, menuliskan kembali nama tokoh yang ada di bukunya di papan, di kertas atau di media apa saja. Hal-hal sederhana inilah yang akan membekas sekali dalam ingatannya dan dengan sendirinya mereka anak-anak generasi kita punya bekal dan siap untuk menjadi sebuah peradaban.

Perpustakaan sekolah yang dipersiapkan membangun peradaban lagi-lagi punya PR besar mengenai penerapan yang sepadan dengan dunia informasi yang serba cepat ini. Ruangan yang bersih dan nyaman, dinding dengan quote-quote inspiratif, koleksi buku yang lengkap dan memadai, rak-rak yang menjulang tinggi dan sesak dengan karya literatur, lalu dikawinkan dengan kemudahan akses lewat aplikasi berbasis teknologi maka sudah semestinya perpustakaan yang membangun peradaban bukan hanya sebatas slogan dan tagline saja. Namun yang lebih penting untuk bersama-sama dilakukan adalah mendampingi generasi kita memahami bahwa jantung peradaban kemajuan bangsa ini dimulai dari perpustakaan, dan semua itu bisa kita awali dari perpustakaan uduk di rumah.

Selamat Hari Perpustakaan Sekolah Internasional.

Sahrul Anwar, lahir di Tangerang, 20 Mei 1987, seorang Guru Pembimbing Rohis di lembaga SMP Bhakti Pertiwi, Rajeg, Kab. Tangerang.

Email : [email protected]

Wa 0838 7004 4545

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sukses selalu, Pak. Salam literasi!

09 Oct
Balas

Terima kasih Pak Salam literasi!

10 Oct

Semangat dan sukses selalu mr sahrul..

10 Oct
Balas

Wiiiiihhh ada Mrs. Dian... Waduuuh ternyata Gurusianers juga

10 Oct

Semangat dan sukses selalu mr sahrul..

10 Oct
Balas

Semangat dan sukses selalu mr sahrul..

10 Oct
Balas

Semangat dan sukses selalu mr sahrul..

10 Oct
Balas

Semangat dan sukses selalu mr sahrul..

10 Oct
Balas

Semangat dan sukses selalu mr sahrul..

10 Oct
Balas



search

New Post