Aku Hanya Patuh

Saifi

Aku lahir entah dari siapa. Tidak tahu dan tidak mau tahu. Suku, golongan atau bangsa mana yang bisa aku masuki, semua orang barangkali paham. Laksana seorang bayi manusia yang lahir dari rahim ibunya, aku pun tidak berpakaian tanpa sehelai kain. Yang jelas, jawaban itu mutlak aku mengerti. Mengapa? Karena kebanyakan pasang mata tidak melihatku ada. Meski tidak banyak yang menganggap keberadaaku.

Aku yakin di antara mereka, ada yang mengakui. Buktinya, saat kehilangan uang, seorang dari mereka bingung dan bimbang. Apa lupa menaruh atau diambil orang? Dari dompet, jumlahnya berkurang. Dua sampai tiga lembar. Seratus ribuan rutin raib, kendati tidak saban hari. Kemudian, bertanya ke sana kemari hingga akhirnya menuduh. Termasuk padaku, padahal dia tidak melihat. Mungkin, aku terlahir untuk menjadi sasaran tuduhan.

Entahlah! Yang pasti, perintah tuanku menjadi target tugasku. Lalu, aku hanya patuh sesuai nama dan alamat yang dituju. Sebab, aku tidak tahu terlahir entah dari siapa. Maka, menuruti instruksi dan pantang menolaknya. Pun, pantang menerima alamat palsu atau samar. Kalau ada yang bercanda dan bilang, di bank tidak ada kehilangan uang. "Karena di sana tidak jelas milik siapa. Jadi, aku hanya patuh perintahnya."

T-365+4

GubuGBendo, 11-05-2021